“Yan,
udah dapet informasi soal laki-laki tua yang udah jebak Yuna?” tanya Yeriko.
Riyan menganggukkan kepala. “Namanya Lukmantoro, Direktur
di PT. Jaya Agung.”
“Jaya Agung?” Yeriko menautkan jari-jemari sambil
menopang dagunya. Ia berpikir sejenak.
Riyan menganggukkan kepala. “PT. Jaya Agung bergerak di
bidang pengadaan barang untuk pertanian dan perkebunan. Mereka memproduksi
peralatan pertanian.”
“Bagus. Cari tahu semuanya tentang perusahaan itu.
Termasuk kehidupan pribadi Direktur Gila itu. Tugasmu yang lain gimana?”
Riyan menganggukkan kepala. “Pak Adjie sudah saya
pindahkan ke rumah sakit sesuai dengan keinginan Bos. Saya belum ngasih tahu ke
Nyonya Muda, tapi saya dapat informasi dari perawat pribadi Pak Adjie kalau
Nyonya Muda sudah mengunjungi Pak Adjie di tempat yang baru.”
Yeriko mengangkat kedua alisnya. “Dia tahu dari mana?”
Riyan mengedikkan bahunya. “Mungkin dia nanya sama rumah
sakit yang lama.”
Yeriko mengangguk-anggukkan kepala. “Ternyata, dia
nggak bisa dianggap remeh juga,” batin Yeriko.
“Mmh ... dan soal buku nikah ... baru bisa diambil
besok.”
“Oke.” Yeriko merapikan jasnya. Ia bangkit dari tempat
duduk.
“Bos, masih ada jadwal ketemu klien sore ini.”
“Aku tahu. Setengah jam lagi. Kamu udah siapin
berkasnya?”
Riyan menganggukkan kepala. “Sudah, Bos!”
“Kita ke sana sekarang!”
Riyan mengangguk dan bergegas mengikuti langkah Yeriko.
Mereka bergegas menuju salah satu restoran tempat mereka akan bertemu dengan
klien bisnis mereka.
Tidak hanya makan bersama sambil membicarakan bisnis.
Yeriko terpaksa harus meminum beberapa gelas bir karena kliennya kali ini
sangat suka minum bir.
“Bos, sepertinya terlalu banyak minum,” tutur Riyan saat
mengantar Yeriko kembali ke rumah usai bertemu dengan klien.
“Aku baik-baik aja,” sahut Yeriko sambil memijat
keningnya yang berdenyut.
Riyan tak banyak bicara lagi. Ia memapah Yeriko masuk ke
dalam rumah dan membawanya ke kamar.
“Yuna sudah pulang?” tanya Yeriko sambil berbaring di
atas ranjang.
“Mmh ... nggak tahu, Bos. Apa perlu aku tanyakan ke Bibi
War?”
“Nggak perlu.”
“Mmh ... kalo gitu, aku pulang dulu!”
Yeriko mengangguk sambil memejamkan mata.
Riyan langsung bergegas turun dari kamar Yeriko. Ia
menghentikan langkah kakinya saat melihat Yuna yang baru memasuki rumah.
“Nyonya Muda ...!” sapa Riyan.
Yuna mengerucutkan bibirnya. “Jangan panggil aku Nyonya
Muda!”
“Ta ... tapi ...”
“Nggak pake tapi! Kalo kamu manggil aku Nyonya Muda lagi,
aku bakal suruh Yeriko buat ganti asisten!” ancam Yuna.
“Jangan Nyonya! Eh ...!?” Riyan menampar bibirnya
sendiri. “Tolong jangan mempersulit aku. Bos Yeri bakal marah kalau aku lancang
panggil Nyonya Muda pakai nama. Aku ...”
Yuna menghela napas menatap Riyan. “Bos kamu itu ribet
banget,” celetuk Yuna.
Riyan nyengir menatap Yuna.
“Eh, kalian baru pulang dari kantor?”
Riyan menganggukkan kepala.
“Selarut ini?” tanya Yuna.
“Mmh ... Bos abis ketemu sama klien. Dia ...” Riyan
menunjuk ke lantai atas.
“Oke. Biar aku temui dia.”
Riyan menganggukkan kepala. “Aku pulang dulu!” pamit
Riyan sambil melangkah pergi.
“Tunggu!”
“Kenapa?” tanya Riyan berbalik.
“Makasih karena udah pindahin ayah ke rumah sakit yang
bagus dan fasilitasnya juga bagus.”
Riyan tersenyum menatap Yuna. “Berterima kasihlah sama
Bos!” tuturnya sambil berlalu pergi.
Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala, ia langsung
menaiki anak tangga menuju kamar Yeriko.
Yuna menatap Yeriko yang terbaring di atas tempat tidur.
“Kenapa masih pakai sepatu dan nggak ganti baju?” gumamnya. Ia bergegas
melepaskan sepatu Yeriko.
“Yun ... A ...!” panggil Yeriko sambil mengangkat
tubuhnya.
“Eh!? Belum tidur?”
Yeriko menggelengkan kepala. Ia menarik jemari tangan
Yuna. “Masih nunggu kamu,” ucapnya sambil tersenyum.
“Aku?”
Yeriko mengangguk sambil tersenyum.
Yuna membalas senyuman Yeriko. “Oh ya, makasih karena
sudah bantu ngerawat ayah dengan baik.”
Yeriko menganggukkan kepala sambil menatap Yuna. “Sudah
kewajiban aku sebagai suami kamu.”
Yuna tersenyum. Ia merasa sangat bahagia setiap kali
melihat Yeriko berada di hadapannya.
Yeriko menarik tubuh Yuna dan memeluknya erat.
Yuna melebarkan kelopak matanya. Ia tidak tahu harus
melakukan apa di saat seperti ini. Jantungnya berdegup sangat kenang, seperti
ingin keluar dari tempatnya.
Yeriko menempelkan dahinya di dahi Yuna. Membuat perasaan
Yuna semakin tak karuan. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat hidung Yeriko
yang mancung menyentuh hidungnya.
Yeriko menempelkan bibirnya ke bibir Yuna. Dengan lembut,
ia melumat bibir Yuna yang manis.
Yuna tak mampu menolak, ia bisa merasakan aroma alkohol
dari bibir Yeriko. Setiap Yeriko melumat bibirnya dengan lembut, ia bisa
merasakan rasa manis yang keluar sedikit demi sedikit, semakin manis ... hingga
membuat dadanya sesak karena tak bisa menghirup oksigen dengan baik.
Yuna mendorong dada Yeriko dan menarik kepalanya menjauh.
“Kenapa?”
“Aku nggak bisa napas.”
Yeriko tersenyum kecil.
“Kamu bisa napas?”
Yeriko menganggukkan kepala.
Yuna tersenyum canggung. Ia bangkit dari tempat tidur.
“Aku mandi dulu!” Ia langsung berlari ke kamar mandi.
Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna yang sudah masuk ke
kamar mandi.
“Yun, kenapa kamu payah banget sih!?” Yuna menepuk-nepuk
pipi sambil menatap wajahnya di cermin.
Yuna mengatur napasnya yang tersengal. “Yun, kamu ini
sekarang seorang istri. Bahkan berciuman aja sepayah ini. Gimana bisa bahagiain
suami?”
“Aargh ...!” Yuna mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia
menyalakan kran air, melepas semua pakaiannya dan berendam di dalam bathtub
untuk menenangkan perasaannya.
Setelah satu jam, Yuna keluar dari kamar mandi dan
berbaring di tempat tidur. Ia menggigit bibir bawahnya. Perasaannya tak karuan.
“Aku harus gimana?” batinnya dalam hati.
“Mmh ... Yeriko ke mana ya?” tanyanya sambil mengedarkan
pandangannya ke seluruh ruangan.
“Udah selesai mandinya?” tanya Yeriko sambil masuk ke
dalam kamar.
Yuna menganggukkan kepala. “Dari mana?”
“Dari ruangan sebelah. Aku mandi dulu!” Yeriko langsung
masuk ke dalam kamar mandi.
Yuna kembali menggigit bibirnya. “Apa yang harus
aku lakuin? Aku belum siap.”
“Duh, kamu payah banget sih!?” rutuk Yuna sambil menatap
tubuhnya sendiri.
“Dia pernah bilang, tubuhku nggak menggairahkan sama
sekali. Apa aku ...? Aargh ...!” Yuna mengacak rambutnya sendiri.
Yuna menggigit kuku jempolnya. “Rasanya gimana ya? Sakit
nggak ya?”
“Duh, Yuna ... kamu bener-bener payah!” celetuknya sambil
menjatuhkan kepala dan menutup wajahnya dengan bantal.
Yuna menelan ludah. Ia semakin gugup saat Yeriko keluar
dari kamar mandi dan berbaring di sampingnya.
Yeriko tersenyum kecil sambil membaca beberapa laporan
lewat tab yang ia pegang.
“Kamu kenapa?” tanya Yeriko sambil meletakkan tab-nya ke
atas meja.
“Eh!?” Yuna menoleh ke arah Yeriko. Ia tak bisa
menyembunyikan perasaan takutnya.
“Muka kamu tegang banget. Kenapa?”
Yuna menggelengkan kepala. Ia menarik selimut menutupi
tubuhnya dengan rapat.
Yeriko tersenyum. Ia membaringkan tubuhnya menghadap ke
arah Yuna.
Yuna mengerjapkan mata. Saraf otaknya makin menegang mendapati
tatapan Yeriko yang begitu lekat.
“Kamu udah resmi jadi istriku. Apa lagi yang kamu
takutkan?” tanya Yeriko sambil menyolek dagu Yuna.
“Mmh ...” Yuna menggigit bibir bawahnya. “Apa malam ini
... aku harus melayani kamu sebagai seorang istri?”
Yeriko menahan tawa menatap Yuna.
“Kenapa ketawa?”
“Nggak papa,” jawab Yeriko sambil tersenyum.
Yuna kembali menggigit bibir bawahnya.
“Aku nggak akan maksa kamu buat ngelayani aku,” tutur
Yeriko.
“Eh!? Beneran?” tanya Yuna dengan mata berbinar.
Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Hari ini,
kamu ke mana aja?”
“Mmh ... pergi jalan-jalan sama Jheni. Belanja, makan
...”
“Terus?”
“Jengukin ayah.”
“Oh.”
“Eh, kenapa kamu nggak bilang ke aku dulu kalau mau
pindahin ayah?” tanya Yuna.
“Bukannya kita udah sepakat sebelum kita nikah?”
Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Iya, sih.
Tapi kan aku nggak tahu kalau bakal dipindahkan,” batinnya.
“Kamu nggak usah khawatir. Aku pasti kasih pengobatan
terbaik buat ayah kamu. Percayalah!”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko tersenyum sambil mengelus rambut Yuna.
“Tidurlah!”
Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Akhirnya ...
aku bisa tidur dengan tenang,” bisiknya sambil memejamkan mata.
Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. Ia kembali mengambil
tab dan memeriksa beberapa pekerjaannya. Pikirannya terganggu setiap kali
melihat Yuna bergerak.
“Bahkan tidur pun kamu masih nggak bisa diam,” celetuk
Yeriko sambil memperbaiki selimut Yuna. Pandangannya tertuju pada dada Yuna
yang terbuka. “Kamu terlalu indah untuk dilewatkan, tapi ...”
“Aw ...!” Yeriko meringis saat kaki Yuna menimpa
tubuhnya. Ia langsung menyingkirkan paha Yuna yang mulus dari atas tubuhnya.
Jangan malu buat sapa aku di
kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment