Bellina melihat Yuna
turun dari mobil Land Rover putih milik Yeriko. “Yuna ...!” teriaknya. Ia kesal
melihat Yuna diantar dengan mobil mewah oleh suaminya.
Yuna langsung menoleh
ke arah Bellina dan bergegas menghampirinya.
“Cepet masuk kerja!
Udah jam berapa ini?”
Yuna menganggukkan
kepala. Suasana hatinya sedang baik dan ia tidak ingin berdebat dengan Bellina.
“Belikan aku Capuccino,
antar ke ruanganku!” perintah Bellina sambil berlalu pergi.
Yuna menghela napas
sambil memutar bola matanya. Ia bergegas ke kantin terlebih dahulu untuk
memesan kopi. Kemudian, ia naik ke atas sambil membawakan secangkir kopi
capuccino untuk Bellina.
“Pagi ...!” sapa Yuna
saat masuk ke ruangannya.
“Pagi juga!” sahut
teman-teman seruangannya secara serentak.
“Eh, pagi-pagi udah
beli kopi aja nih,” celetuk Selma.
“Pesenannya Bu Bos,”
sahut Yuna.
“Bellina?”
Yuna menganggukkan
kepala.
“Dia itu aneh. Dikira
kamu OB apa ya? Setiap hari suruh bawain kopi ke ruangannya.”
Yuna tersenyum. Ia
meletakkan tasnya ke atas meja dan melangkah pergi. “Tenang aja! Dia nggak
bakal betah ngerjain aku terus-terusn.”
Selma, Bagus, dan Pak Tono menatap Yuna yang keluar
dari ruangannya.
“Eh, kamu yakin si Yuna
bakal betah kerja di sini kalau dia digituin terus sama Bu Belli?” tanya Bagus.
Selma mengedikkan
bahunya. “Kita lihat aja nanti!”
“Dia itu polos, baik, dan rajin juga. Kenapa Bellina sampai
segitu bencinya sama Yuna? Ckckck,” sahut Pak Tono.
“Takut kalah saing
mungkin,” tutur Bagus sambil cekikikan.
“Kalah saing gimana?”
tanya Selma sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Yuna itu kan cantik
banget. Siapa tahu aja dia takut tersaingi. Kemarin, aku lihat mereka berdebat
di depan Pak Lian,” tutur Bagus.
“Serius!?”
Bagus menganggukkan
kepala.
“Pak Lian belain
siapa?”
“Ya pasti belain
pacarnya,” jawab Bagus.
“Eh, tapi ... aku
denger-denger ... si Yuna ini mantan pacarnya Pak Lian, loh.”
“What!? Serius!?”
Selma menganggukkan
kepala.
“Berarti, kemungkinan
besar memang ada dendam pribadi antara Bu Belli dan Yuna.”
“Sudah, kerja, kerja!
Jangan gosipin orang terus!” sergah Pak Tono.
Selma dan Bagus menahan
tawa. Mereka kembali fokus bekerja dengan pikirannya masing-masing.
Sementara itu, Yuna
melangkah dengan pasti memasuki ruangan Bellina. Ia tidak akan membiarkan
Bellina terus menindas dan mempermalukan dirinya. Berkat Yeriko, ia memiliki
keberanian lebih untuk melawan Bellina.
“Permisi ...!” Yuna
membuka pintu ruangan Bellina. Ia tersenyum manis sambil melangkahkan kaki
mendekati meja Bellina. Ia langsung meletakkan kopi yang ia bawa ke atas meja
kerja Bellina.
“Makasih!” tutur
Bellina ketus tanpa menoleh ke arah Yuna.
“Syukur deh kalo dia
lagi sibuk, mudahan lupa,” batin Yuna sambil berbalik dan melangkah perlahan.
“Tunggu!” seru Bellina.
Yuna menghentikan
langkah sambil menghela napas. Ia berbalik dan tersenyum ke arah Bellina. “Ada
apa, Bu?” tanyanya sambil tersenyum manis.
“Nggak usah pura-pura
manis di depanku!” sentak Bellina. “Duduk!” perintahnya sambil menunjuk kursi
yang ada di depannya menggunakan dagu.
Yuna tersenyum kecut.
Ia langsung duduk di kursi yang ditunjuk Bellina. “Ini yang namanya kursi
panas? Udah kayak lagi di dalam studio Who Wants to Be a Millionare
aja,” batin Yuna. Jantungnya berdegup kencang, namun ia tetap berusaha bersikap
santai.
“Tugas yang kemarin aku
suruh sudah dikerjain?” tanya Bellina.
“Sudah.”
“Soal Job Description
kamu, sudah dihafalin?”
Yuna menganggukkan
kepala.
“PPH 21 perhitungannya gimana?”
“PKP Setahun setelah
dikurangi PTKP dikali lima persen, dibagi dua belas bulan,” jawab Yuna.
Bellina menatap Yuna.
Ia tidak menyangka kalau Yuna bisa menjawab pertanyaannya dengan mudah. Ia
mengajukan beberapa pertanyaan lagi dan bisa dijawab dengan lancar oleh Yuna.
“Gimana cara menghitung
produktivitas tenaga kerja?” tanya Bellina.
“Eh!?” Yuna menggaruk
kepalanya. “Bukannya itu nggak masuk di job aku?”
“Semuanya saling
berkaitan. Kamu bikin perhitungan tunjangan, premi dan potongan upah karyawan.
Pastinya pengaruh ke produktivitas tenaga kerja, dong.”
Yuna menggigit bibir
bawahnya. Ia hanya fokus mempelajari job description pekerjaannya saja dan
belum sempat mempelajari job description rekan kerja yang lain.
“Kamu nggak serius mau
kerja di sini? Masih banyak main-main!” sentak Bellina.
Yuna menahan amarah, ia
menatap Bellina kesal.
“Oh ... aku tahu, pasti
karena sekarang sudah jadi istri mudanya sugar daddy, makanya kamu nggak serius
mau kerja di sini.”
“Aku nggak pernah
bilang begitu,” sahut Yuna. “Lagian, aku baru dua hari masuk kerja. Wajar kalau
aku emang belum tahu kerjaan yang lainnya.”
Bellina tersenyum sinis
menatap Yuna. “Alasan! Kamu pikir, aku percaya gitu aja sama kamu? Aku juga
nggak bakalan takut sama kamu meskipun kamu diantar pakai mobil mewah ke
kantor. Mobil itu, pasti punya laki-laki tua yang kaya raya itu kan? Kamu
sengaja minta antar ke kantor biar semua orang tahu kalau kamu orang kaya!?”
Yuna merapatkan bibir
dan langsung menggebrak meja Bellina. “Heh! Kalo ngomong jangan sembarangan ya!
Aku memang bukan orang kaya. Tapi aku nggak se-matre kamu!” sentak Yuna. “Kamu
deketin Lian, bahkan sampe rela ngasih tubuh kamu ke dia juga karena uang yang
dia punya kan? Kalau Lian bukan pewaris Wijaya Group, apa kamu mau tidur sama
dia, hah!?”
“Kamu juga mau nikah
sama Oom-Oom kaya demi duit kan? Masih mending Lian kali. Daripada nikah sama
laki-laki tua bangka. Apa kata dunia? Kelihatan banget kalo kamu cuma mau
duitnya aja!” sahut Bellina.
Yuna memainkan bibirnya
mengikuti ucapan Bellina.
“Seenggaknya, aku nggak
tidur sama pacar orang!” sahut Yuna. “Kasihan banget sih kamu. Cuma demi harta,
kamu rela ngasih tubuh kamu ke pacarnya orang lain. Udah gitu, pacar adik
sepupu kamu sendiri? Kenapa? Nggak laku sama yang lain? Masih mending cewek-cewek
di Dolly, mereka masih lebih laku daripada kamu!”
“Kamu ...!?” Bellina
menunjuk wajah Yuna. “Bener-bener nggak tahu diri!”
“Kamu yang nggak tahu
diri!” sahut Yuna. Ia makin membusungkan dada melawan Bellina. “Udah ngambil
pacar orang, masih aja nggak ngerasa bersalah sama sekali. Dasar Pelakor!”
“Kamu!? Bener-bener
udah berani sama aku, hah!?” Bellina melayangkan tangannya ke wajah Yuna.
Dengan cepat, Yuna
menahan tangan Bellina dan mencengkeram sangat erat. “Jangan macam-macam sama
aku! Kamu tahu kan, aku ini istrinya orang yang kaya raya. Perawatan kulitku
mahal banget,” tutur Yuna sambil tersenyum. Membuat Bellina semakin emosi
menatap Yuna.
0 komentar:
Post a Comment