Thursday, January 23, 2025

Bab 15 - Hari Pertama Magang

 


Ponsel Yuna berdering. Yuna meraba tempat tidurnya, mencari sumber suara Ia langsung bangkit saat tak bisa menemukan ponsel di atas kasurnya.

 

Yuna menatap ponsel yang tergeletak di atas meja dan langsung meraihnya. “Halo ...!” jawabnya dengan nada sayu.

 

“Hah!? Are you seriously?” Yuna langsung berteriak begitu mendengar berita via telepon. “Oke. Thank you!”

 

Yuna langsung menutup panggilan telepon. Ia melompat riang gembira di atas tempat tidur. Kemudian memeluk ponsel dan merebahkan tubuhnya ke atas kasur.

 

“Akhirnya ... aku dapet tempat magang juga!” seru Yuna.

 

“Eh!? Jam berapa ini?” tanyanya sambil menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. “Udah sesiang ini!?” Yuna langsung melompat dari atas ranjang dan berlari menuju kamar mandi.

 

Yuna menghentikan langkahnya saat akan masuk ke kamar mandi. “Bukannya aku udah nikah? Suami aku mana?” Yuna mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

 

“Ya ampun, Yuna! Bego banget sih!? Bangun sesiang ini, jelas aja suami kamu udah pergi kerja. Bukannya seharusnya kamu yang nyiapin sarapan dan pakaian kerja dia? Bego! Bego! Bego!” Yuna memaki dirinya sendiri.

 

Yuna bergegas keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.

 

“Sudah bangun, Mbak?” sapa Bibi War.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Yeriko mana?”

 

“Sudah berangkat kerja dari jam enam tadi.”

 

“Jam enam? Pagi banget?”

 

“Biasanya begitu, Mbak.”

 

“Dia udah sarapan?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Yuna menundukkan kepala sambil memainkan kakinya.

 

“Kenapa, Mbak? Mbak Yuna mau sarapan sekarang? Biar Bibi siapin!”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kenapa murung?”

 

“Ini hari kedua aku resmi jadi istrinya Yeriko dan aku selalu bangun kesiangan. Aku bener-bener nggak bisa jadi istri yang baik.”

 

Bibi War tersenyum sambil merangkul pundak Yuna. “Mas Yeri, sayang banget sama Mbak  Yuna. Bahkan, Bibi nggak boleh ganggu tidurnya Mbak  Yuna,” ucapnya sambil membawa Yuna duduk di meja makan.

 

“Dia memperlakukan aku dengan sangat baik. Aku bener-bener ngerasa bersalah karena aku nggak bisa melayani suami dengan baik.” Yuna menundukkan kepala sambil memutar-mutar ponselnya.

 

TING ...!

 

Yuna langsung membuka pesan Whatsapp yang masuk di ponselnya.

 

“Jangan lupa sarapan. Kalau jenuh di rumah, pergi jalan-jalan sama sahabat kamu. Di samping tempat tidur, ada credit card. Kata sandinya, hari ulang tahunmu. Pakailah untuk bersenang-senang!”

 

Yuna membelalakkan mata membaca pesan dari nomor baru yang masuk ke ponselnya.

 

“Aargh ...!” Yuna mengacak rambutnya. Ia semakin merasa bersalah dengan kebaikan Yeriko.

 

“Kenapa, Mbak?” tanya Bibi War.

 

“Eh!? Nggak papa,” jawab Yuna. Ia segera mengetik ponsel untuk membalas pesan dari Yeriko.

 

“Hari ini ... aku dapet surat magang dari universitas. Aku bakal pergi ke PT. Raya Wijaya untuk interview magang. Makasih untuk semuanya, Suamiku. Soal kartu kredit, aku belum memerlukannya.” Yuna langsung mengirim pesan ke Yeriko.

 

“Oh ya? Kabar baik. Semoga sukses!” balas Yeriko lewat pesan.

 

Yuna tersenyum. Ia memeluk ponselnya dan bangkit dari tempat duduk.

 

“Mau ke mana? Bibi lagi siapin sarapan,” tanya Bibi War sambil membawakan nasi dan lauk ke atas meja.

 

“Aku mandi dulu!” jawab Yuna sambil bergegas pergi. Ia melenggang menaiki anak tangga penuh ceria.

 

Bibi War tersenyum menatap Yuna. “Anak itu, suasana hatinya cepat sekali berubah,” gumamnya.

 

Usai mandi, Yuna langsung bersiap dan turun ke lantai bawah. Bibi War sudah menyiapkan beberapa hidangan untuk sarapan.

 

“Mbak Yuna mau minum apa?” tanya Bibi War saat Yuna sudah duduk di kursi meja makan.

 

“Ini aja cukup, Bi,” jawab Yuna sambil menunjuk segelas air putih dengan dagunya.

 

“Oke. Kalau gitu, Bibi pergi beres-beres dulu. Mbak Yuna mau ke luar?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Makan yang banyak dan nggak perlu beresin meja makan. Biar nanti, Bibi yang beresin.”

 

“Nggak papa. Aku juga nggak buru-buru kok, Bi.”

 

“Eh, jangan gitu! Tangan Mbak Yuna yang mulus, nanti jadi kasar kayak tangannya Bibi kalau ngerjain kerjaan rumah. Bos Yeri bisa minta ganti rugi sama Bibi,” ucap Bibi War sambil menahan tawa.

 

Yuna tergelak. “Ah, Bibi bisa aja. Tanganku nggak akan lecet kalau cuma beresin meja makan.”

 

Bibi War terkekeh. Ia bergegas pergi untuk membersihkan kebun kecil yang ada di belakang rumah villa milik Yeriko.

 

Yuna segera menyelesaikan makannya dan pergi ke PT. Raya Wijaya, anak perusahan dari Wijaya Group.

 

Sesampainya di depan gedung PT. Raya Wijaya. Yuna berdiri sambil menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ada hal yang mengganggu pikirannya. Tentang masa lalu, tentang keluarga, tentang semua hal yang pernah ia lalui beberapa tahun belakangan ini.

 

Yuna menarik napas panjang. Ia melangkah dengan pasti memasuki gedung perkantoran tersebut.

 

“Permisi, Mbak. Manager Personalia ruangannya di mana ya?” tanya Yuna saat sampai di meja resepsionis.

 

“Mbak dari mana? Sudah ada janji?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Saya mahasiswa lulusan Melbourne University. Ada perintah magang dari kampus. Ini suratnya!” jawab Yuna sambil menyodorkan surat ke resepsionis.

 

“Oh ... suratnya silakan di bawa ke Manager Personalia langsung, Mbak. Ruangannya ada di lantai enam.”

 

“Oke. Makasih banyak, Mbak Cantik!” Yuna tersenyum manis sambil bergegas pergi.

 

“Ah, Mbak bisa aja. Mbak juga cantik,” sahut resepsionis sambil menatap Yuna yang berlalu menuju lift untuk naik ke lantai enam.

 

Yuna melangkah penuh percaya diri menuju ruang Manager Personalia.

 

Tok ... tok .. tok ...!

 

“Masuk!”

 

Yuna langsung membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam ruangan.

 

Seorang wanita berambut cokelat terlihat sibuk di meja kerjanya.

 

“Permisi ...!” sapa Yuna sambil melangkah masuk. “Saya mahasiswa magang dari Melbourne University ...” ucapan Yuna terhenti saat wanita berambut cokelat itu mengangkat kepala menatap Yuna.

 

“Kamu ...!?” Yuna melebarkan kelopak matanya menatap wanita yang ada di hadapannya.

 

“Kenapa? Kaget lihat aku di sini?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Bellina!? Penjilat kayak kamu nggak akan bikin aku kaget kalo ada di tempat ini,” tutur Yuna dalam hati.

 

Wanita berambut cokelat itu bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Yuna. “Sepertinya kita berjodoh,” bisiknya. “Oh ya, denger-denger, kamu udah nikah ya?”

 

“Bukan urusan kamu!” sahut Yuna.

 

Bellina tersenyum sambil menatap Yuna. “Emang bukan urusan aku sih. Tapi, sikap kamu ini bakal jadi urusanku. Kamu tahu, aku bakal jadi atasan langsung kamu. Baik-baik sama aku atau kamu bakal aku bikin menderita!” ancamnya.

 

Yuna menarik napas mendengar ucapan Bellina. Ia berusaha tersenyum manis, menutupi rasa kesal di dalam benaknya.

 

“CV kamu, aku udah tahu semua. Aku nggak bakal meriksa lagi,” tutur Bellina sambil mengitari tubuh Yuna. “Kamu bisa langsung mulai kerja hari ini.”

 

“Eh!? Beneran?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Bellina menganggukkan kepala. “Kita ini saudara, aku nggak mungkin tega nolak kamu kan?” ucapnya sambil tersenyum menatap Yuna.

 

Yuna tersenyum kecut. Walau Bellina tersenyum manis kepadanya, senyuman Bellina seperti sebuah ancaman besar untuk Yuna.

 

“Ayo, aku tunjukin meja kerjamu dan kenalin kamu ke karyawan yang lain!” ajak Bellina. Ia mengajak  Yuna keluar dari ruangannya.

 

“Selamat pagi semua!” sapa Bellina saat sudah sampai di ruang karyawan departemennya.

 

“Pagi, Bu ...!” sapa semua karyawan yang ada di dalam ruangan.

 

“Pagi ini, saya mau kenalin karyawan baru di departemen kita. Dia, salah satu karyawan yang akan magang di sini,” ucapnya sambil melirik Yuna yang berdiri di sampingnya.

 

Yuna menundukkan kepala memberi salam hormat pada semuanya. “Salam kenal, nama saya Fristi Ayuna Linandar. Cukup panggil Ayuna saja. Saya karyawan baru di sini. Mohon kerjasamanya!”

 

Semua karyawan saling pandang, kemudian menatap Yuna.

 

Bellina tersenyum. “Itu, meja kerja kamu!” ucapnya sambil menunjuk meja kerja yang masih kosong.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Buatkan aku kopi dan bawa ke ruanganku!” perintah Bellina.

 

“Eh!?” Yuna langsung menoleh ke arah Bellina.

 

“Aku tunggu secepatnya!” ucapnya sambil berlalu pergi.

 

Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak semangat melangkah menuju meja kerjanya.

 

“Kamu yang sabar ya! Bu Belli memang kayak gitu,” bisik karyawan yang duduk di sebelah Yuna.

 

Yuna tersenyum. Ia meletakkan tasnya ke atas meja.

 

“Kenalin, namaku Selma Indiyani. Panggil Selma aja,” tutur Selma sambil mengulurkan tangannya ke arah Yuna.

 

“Yuna,” balas Yuna mengulurkan tangan.

 

Selma tersenyum manis menatap Yuna.

 

“Dapurnya di mana ya?”

 

“Itu!” Selma menunjuk ke arah pintu  dapur.

 

“Makasih ya!” ucap Yuna. Ia bangkit dari tempat duduk dan bergegas menuju dapur untuk membuat kopi. Yuna langsung mengantarkan kopi buatannya ke ruangan Bellina.

(( Bersambung ... ))

Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas