“Assalamualaikum, Ustadz
...!” sapa Halimah dan teman-temannya saat mereka memasuki masjid yang menjadi
tempat ibadah sekaligus belajar kajian Al-Qur’an di desa tersebut.
“Wa’alaikumussalam ...!”
balas Ustadz Zuhri yang baru saja selesai menyapu masjid tersebut. “Sudah pada
datang?”
“Sudah, Ustadz.”
“Pasti pada capek ya jalan
kaki dari kampung sebelah. Ke belakang dulu kalau mau minum!” ajak Ustadz
Zuhri.
“Iya, Ustadz. Aku haus
banget. Boleh minta minum ke rumah Ustadz, kan?” Sahut Anjani.
“Boleh. Yuk!” ajak Ustadz
Zuhri. Ia segera melangkahkan kakinya menuju bangunan kecil tempat tinggalnya
yang ada di belakang masjid tersebut.
Halimah tersenyum kecil. Ia
memilih untuk melangkah masuk ke dalam masjid.
“Halimah, kamu nggak ikut
ke belakang? Istirahat dulu!” tanya Ustadz Zuhri saat menyadari Halimah tidak
mengikutinya.
Halimah menggeleng sambil
tersenyum. “Tidak usah, Ustadz. Halimah bawa air minum sendiri dari rumah.”
Ustadz Zuhri memperhatikan Halimah
selama beberapa detik, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Mengajak Anjani, Agus,
Ibrahim dan Ihsan untuk beristirahat terlebih dahulu karena mereka baru saja
menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan.
“Waktu sholat Ashar masih
setengah jam lagi. Kalian beristirahatlah di sini dulu, ya! Kita mulai belajar ba’da
Ashar, seperti biasanya.”
“Siap Pak Ustadz!” sahut
Ibrahim dan yang lainnya bersamaan. Mereka langsung duduk di ruang tamu Ustadz Zuhri.
Menonton televisi sambil menikmati cemilan dan minuman yang tersedia di sana.
“Kalian sudah hafalan tajwid?”
tanya Ustadz Zuhri.
“Sudah, Ustadz.”
“Alhamdulillah. Tilawahnya
bagaimana?” tanya Ustadz Zuhri lagi.
Semua orang di sana terdiam
dan saling pandang.
“Hehehe. Kami belum ada
yang menguasai semuanya, Ustadz. Baru bisa nada rendah aja,” ucap Ihsan sambil meringis
ke arah Ustadz Zuhri.
“Wah, padahal ustadz sudah
siapkan hadiah untuk kalian kalau sudah menguasai semuanya minggu ini. Batal
deh hadiahnya,” ucap Ustadz Zuhri.
“Itu, Ustadz. Halimah ...! Halimah
sudah bisa tujuh tingkatan lagu Tilawah,” ucap Ibrahim.
“Oh ya? Yang bener?” tanya
Ustadz Zuhri penasaran.
“Iya, Ustadz. Dia semangat
banget belajar tilawah supaya bisa dapet hadiah dari Ustadz Zuhri,” ucap Agus.
Ustadz Zuhri tersenyum. “Baguslah
kalau begitu. Memangnya Halimah menginginkan hadiah apa dari saya?”
“Pengen di-khitbah sama
Ustadz Zuhri,” jawab Ibrahim.
Ihsan langsung membungkam
mulut Ibrahim. “Kamu jangan bocorin rahasia Halimah! Nanti dia marah sama kita,
gimana?”
Ibrahim menahan tawa sambil
menutup mulutnya sendiri. “Maaf, aku keceplosan.”
Ustadz Zuhri tersenyum
kecil. “Ya sudah, kalian istirahat dulu di sini! Saya akan coba menguji Halimah
sambil menunggu waktu sholat Ashar.”
“Siap, Ustadz!” sahut Ibrahim
dan yang lainnya bersamaan.
“Anjani boleh ikut, Ustadz?”
tanya Anjani sambil menatap wajah Ustadz Zuhri.
“Anjani sudah hafal
tingkatan lagu Tilawah juga?” tanya Ustadz Zuhri.
Anjani menggelengkan kepala.
“Saya uji Halimah dulu.
Boleh ikut kalau mau melihat,” ucap Ustadz Zuhri sambil melangkahkan kakinya. Ia
segera masuk kembali ke dalam masjid dan menghampiri Halimah yang sudah siap
dengan mukenah dan Al-Qur’an di hadapannya.
Ustadz Zuhri langsung tersenyum
lebar mendapati wajah cantik Halimah. Gadis belia itu tidak hanya memiliki
paras yang cantik, tapi juga memiliki sifat dan sikap yang baik pula. Ia selalu
merasa bangga dan mengagumi semua yang ada pada wanita ini. Terlebih saat ia
mendengar desas-desus jika Halimah menyukainya. Ia semakin tertarik dan
bersemangat untuk mengajar ilmu agama.
“Assalamualaikum, Halimah
Az-Zahra!” sapa Ustadz Zuhri sambil duduk di hadapan Halimah. Ia tetap menjaga
jarak sekitar dua meter dari tubuh Halimah agar tidak menimbulkan fitnah yang
tidak-tidak.
“Wa’alaikumussalam, Ustadz
...!” balas Halimah sambil mengangkat wajahnya dan menatap Ustadz Zuhri.
“Subhanallah ...! Kecantikanmu
sesuai dengan namamu, Halimah. Mewarisi kecantikan Fatimah Az-Zahra, putri
Rasulullah,” ucap Ustadz Zuhri sambil menatap wajah Halimah tanpa berkedip.
Halimah tersenyum dengan
pipi menghangat. “Ustadz Zuhri bisa saja. Aku merasa biasa saja, Ustadz. Masih
banyak wanita yang jauh lebih cantik dari saya.”
Ustadz Zuhri tersenyum
bangga mendengar ucapan Halimah yang begitu rendah hati. “Kata teman-temanmu,
kamu sudah bisa semua lagu Tilawah?”
Halimah mengangguk. “Insya
Allah, Ustadz.”
“Bisa saya dengarkan
sekarang?” tanya Ustadz Zuhri sambil tersenyum menatap Halimah.
Halimah mengangguk. Ia
segera membaca ta’awud dan mulai mengeluarkan lagu-lagu tilawah dengan suara merdunya.
Ustadz Zuhri terus
tersenyum menikmati suara merdu Halimah yang jarang sekali ia dengar.
“Halimah, hadiah apa yang
kamu inginkan dari saya karena kamu sudah berhasil menguasai lagu tilawah
dengan baik?” tanya Ustadz Zuhri begitu Halimah selesai melantunkan lagu-lagu
Al-Qur’an tersebut.
“Apa saja, Ustadz. Asal
Ustadz ikhlas memberinya untuk saya,” jawab Ainin sambil menundukkan kepalanya.
Ia tidak tahan jika bertatapan langsung dengan Ustadz Zuhri karena jantungnya tak
bisa diajak untuk berkompromi. Tatapan pria idaman itu berhasil membuat pipinya
mengeluarkan semburat warna merah muda.
“Aku akan meng-khitbah
kamu, Halimah. Aku akan menikahimu setelah kamu lulus SMA,” ucap Ustadz Zuhri.
DEG!
Halimah langsung menatap
wajah Ustadz Zuhri dengan perasaan tak karuan. Dunianya seolah berputar tak tentu
arah dan ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak
menyangka jika Ustadz Zuhri memiliki niat untuk memperistri dirinya. Rasanya,
ia sedang berada di alam mimpi karena menjadi istri dari Ustadz Zuhri adalah
sebuah mimpi. Mimpi yang selalu ia ucapkan dalam doa-doa dan sholatnya hingga
Allah menyentuh hati Ustadz Zuhri untuk membalas semua perasaan yang sedang ia
pendam.
“Ustadz, ini sungguhan?
Tidak sedang bercanda untuk membuatku senang ‘kan?” tanya Halimah.
Ustadz Zuhri menggeleng sambil
tersenyum. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini karena Halimah adalah
wanita cantik dan sholehah yang menjadi bunga desa di desa sebelah. Saat Halimah
datang ke tempatnya untuk belajar mengaji, ia merasa jika Allah sedang memberikan
jalan agar jodohnya semakin dekat dengannya. Ia ingin memiliki Halimah, wanita
yang wajah dan akhlaknya begitu mengagumkan meski tinggal di pelosok desa.
[[Bersambung ...]]
Terima kasih buat kalian
semua yang udah mau mengikuti kisah Halimah Az-Zahra.
Semoga ada banyak pelajaran
hidup yang bisa kalian ambil dari tulisan ini karena kita hanya manusia biasa
yang tidak akan bisa lepas dari dosa dan noda.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
Aaaaah
ReplyDeleteKenapa, kak? hehehe
DeleteJadi ustadz zuhri juga suka sama dek halimah...curiga nih sama anjani nih
ReplyDelete