Sinar mentari kembali
menyapa Yuna di pagi hari. Sinar hangat menyentuh pipi Yuna yang lembut. Yuna
tersenyum sambil memejamkan mata. Ia merasa sangat nyaman dan enggan beranjak
dari tempat tidurnya.
Tiba-tiba, Yuna membuka
mata dan melebarkan kelopak matanya. Ia menatap jendela kamar yang tirainya
perlahan bergerak terbuka.
“Jam berapa ini?” Yuna
langsung menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah
tujuh pagi. Ia baru menyadari kalau tirai kamarnya selalu terbuka secara
otomatis.
“Duh, aku kesiangan
lagi.” Yuna langsung turun dari tempat tidur. Ia buru-buru merapikan tempat
tidur.
“Beres. Tinggal mandi.”
Yuna berbalik dan langsung menabrak Yeriko yang baru saja kembali dari lari
pagi.
“Baru bangun?” tanya
Yeriko.
“Hehehe.” Yuna
menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Yeriko
langsung melepas t-shirt yang dia kenakan.
Yuna langsung
mengerjapkan mata dan berbalik. Ia menutup wajah dengan kedua telapak
tangannya. “Kenapa lepas baju di sini sih?” gumam Yuna.
Yeriko tersenyum kecil.
“Kamu lucu banget sih? Kita udah nikah. Emangnya nggak boleh buka baju depan
istri sendiri?”
“Eh!? Bu … bu … bukan
gitu. A … a … ak … u … aku …” Yuna kesal dengan dirinya sendiri. Ia tak bisa
menutupi rasa gugup yang menyelimuti hatinya.
Yeriko semakin senang
melihat ekspresi Yuna yang canggung. Ia langsung memeluk Yuna dari belakang.
Yuna membelalakkan
matanya. Ia tak bisa menahan degup jantungnya yang semakin kencang. “Astaga!
Jantungku bisa copot dari tempatnya kalo kayak gini,” batin Yuna.
Yeriko tersenyum kecil
melihat pipi Yuna yang mulai merona. “Kamu belum mandi?”
Yuna menggelengkan
kepala.
“Kenapa jam segini
belum mandi. Nunggu aku mandiin?” bisik Yeriko.
“Eh!?” Yuna menggelengkan
kepalanya. Ia langsung melepas lengan Yeriko dan berlari ke kamar mandi dengan
wajah yang memerah.
“Mandinya cepet! Aku
mau mandi juga!” teriak Yeriko dari balik pintu kamar mandi.
Yuna langsung menoleh
ke arah pintu. “Iya. Sebentar lagi selesai,” sahutnya.
Yuna bergegas melepas
pakaiannya dan langsung mandi.
Beberapa menit
kemudian, Yuna keluar dari kamar mandi. Ia melirik Yeriko yang masih bersandar
di sisi pintu dan masih bertelanjang dada.
“Ganti baju! Tunggu aku
di bawah!” perintah Yeriko sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Yuna menganggukkan
kepala. Ia bergegas mengganti pakaiannya. Kemudian turun ke lantai bawah.
“Pagi, Bi!” sapa Yuna.
“Pagi ... sudah
bangun?” tanya Bibi War sambil menyusun sarapan pagi di atas meja.
Yuna menganggukkan
kepala. “Aku bantu, ya!”
Bibi War tersenyum
menatap Yuna yang terlihat ceria dan bersemangat menyiapkan sarapan pagi.
“Ini ... kopi buat Yeriko?” tanya Yuna.
Bibi War menganggukkan
kepala.
“Taruh sini aja, Bi!
Aku ganti susu aja ya!”
“Tapi, Mbak. Nanti Mas
Yeri marah sama Bibi kalo nggak dibikinin kopi.”
Yuna tersenyum
menanggapi ucapan Bibi War. “Bilang aja aku yang ganti. Aku mau lihat, dia
marahnya kayak apa?”
“Ah, Mbak Yuna bisa
aja. Mas Yeri kalo marah serem banget!”
“Oh ya?”
“Iya. Kayak singa.”
Yuna tergelak sambil
membuat dua gelas susu. “Nanti aku jinakin.”
“Ah, Mbak Yuna bisa
aja. Kalo deket Mbak Yuna, dia jadi kayak kelinci. Penurut dan banyak senyum.”
“Oh ya? Emangnya dia
jarang senyum, Bi?”
“Jarang. Bibi yang udah
lama ngerawat Mas Yeri dari kecil aja jarang banget lihat dia senyum. Sebulan
sekali belum tentu. Semenjak kenal sama Mbak Yuna, dia banyak berubah.”
“Oh ya? Apa aja yang
berubah?” tanya Yuna penasaran.
“Ya itu ... yang tadi.
Jadi sering senyum dan ... biasanya si Riyan udah ke sini pagi-pagi banget buat
jemput Mas Yeri ke kantor. Akhir-akhir ini, dia bawa mobil sendiri dan antar
jemput Mbak Yuna juga. Mendadak jadi supir pribadi,” bisik Bibi War.
Yuna tergelak mendengar
ucapan Bibi War. “Ah, Bibi bisa aja.”
Bibi War terkekeh. “Sst
...! Mas Yeri udah turun. Jangan bilang kalau Bibi bocorin rahasianya ya!”
Yuna mengangguk sambil
tersenyum. Ia membawa dua gelas susu ke atas meja makan.
Yeriko duduk di salah
satu kursi dan Yuna duduk di sebelahnya. Ia mengernyitkan dahi melihat segelas
susu yang ada di hadapannya.
“Kopiku mana?” tanya
Yeriko.
Yuna tersenyum menatap
Yeriko. “Aku ganti pakai susu. Lebih sehat buat kamu.”
“Oh.” Yeriko langsung
mengambil gelas susu dan menyesapnya.
“Kenapa?” tanya Yuna
saat melihat ekspresi wajah Yeriko yang kurang senang.
Yeriko tersenyum
menatap Yuna. “Pagi-pagi minum susu enak juga. Apalagi kalau ...” Yeriko
menatap dada Yuna.
Yuna langsung menutupi
dadanya. “Nggak usah macem-macem!” dengusnya.
Yeriko tertawa kecil.
“Dasar mesum,” celetuk
Yuna.
“Apa?”
“Eh, nggak papa,” jawab
Yuna meringis.
Yeriko mendekatkan
wajahnya ke wajah Yuna. “Aku ini suami kamu. Kamu tega ngatain aku mesum?
Bukannya ... seharusnya kamu memang melayani suami kamu dengan baik?”
Yuna melebarkan kelopak
matanya. “Ta ... ta .. tapi ... aku ...”
Yeriko tersenyum kecil
dan mengecup bibir Yuna.
Yuna balas tersenyum.
“Kamu selalu memperlakukan aku begitu manis. Gimana aku bisa nolak?” bisiknya
dalam hati sambil menggigit bibir bawahnya.
“Kenapa ngelamun? Nggak
mau sarapan?” tanya Yeriko sambil menyuap makanan ke mulutnya.
“Eh!?” Yuna gelagapan
dan langsung ikut menikmati sarapan pagi bersama dengan Yeriko. Untuk pertama
kalinya, ia merasakan sarapan pagi yang begitu manis dan indah.
Yeriko, bukan pria yang
mudah mengatakan cinta. Namun, sikapnya terhadap Yuna telah menunjukkan kalau
ia sangat mencintai gadis itu. Sekalipun ia tak pernah mengatakannya.
Usai sarapan pagi.
Yeriko mengantar Yuna pergi ke tempat kerjanya.
“Yang semalam udah kamu
pelajari?” tanya Yeriko.
Yuna menganggukkan
kepala.
“Apa yang kamu ingat?”
“Eh!?” Yuna menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. “Aku ketiduran ...” lanjutnya lirih.
Yeriko tersenyum kecil
sambil menatap wajah Yuna yang duduk di sampingnya.
“Gimana kamu menghadapi
atasan kamu?” tanya Yeriko.
Yuna menghela napas.
“Entahlah,” jawabnya tak bersemangat.
Yeriko tersenyum kecil
menatap Yuna. Ia mulai menjelaskan tentang pekerjaan yang ia hadapi di
kantornya.
“Kamu kemarin tanya
soal perhitungan BPJS Ketenagakerjaan kan?”
Yuna menganggukkan
kepala.
“Semua perusahaan
peraturannya pasti sama. 5.74% ditanggung perusahaan, 2% ditanggung pekerja
untuk JHT-nya.”
Yuna
mengangguk-anggukkan kepala. Ia mengambil notes dan pena dari dalam tasnya.
“Persentasenya diambil
dari gaji bruto atau netto?” tanya Yuna.
“Tergantung kebijakan
perusahaan.”
“Maksudnya?”
“Setiap perusahaan
punya kebijakan yang berbeda untuk pelaporan upah karyawannya. Yang wajar, gaji
pokok ditambah lembur dan tunjangan. Agak ribet ngerjainnya karena upahnya
pasti berubah setiap bulan setiap karyawannya. Yang paling mudah, laporkan gaji
pokoknya saja karena perubahan upahnya nggak setiap bulan.”
Yuna
mengangguk-anggukkan kepala.
Yeriko kembali
menjelaskan soal sistem BPJS Kesehatan dan perpajakan yang harus dikerjakan di
perusahaannya.
Yuna menatap Yeriko
dengan mata berbinar. Ia merasa sangat hangat dan semakin mengagumi Yeriko.
“Kenapa malah lihatin
aku kayak gitu?” tanya Yeriko.
“Nggak papa. Pengen
lihatin aja.” Yuna menopang dagu dengan punggung tangannya sambil menatap
Yeriko.
Yeriko tersenyum sambil
mengusap ujung kepala Yuna. “Sudah sampai,” ucapnya sambil menghentikan
mobilnya di depan kantor PT. Raya Wijaya.
Yuna tersenyum sambil
menganggukkan kepala. Ia masih menatap Yeriko yang duduk di sampingnya. “Nggak
nyangka, aku punya bakal punya suami yang ganteng, pinter dan perhatian banget.
Kayak mimpi yang jadi kenyataan. Bener-bener pangeran berkuda putih yang
mengagumkan,” batin Yuna.
Yeriko melambaikan
tangannya ke wajah Yuna. “Hei ... kenapa malah ngelamun!?”
“Eh ... oh ... eh ...
sudah sampai ya?” Yuna gelagapan dan langsung melepas safety belt miliknya.
Yeriko tersenyum kecil
menatap Yuna.
“Makasih ya, udah
anterin aku!” tutur Yuna sambil membuka pintu mobil.
Yeriko menganggukkan
kepala. “Selamat bekerja!”
Yuna menganggukkan
kepala. Ia berhenti bergerak dan berbalik menatap Yeriko.
“Ada apa lagi?”
Yuna menyondongkan
tubuhnya ke arah Yeriko dan mencium pipi cowok itu. Dengan cepat, ia langsung
keluar dari mobil Yeriko. Menutup kembali pintu mobil mobil Yeriko.
Yuna melambaikan tangan
saat Yeriko mulai menjalankan mobilnya kembali meninggalkan halaman kantor
Yuna.
Baca terus kisah seru mereka
ya! Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin
ceritanya lebih seru lagi. Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal
bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment