Thursday, January 23, 2025

Bab 11 - Pernikahan Kilat

 


Yeriko menyentuh kedua pundak Yuna dan mengajaknya pergi.

 

“Tapi ...” Yuna menoleh ke arah ayahnya. Kursi roda yang ia pegang sudah berpindah ke tangan Riyan.

 

“Riyan bakal ngurus ayah kamu dengan baik. Percayalah!” tutur Yeriko sambil mengajak Yuna keluar dari rumah sakit.

 

Yuna terus menoleh ke belakang sambil melangkahkan kakinya. Ia terus menatap wajah ayahnya yang semakin lama semakin menjauh.

 

Yeriko mengelus pundak Yuna. Mengajaknya masuk ke dalam mobil dan membawa gadis itu ke restoran western yang ada di pusat kota.

 

Yuna dan Yeriko tak saling bicara sampai makanan terhidang di atas meja.

 

“Makanlah!”

 

Yuna mengangguk dan makan dengan lahap.

 

Yuna menatap Yeriko yang terlihat sangat elegan saat makan. “Kenapa dia tetep ganteng banget di saat seperti ini?” batinnya.

 

Yeriko berhenti makan saat Yuna menatap dirinya.

 

Yuna langsung menundukkan kepala dan melanjutkan melahap steak di hadapannya.

 

“Kamu mau nikah sama aku?” tanya Yeriko.

 

“Uhuk...! Uhuk…!” seketika Yuna tersedak.

 

“Eh..?” Yeriko panik lalu memberikan air kepada Yuna.

 

“Mmh ... aku ngerasa nggak pantas buat jadi istri kamu. Aku ini nggak tinggi, nggak cantik, nggak punya apa-apa. Aku cuma cewek gelandangan yang nggak punya tempat tinggal. Aku bahkan dibuang gitu aja sama pacarku setelah aku kembali. Dan Ayah ...” Yuna menundukkan kepalanya.

 

“Aku udah tahu semuanya.”

 

Yuna langsung mengangkat wajahnya menatap Yeriko. “Maksudnya?”

 

“Aku udah dapet informasi tentang kamu dalam beberapa tahun belakangan ini.”

 

“Hah!? Dasar cowok nggak punya kerjaan!” seru Yuna kesal.

 

“Sampai kapan kamu mau menghadapi masalah kamu sendiri? Setelah menikah, aku bakal bantu kamu menyelesaikan semuanya sampai tuntas.”

 

“Tapi ...”

 

“Bukannya kamu bilang kalau mau balas budi sama aku karena aku udah nolong kamu?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Apa harus jadi istri kamu?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Aku nggak butuh yang lain.”

 

“Kenapa?”

 

Yeriko mengangkat kedua alisnya.

 

“Kenapa harus aku?” tanya Yuna lagi.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam. “Karena kamu udah masuk ke dalam kehidupan aku. Bikin Mama Rully suka sama kamu, Bibi War suka sama kamu, Riyan juga suka sama kamu dan ... rumah itu menyukai kehadiran kamu.”

 

Mata Yuna berbinar menatap Yeriko. Pipinya menghangat hingga tak bisa menyembunyikan rona merah yang muncul dengan sendirinya. Tanpa sadar, ia tersenyum menatap Yeriko.

 

“Aku janji bakal bikin ayah kamu dapet perawatan terbaik dan melindungi kamu. Semua masalah yang kamu hadapi, bakal aku selesain semua masalah kamu dan bikin kamu bahagia. Asal kamu mau jadi istri aku.

 

Yuna berpikir sejenak. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak menyukai Yeriko, tapi juga tidak ingin menolaknya.

 

“Gimana?”

 

“Kasih aku waktu, aku pikir-pikir dulu!” pinta Yuna.

 

“Oke. Lima menit,” sahut Yeriko sambil melirik arloji di tangannya.

 

“Hah!? Kamu gila ya!”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Pikirkan ayah kamu yang lagi butuh pengobatan.”

 

Yuna menggigit bibir bawahnya.

 

“Waktunya habis,” tutur Yeriko. Ia melirik jam tangannya. Baru satu menit ia memberikan kesempatan Yuna untuk berpikir.

 

“Cepet banget!” batin Yuna sambil menatap Yeriko.

 

“Gimana?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Aku nggak dengar apa-apa.”

 

“Aku mau,” ucap Yuna lirih sambil menundukkan kepalanya.

 

“Mau apa?” tanya Yeriko lagi.

 

“Aku mau jadi istri kamu,” jawab Yuna secepat kilat.

 

Yeriko tersenyum. “Nah, gitu dong! Aku cuma butuh perempuan yang nggak nyebelin dan rewel. Jangan bertingkah seperti anak kecil di depanku!”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko merogoh ponsel di sakunya dan mengirimkan beberapa pesan untuk Riyan dan dua sahabatnya.

 

Yuna bangkit dari tempat duduk setelah menyelesaikan makannya.

 

“Mau ke mana?”

 

“Aku pamit pulang dulu! Makasih untuk traktirannya. Nanti, aku bakal traktir kamu kalau aku sudah dapet kerjaan dan dapet gaji,” tutur Yuna sambil tersenyum. Ia berbalik dan melangkah pergi.

 

Yeriko langsung menarik lengan Yuna, menahannya agar tidak pergi.

 

“Kenapa?” tanya Yuna sambil menatap tangan Yeriko yang mencengkeram pergelangan tangannya.

 

“Ikut aku!”

 

“Ke mana?”

 

Yeriko tak menjawab. Setelah membayar semua makanannya, ia langsung membawa Yuna masuk kembali ke dalam mobil.

 

Beberapa menit kemudian, Yeriko memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Sudah ada Riyan di sana.

 

 “Lutfi sama Chandra udah datang?” tanya Yeriko.

 

“Masih dalam perjalanan, jawab Riyan.

 

“Ini ada apa sih?” tanya Yuna dalam hati. Ia tidak tahu apa yang ingin dilakukan oleh Yeriko. “Bukannya cuma mau jenguk ayah? Kenapa sesibuk ini?”

 

Penghulunya ada kan?” tanya Yeriko.

 

Riyan menganggukkan kepala. “Sudah di perjalanan juga.”

 

“Bagus. Di mana ruangannya?”

 

Riyan bergegas mengajak Yeriko dan Yuna menyusuri koridor rumah sakit dan memasuki salah satu ruang rawat VVIP.

 

Yuna mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ruangan dengan ukuran delapan kali delapan meter itu cukup luas dengan fasilitas lengkap dan mewah, juga perawat pribadi yang selalu merawat ayahnya dengan baik.

 

“Ruangannya gede dan nyaman banget. Aku seneng banget ayah bisa dapet perawatan sebagus ini,” tutur Yuna dalam hati sambil menatap wajah Yeriko. “Kenapa dia mau lakuin ini buat kami?” batin Yuna.

 

Yeriko menghampiri Adjie yang terbaring di atas ranjangnya. “Oom ... hari ini saya datang untuk menikahi putri Oom. Saya bersedia menerima dia apa adanya dan membahagiakan dia seumur hidup.”

 

Yuna terkejut mendengar ucapan Yeriko. Tanpa terasa, ia meneteskan air mata. Ia merasa sangat beruntung bisa mengenal Yeriko. Pria yang begitu dewasa, siap melindunginya. “Kenapa kamu lakuin ini buat wanita yang baru kamu kenal beberapa hari yang lalu?” batinnya.

 

“Suster, bantu Pak Adjie duduk di kursi rodanya.”

 

Dua orang perawat yang menjaga menganggukkan kepala dan membantu Pak Adjie turun dari ranjang dan duduk di kursi roda.

 

Yuna menoleh ke arah pintu ruangan yang terbuka. Dua pria tampan masuk ke dalam ruangan.

 

“Hei ...! Kenapa manggil kita ke sini?” tanya Lutfi yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Sementara, Chandra hanya tersenyum kecil di belakangnya.

 

“Aku butuh bantuan kalian,” jawab Yeriko.

 

“Bantuan apa?” tanya Lutfi sambil menatap gadis yang berdiri di belakang Yeriko.

 

Belum sempat menjawab, Riyan masuk ke dalam ruangan bersama seorang ustadz. “Bos, penghulunya sudah datang,” ucapnya sambil menatap Yeriko.

 

“Pak, ini bos saya yang minta Bapak kemari,” tutur Riyan pada ustadz yang berdiri di sebelahnya.

 

Lutfi dan Chandra saling pandang. “KUA!?”

 

Yeriko tersenyum menatap kedua sahabatnya. “Aku minta kalian jadi saksi pernikahan aku hari ini.”

 

Lutfi membelalakkan mata, ia memandang Chandra yang ada di sebelahnya. “Chan, tampar aku!” pintanya.

 

Chandra menaikkan kedua alisnya.

 

“Ini bukan mimpi kan?” tanya Lutfi lagi.

 

“Kayaknya mimpi,” jawab Chandra.

 

PLAK ...!!!

 

“Bukan mimpi!”

 

Chandra menggelengkan kepala.

 

Yeriko dan Yuna menahan tawa melihat sikap Lutfi dan Chandra yang sedang berdebat.

 

“Berkas yang diperlukan sudah disiapkan?” tanya Ustadz yang bersama Riyan.

 

“Sudah, Pak.” Riyan mengajak ustadz tersebut duduk di sofa sambil mengisi berkas yang diperlukan untuk mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi ke Pengadilan Agama.

 

Yuna menghampiri Yeriko. “Kamu dapet dokumen pribadi aku dari mana?” bisiknya.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna.

 

Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia melangkah menghampiri lemari kecil yang ada di sisi ranjang pasien. Ia teringat kalau dokumen keluarganya ada bersama ayahnya.

 

“Lumayan pintar,” celetuk Yuna dalam hati.

 

“Nyonya Muda, ini untuk akad nikah,” tutur Riyan sambil menyodorkan selendang putih ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil mengangguk. “Makasih,” tuturnya sambil meraih selendang yang diulurkan oleh Riyan.

 

Riyan tersenyum, ia meminta perawat untuk membawa Adjie ke hadapan meja kecil yang akan digunakan sebagai tempat untuk melakukan akad nikah.

 

Akad nikah pun berjalan dengan lancer. Meskipun kilat, semuanya terlihat Bahagia.

 

“Selamat ya, Yer!” ucap Lutfi begitu proses akad nikah selesai dengan hikmat.

 

Yeriko tersenyum. Ia merasa sangat lega karena akhirnya bisa melewati suasana yang paling menegangkan dalam hidupnya.

 

Lutfi tertawa kecil. Ia menatap Yuna yang berdiri di sebelah Yeriko. “Kakak Ipar, kami pulang dulu! Selamat menikmati malam pengantin baru.”

 

Yuna tersenyum kecil. Pipinya bersemu merah karena malu.

 

Yeriko langsung menyubit lengan Lutfi. “Jangan godain Kakak Iparmu!” dengusnya.

 

“Kami pulang dulu!” pamit Chandra.

 

Yeriko dan Yuna menganggukkan kepala.

 

Lutfi dan Chandra bergegas keluar dari ruang rawat ayah Yuna.

 

Yuna dan Yeriko saling pandang, kemudian sama-sama tersenyum bahagia.

 

Yuna berbalik, ia melangkah mendekati ayahnya yang masih duduk di kursi roda.

 

“Ayah ... sekarang Yuna nggak sendirian. Ada seseorang yang akan mendampingi Yuna dalam suka dan duka. Ayah nggak perlu khawatir. Ayah juga harus sembuh ya!” tutur Yuna sambil menitikan air mata. Ia mencium punggung tangan ayahnya dan langsung memeluk ayahnya dengan erat.

 

Adjie dapat melihat dan mendengar semua hal yang terjadi. Namun, ia tak bisa membalas pelukan hangat putrinya. Ingin sekali, ia bisa menggerakkan tangan dan memeluk puteri kesayangannya itu.

 

Yuna melepas pelukannya perlahan. Ia menatap Yeriko yang berdiri di sebelahnya.

 

Yeriko berlutut di hadapan Adjie. “Ayah ... mulai hari ini, aku adalah anakmu juga. Aku akan selalu mencintai dan melindungi Ayuna. Ayah tidak perlu khawatir. Aku akan memberikan kehidupan yang terbaik untuk kalian.”

 

Yeriko mencium punggung tangan Adjie dan bangkit. “Suster, tolong kembalikan Pak Adjie ke tempat tidurnya!” perintah Yeriko.

 

Dua suster yang ada di ruangan itu mengangguk dan mengikuti perintah dari Yeriko.

 

Yeriko menoleh ke arah Yuna dan mengajak gadis itu keluar dari ruang rawat.

 

Yuna melangkah perlahan menyusuri koridor rumah sakit. “Secepat ini dunia berubah? Beberapa jam yang lalu aku masih lajang. Dan sekarang sudah jadi istri orang lain saat keluar dari pintu rumah sakit ini,” batinnya dalam hati.

 

 

(( Bersambung ... ))


 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas