Thursday, January 23, 2025

Bab 18 - Everything for You

 


“Kalian sudah menikah, banyaklah saling bicara,” ujar Bibi War sambil meletakkan secangkir kopi untuk Yeriko.

 

“Makasih, Bi!” ucap Yeriko. Ia tersenyum menatap Yuna.

 

“Mau makan sekarang? Biar Bibi siapin.”

 

“Udah laper?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna hanya meringis menanggapi pertanyaan Yeriko. Ia langsung memegang perutnya yang tiba-tiba berbunyi.

 

“Siapin sekarang, Bi!” pinta Yeriko.

 

Bibi War menganggukkan kepala dan bergegas menyiapkan makanan untuk Yuna dan Yeriko.

 

“Kenapa design rumah ini monoton banget?” tanya Yuna.

 

“Kamu maunya seperti apa?”

 

“Mmh ... mungkin bisa lebih ceria kalau dipasang wallpaper gambar mawar warna pink,” tutur Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil. “Boleh.”

 

“Hah!? Serius?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna menahan tawa. “Eh, serius? Dia nggak marah kalau tiba-tiba rumahnya berubah jadi nuansa pink?” tanyanya dalam hati.

 

“Mmh ... aku juga nggak mau sprei kamar warna putih atau abu-abu. Kalau diganti gambar princess gimana?”

 

Yeriko mengangguk.

 

Yuna mengernyitkan dahi menatap Yeriko. “Kamu nggak keberatan?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Sejak masuk rumah ini, kamu adalah nyonya di rumah. Kamu boleh lakuin apa aja yang kamu suka,” ucapnya sambil menyolek hidung Yuna yang mungil.

 

Yuna tersipu, ia tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. “Makasih ...!” Yuna langsung memeluk Yeriko.

 

Yeriko tersenyum, ia menarik tubuh Yuna ke pangkuannya.

 

“Eh!?” Yuna tertegun menatap Yeriko.

 

Yeriko tersenyum, ia langsung mengulum bibir Yuna yang manis. Ia bisa ikut merasakan sup jahe yang baru saja diminum oleh Yuna.

 

Bibi War menghentikan langkahnya saat melihat Yuna dan Yeriko sedang asyik berciuman. Ia tersenyum bahagia melihat kemesraan keduanya.

 

Yuna langsung mendorong dada Yeriko begitu menyadari Bibi War berdiri di dekat mereka.

 

Yeriko mengangkat kedua alis. Ia menoleh ke arah pandangan Yuna. “Oh ... Bibi, kenapa?”

 

“Makanannya sudah siap,” jawab Bibi War sambil menahan senyum.

 

“Oke.” Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tersenyum sambil menundukkan kepalanya. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

 

“Hei, kenapa?” tanya Yeriko sambil mendekatkan wajahnya.

 

“Malu sama Bibi,” jawab Yuna lirih.

 

Yeriko tertawa kecil. “Malu kenapa? Kamu kan istri aku.”

 

Yuna menurunkan tangannya perlahan. “Iya ... tapi ...”

 

Yeriko mengecup bibir Yuna dan menarik lengannya, membawanya pergi ke meja makan untuk makan bersama.

 

“Gimana kerjaan kamu hari ini?” tanya Yeriko sambil menikmati makan malam bersama.

 

“Mmh ... sangat melelahkan.”

 

“Kenapa?”

 

“Banyak banget yang harus dikerjain.”

 

Yeriko mengangkat kedua alisnya. “Bukannya kamu baru mulai kerja?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Atasanku langsung ngasih tugas banyak banget. Kayaknya dia ada dendam pribadi sama aku.”

 

Yeriko tertawa kecil.

 

“Kenapa ketawa?”

 

“Bukannya baru mulai kerja? Dendam pribadi gimana?”

 

Yuna mengedikkan bahu. “Mungkin aja dia iri sama aku karena aku lebih cantik dari dia,” tutur Yuna bergurau.

 

“Hahaha.” Yeriko tergelak mendengar pernyataan Yuna.

 

Yuna mencebik ke arah Yeriko. “Ketawamu ngolok!”

 

Yeriko terkekeh. “Nggak, kok. Kamu emang yang paling cantik.”

 

“Gombal!” sahut Yuna. Pipinya menghangat mendengar Yeriko memujinya.

 

“Kalo kamu nggak cantik, aku nggak bakal pilih kamu jadi istriku,” tutur Yeriko.

 

“Oh ... jadi, suka sama aku karena cantiknya doang!?” dengus Yuna.

 

Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

Jujur banget nih cowok,” celetuk Yuna dalam hatinya.

 

“Mmh ... aku kan masih dalam masa percobaan. Ada tugas banyak dari kantor dan aku nggak ngerti,” tutur Yuna sambil memainkan sendok makannya.

 

“Nggak usah sedih! Nanti aku bantu.”

 

“Serius?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Usai makan malam bersama, Yeriko dan Yuna naik ke ruang kerja yang ada di sebelah kamar Yeriko.

 

Dengan sabar, Yeriko menjelaskan beberapa pekerjaan yang ditunjukkan Yuna.

 

“Paham nggak?” tanya Yeriko setelah selesai menjelaskan.

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

Yeriko menghela napas. Ia tidak tahu kenapa Yuna begitu sulit memahami penjelasannnya.

 

Yuna tidak fokus menerima penjelasan materi dari Yeriko. Ia sibuk menatap wajah cowok itu dan terus mengagumi setiap senti bagian tubuhnya.

 

“Udah ganteng, pinter ...” gumam Yuna dalam hati.

 

“Eh, pantes aja nggak paham-paham. Kamu ngelamun terus!” Yeriko mengetuk dahi Yuna.

 

“Eh!?” Yuna menyentuh dahinya sendiri.

 

Yeriko bangkit dari sofa. Ia mencari beberapa berkas yang tersusun rapi di lemari yang ada di belakang meja kerjanya. Yeriko mengambil satu jilid dokumen dan memberikannya pada Yuna.

 

“Ini apa?” Yuna mengernyitkan dahinya.

 

“Baca!”

 

Yuna mengerutkan bibirnya sambil menatap berkas yang ada di tangannya.

 

“Itu dokumen perhitungan BPJS, Tunjangan Karyawan dan Perpajakan. Kamu bisa pakai itu sebagai acuan perhitungan laporan kamu.”

 

Yuna menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. “Aku pusing!” serunya sambil menutup wajahnya dengan berkas yang ada di tangannya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Kamu, dijelasin langsung nggak fokus. Pelajari sendiri! Kalau ada yang bingung, tanya aja! Aku mau ngecek laporanku dulu!” Yeriko melangkah menuju meja kerja dan membuka laptop miliknya.

 

Yuna membuka dokumen dari halaman pertama dan membacanya. Ia mulai merasa bosan, deretan tulisan yang ada di atas kertas tiba-tiba melayang ke mana-mana dan membuatnya menguap beberapa kali. Ia tak lagi fokus mempelajari berkas yang diberikan Yeriko.

 

Yuna menguap beberapa kali, sampai akhirnya terlelap di sofa.

 

Yeriko menggelengkan kepala menatap Yuna yang sudah tertidur. Ia segera menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian bangkit dari meja kerja dan menghampiri Yuna yang sudah terlelap di atas sofa.

 

Yeriko menatap wajah Yuna selama beberapa menit. “Kamu makin cantik kalau lagi tidur kayak gini.” Ia mengelus lembut pipi Yuna yang lembut.

 

Yeriko menghela napas sejenak dan menggendong tubuh Yuna. Membawanya keluar dari ruang kerja dan masuk ke dalam kamar.

 

Yeriko meletakkan tubuh Yuna ke atas tempat tidur dengan hati-hati agar tidak membuat Yuna terbangun. Yeriko ikut berbaring di samping Yuna sambil menatap lekat gadis cantik yang sedang bersamanya itu.

 

Yeriko mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna. Tanpa sadar, ia mencium bibir Yuna yang mungil. Yeriko menarik perlahan baju Yuna hingga ia bisa melihat belahan dada Yuna yang begitu menggoda birahinya. Yeriko mendekatkan bibirnya dan mengecup dada Yuna yang mulus.

 

Yeriko menghentikan gerakannya saat mendengar nada dering ‘Sencha’ yang keluar dari ponselnya.

 

“Siapa sih yang telepon malam-malam gini?” Yeriko langsung menyambar ponsel dari atas meja. Ia menatap nama ‘Lutfi. A Villa’ di ponselnya.

 

“Halo ...!” sapa Yeriko.

 

“Hei ... pengantin baru! Lagi apa malam-malam gini?”

 

“Tidur.”

 

“Tidur? Udah enak-enak?”

 

“Enak-enak apanya?”

 

“Halah ... nggak usah pura-pura polos! Gimana rasanya jadi pengantin baru?” tanya Lutfi.

 

“Hmm ... enak.”

 

“Enak ya? Udah ada yang nemenin tidur?”

 

Yeriko tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi.

 

“Eh, semalam main berapa kali?” tanya Lutfi.

 

“Main apaan?”

 

“Hadeh, jangan pura-pura nggak tahu!”

 

Yeriko tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi.

 

“Mana suaranya istri kamu?”

 

“Udah tidur.”

 

“Jam segini udah tidur? Udah ngasih jatah apa belum? Hihihi.”

 

“Nggak usah iseng!”

 

“Yee ... kalian kan pengantin baru. Aku mau belajar dulu sama kamu. Nanti kalo udah nikah, aku bisa praktekkan dengan baik.”

 

“Aku nggak tega ganggu dia tidur.”

 

“Hahaha.”

 

“Kenapa ketawa?”

 

“Jadi, kalian belum ngapa-ngapain selama nikah?”

 

“Belum.”

 

“Payah!”

 

Yeriko tak menyahut.

 

“Harusnya, sebagai istri inisiatif dong ngasih jatah buat suami biar suaminya semangat cari uang. Hahaha.”

 

“Jangan gitu! Biar gimana pun, dia itu kakak ipar kalian. Jangan sekali-sekali bikin dia jadi minder dan menindas dia ya! Aku bakal bikin perhitungan sama kalian kalo berani macem-macem!”

 

Lutfi tergelak mendengar ucapan Yeriko. “Siap Kaka!”

 

“Kalian di mana malam-malam gini?”

 

“Di Bar. Kenapa?”

 

“Sama Chandra?”

 

“Iya. Kenapa?”

 

“Nggak papa.”

 

“Udah, kamu nikmati aja waktu-waktu jadi pengantin baru. Buruan di-eksekusi lah! Kalah sama cewek bar,” tutur Lutfi.

 

“Jangan samain Yuna sama cewek bar!” tegas Yeriko.

 

“Hahaha. Iya, iya.”

 

Yeriko langsung menutup telepon. Ia melirik Yuna yang sudah terlelap di sebelahnya. Ia tersenyum, memejamkan mata dan ikut terlelap.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas