Thursday, January 23, 2025

Bab 20 - Serangan Balik

 


Bellina melihat Yuna turun dari mobil Land Rover putih milik Yeriko. “Yuna ...!” teriaknya. Ia kesal melihat Yuna diantar dengan mobil mewah oleh suaminya.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Bellina dan bergegas menghampirinya.

 

“Cepet masuk kerja! Udah jam berapa ini?”

 

Yuna menganggukkan kepala. Suasana hatinya sedang baik dan ia tidak ingin berdebat dengan Bellina.

 

“Belikan aku Capuccino, antar ke ruanganku!” perintah Bellina sambil berlalu pergi.

 

Yuna menghela napas sambil memutar bola matanya. Ia bergegas ke kantin terlebih dahulu untuk memesan kopi. Kemudian, ia naik ke atas sambil membawakan secangkir kopi capuccino untuk Bellina.

 

“Pagi ...!” sapa Yuna saat masuk ke ruangannya.

 

“Pagi juga!” sahut teman-teman seruangannya secara serentak.

 

“Eh, pagi-pagi udah beli kopi aja nih,” celetuk Selma.

 

“Pesenannya Bu Bos,” sahut Yuna.

 

“Bellina?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Dia itu aneh. Dikira kamu OB apa ya? Setiap hari suruh bawain kopi ke ruangannya.”

 

Yuna tersenyum. Ia meletakkan tasnya ke atas meja dan melangkah pergi. “Tenang aja! Dia nggak bakal betah ngerjain aku terus-terusn.”

 

Selma, Bagus, dan Pak Tono menatap Yuna yang keluar dari ruangannya.

 

“Eh, kamu yakin si Yuna bakal betah kerja di sini kalau dia digituin terus sama Bu Belli?” tanya Bagus.

 

Selma mengedikkan bahunya. “Kita lihat aja nanti!”

 

“Dia itu polos, baik, dan rajin juga. Kenapa Bellina sampai segitu bencinya sama Yuna? Ckckck,” sahut Pak Tono.

 

“Takut kalah saing mungkin,” tutur Bagus sambil cekikikan.

 

“Kalah saing gimana?” tanya Selma sambil membenarkan posisi kacamatanya.

 

“Yuna itu kan cantik banget. Siapa tahu aja dia takut tersaingi. Kemarin, aku lihat mereka berdebat di depan Pak Lian,” tutur Bagus.

 

“Serius!?”

 

Bagus menganggukkan kepala.

 

“Pak Lian belain siapa?”

 

“Ya pasti belain pacarnya,” jawab Bagus.

 

“Eh, tapi ... aku denger-denger ... si Yuna ini mantan pacarnya Pak Lian, loh.”

 

“What!? Serius!?”

 

Selma menganggukkan kepala.

 

“Berarti, kemungkinan besar memang ada dendam pribadi antara Bu Belli dan Yuna.”

 

“Sudah, kerja, kerja! Jangan gosipin orang terus!” sergah Pak Tono.

 

Selma dan Bagus menahan tawa. Mereka kembali fokus bekerja dengan pikirannya masing-masing.

 

Sementara itu, Yuna melangkah dengan pasti memasuki ruangan Bellina. Ia tidak akan membiarkan Bellina terus menindas dan mempermalukan dirinya. Berkat Yeriko, ia memiliki keberanian lebih untuk melawan Bellina.

 

“Permisi ...!” Yuna membuka pintu ruangan Bellina. Ia tersenyum manis sambil melangkahkan kaki mendekati meja Bellina. Ia langsung meletakkan kopi yang ia bawa ke atas meja kerja Bellina.

 

“Makasih!” tutur Bellina ketus tanpa menoleh ke arah Yuna.

 

“Syukur deh kalo dia lagi sibuk, mudahan lupa,” batin Yuna sambil berbalik dan melangkah perlahan.

 

“Tunggu!” seru Bellina.

 

Yuna menghentikan langkah sambil menghela napas. Ia berbalik dan tersenyum ke arah Bellina. “Ada apa, Bu?” tanyanya sambil tersenyum manis.

 

“Nggak usah pura-pura manis di depanku!” sentak Bellina. “Duduk!” perintahnya sambil menunjuk kursi yang ada di depannya menggunakan dagu.

 

Yuna tersenyum kecut. Ia langsung duduk di kursi yang ditunjuk Bellina. “Ini yang namanya kursi panas? Udah kayak lagi di dalam studio Who Wants to Be a Millionare aja,” batin Yuna. Jantungnya berdegup kencang, namun ia tetap berusaha bersikap santai.

 

“Tugas yang kemarin aku suruh sudah dikerjain?” tanya Bellina.

 

“Sudah.”

 

“Soal Job Description kamu, sudah dihafalin?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“PPH 21 perhitungannya gimana?”

 

“PKP Setahun setelah dikurangi PTKP dikali lima persen, dibagi dua belas bulan,” jawab Yuna.

 

Bellina menatap Yuna. Ia tidak menyangka kalau Yuna bisa menjawab pertanyaannya dengan mudah. Ia mengajukan beberapa pertanyaan lagi dan bisa dijawab dengan lancar oleh Yuna.

 

“Gimana cara menghitung produktivitas tenaga kerja?” tanya Bellina.

 

“Eh!?” Yuna menggaruk kepalanya. “Bukannya itu nggak masuk di job aku?”

 

“Semuanya saling berkaitan. Kamu bikin perhitungan tunjangan, premi dan potongan upah karyawan. Pastinya pengaruh ke produktivitas tenaga kerja, dong.”

 

Yuna menggigit bibir bawahnya. Ia hanya fokus mempelajari job description pekerjaannya saja dan belum sempat mempelajari job description rekan kerja yang lain.

 

“Kamu nggak serius mau kerja di sini? Masih banyak main-main!” sentak Bellina.

 

Yuna menahan amarah, ia menatap Bellina kesal.

 

“Oh ... aku tahu, pasti karena sekarang sudah jadi istri mudanya sugar daddy, makanya kamu nggak serius mau kerja di sini.”

 

“Aku nggak pernah bilang begitu,” sahut Yuna. “Lagian, aku baru dua hari masuk kerja. Wajar kalau aku emang belum tahu kerjaan yang lainnya.”

 

Bellina tersenyum sinis menatap Yuna. “Alasan! Kamu pikir, aku percaya gitu aja sama kamu? Aku juga nggak bakalan takut sama kamu meskipun kamu diantar pakai mobil mewah ke kantor. Mobil itu, pasti punya laki-laki tua yang kaya raya itu kan? Kamu sengaja minta antar ke kantor biar semua orang tahu kalau kamu orang kaya!?”

 

Yuna merapatkan bibir dan langsung menggebrak meja Bellina. “Heh! Kalo ngomong jangan sembarangan ya! Aku memang bukan orang kaya. Tapi aku nggak se-matre kamu!” sentak Yuna. “Kamu deketin Lian, bahkan sampe rela ngasih tubuh kamu ke dia juga karena uang yang dia punya kan? Kalau Lian bukan pewaris Wijaya Group, apa kamu mau tidur sama dia, hah!?”

 

“Kamu juga mau nikah sama Oom-Oom kaya demi duit kan? Masih mending Lian kali. Daripada nikah sama laki-laki tua bangka. Apa kata dunia? Kelihatan banget kalo kamu cuma mau duitnya aja!” sahut Bellina.

 

Yuna memainkan bibirnya mengikuti ucapan Bellina.

 

“Seenggaknya, aku nggak tidur sama pacar orang!” sahut Yuna. “Kasihan banget sih kamu. Cuma demi harta, kamu rela ngasih tubuh kamu ke pacarnya orang lain. Udah gitu, pacar adik sepupu kamu sendiri? Kenapa? Nggak laku sama yang lain? Masih mending cewek-cewek di Dolly, mereka masih lebih laku daripada kamu!”

 

“Kamu ...!?” Bellina menunjuk wajah Yuna. “Bener-bener nggak tahu diri!”

 

“Kamu yang nggak tahu diri!” sahut Yuna. Ia makin membusungkan dada melawan Bellina. “Udah ngambil pacar orang, masih aja nggak ngerasa bersalah sama sekali. Dasar Pelakor!”

 

“Kamu!? Bener-bener udah berani sama aku, hah!?” Bellina melayangkan tangannya ke wajah Yuna.

 

Dengan cepat, Yuna menahan tangan Bellina dan mencengkeram sangat erat. “Jangan macam-macam sama aku! Kamu tahu kan, aku ini istrinya orang yang kaya raya. Perawatan kulitku mahal banget,” tutur Yuna sambil tersenyum. Membuat Bellina semakin emosi menatap Yuna.

 

(( Bersambung ... ))

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas