Hari-hari berikutnya, Nanda dan
Ayu menjalani hari-harinya dengan bahagia. Setiap hari, Nanda melakukan
rutinitas kesehariannya di kantor. Sementara, Ayu mengisi waktu luangnya dengan
menyibukkan diri menjadi dosen di salah satu universitas ternama di kota
Surabaya.
“Selamat sore, Ibu Dosen ...!
Sudah mau pulang?” sapa Nanda sambil tersenyum manis saat Ayu keluar dari
kelasnya di fakultas bisnis dengan perut yang sudah membesar.
“Sore ...!” balas Ayu dengan
senyum merekah di bibirnya.
Nanda langsung melingkarkan lengannya
di belakang pinggang Ayu. “Gimana kelasmu hari ini? Asyik?”
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis.
“Nggak ada mahasiswa yang
godain kamu ‘kan?” bisik Nanda.
Ayu menggeleng. “Mereka hanya
bercanda sesekali. Nggak godain serius,” jawab Ayu.
“Hmm ... aku nggak mau kalau
harus bersaing sama mahasiswa S2 kamu, ya!”
“Bersaing apaan? Aku ini sudah
bersuami, mana ada mahasiswa yang mau bersaing sama suami sepertimu,” sahut
Ayu.
“Hahaha. Baguslah. Aku sudah
buat janji dengan Nadine sore ini USG. Kita lihat, calon anak kita mukanya
gimana. Kalo cowok, pasti ganteng kayak papanya,” ucap Nanda sambil menggiring
tubuh Ayu ke parkiran dan membawanya masuk ke mobil.
Ayu mengangguk sambil
tersenyum. Sejak dulu, ia ingin memeriksakan kehamilannya bersama Nanda. Namun,
keinginan itu tak pernah tercapai sampai ia melahirkan anak pertamanya. Kali
ini, Nanda yang selalu berinisiatif untuk membawanya pergi ke dokter. Bahkan,
jadwal kontrol kesehatannya pun, tak lepas dari perhatian pria ini.
Beberapa menit kemudian, mobil
Nanda sudah terparkir dengan baik di depan sebuah klinik bersalin milik Dokter
Nadine. Dokter muda yang selalu menjadi favorite para ibu hamil karena terkenal
dengan keramahannya. Selain dinas resmi di salah satu rumah sakit di Semarang,
Dokter Nadine juga membuka praktik dokternya di kota Surabaya. Membuat wanita
itu harus bolak-balik Semarang-Surabaya setiap harinya dan hanya bisa ditemui
sejak sore hingga malam hari jika para ibu hamil kota Surabaya ingin
memeriksakan kehamilannya.
“Selamat sore, Dokter Nadine
...!” sapa Nanda sambil tersenyum ramah.
“Hei ...! Sore ...!” sapa
Dokter Nadine sambil tersenyum manis. Karena Nanda memiliki VIP Card, ia dan
istrinya tak perlu mengambil antrian untuk melakukan pemeriksaan kandungan.
“Gimana kabarnya Ibu Hamil ...?” serunya sambil mengelus-elus perut Ayu yang
sudah membesar.
“Baik. Baik banget,” jawab Ayu
sambil tersenyum manis.
“Udah enam bulan, mau jalan
tujuh bulan, ya?” tanya Nadine sambil memerintahkan asistennya untuk menyiapkan
kebutuhannya.
Ayu mengangguk.
“Kita lihat keadaannya dan
jenis kelaminnya sekaligus, ya! Semoga nggak mirip Nanda, ya!” ucap Nadine
sambil tertawa kecil.
Nanda mendengus kesal ke arah
Nadine. “Anakku ini, Nad! Anakku! Gimana ceritanya nggak boleh mirip aku?”
Nadine terkekeh geli. Mereka
bertiga terus bercanda tawa sembari memeriksa kondisi kandungan Ayu.
Setelah selesai memeriksakan
kandungannya, Nanda mengajak Ayu untuk bersantai di sekitar Pantai Kenjeran
sembari menikmati matahari tenggelam.
Nanda tersenyum sambil menatap
potret bayi perempuan yang ada di dalam perut istrinya. Ia mengambil ponsel,
memotret hasil USG itu dengan latar perut istrinya. Kemudian, memasangnya di
media sosial dengan caption “Always happy until the end, My World”.
“Main medsos?” tanya Ayu sambil
memeluk tubuh Nanda dan menatap layar
ponsel pria itu.
“Hanya posting momen-momen
penting. Supaya bisa diingat lima puluh tahun lagi kalau kita terserang
alzheimer,” ucap Nanda sambil merangkul pundak Ayu.
Ayu tersenyum menatap wajah
Nanda. “Nggak mau fotoin muka aku? Takut fans kamu hilang?”
Nanda terkekeh geli. “Fans
apaan? Nggak ada. Mantan pacar banyak yang stalking. Nanti, mereka sakit hati
kalau aku pasang foto kamu.”
Ayu mengerutkan wajah sambil
menyubit perut Nanda. “Alasan! Bilang aja kalau nggak bisa speak-speak mantan!”
“Hahaha. Nggaklah. Aku nggak
kayak gitu. Ya udah, ayo foto!” ajak Nanda sambil mengarahkan kameranya ke
wajah mereka.
Cekrek!
Nanda mengecup pipi Ayu.
Cekrek!
Nanda mengecup perut Ayu yang
sudah membesar.
Cekrek!
Nanda tersenyum lebar menikmati
potret-potret yang baru saja ia ambil. “Kamu nggak mau pasang di akun media
sosial kamu?”
Ayu menggeleng.
“Kenapa? Kamu culas, hah!?
Kenapa nggak mau pasang?” seru Nanda sambil menggelitiki perut Ayu.
Ayu menggeleng sambil menahan
tawa. “Aku malu sama mahasiswa-mahasiswi aku. Badanku kayak gajah gini.
Menuh-menuhin kamera. Lagian, aku nggak pernah posting kehidupan pribadi. Cuma
materi kuliah doang.”
“Alasan. Bilang aja kalau kamu
takut nggak bisa speak-speak mahasiswa kamu yang ganteng-ganteng?” dengus Nanda
sambil meletakkan keningnya ke kening Ayu.
Ayu tertawa kecil. Ia
mengalungkan lengannya ke leher Nanda dan mengecup lembut bibir pria itu. “Kamu
takut bersaing sama mahasiswa ganteng?”
Nanda menganggukkan kepala.
“Mereka nggak banyak duit kayak
kamu. Mana mungkin aku bisa lebih tertarik sama mereka,” ucap Ayu sambil
menahan tawa.
Nanda mengernyitkan dahi.
“Waktu aku nggak punya apa-apa, kamu tetep mau sama aku karena aku ganteng
‘kan? Bisa aja kamu tertarik sama yang lebih ganteng lagi. Iya ‘kan?”
“Hahaha. Masa aku mau sama
berondong, sih? Nggaklah. Aku tetep sayang sama kamu. Nggak ada yang bisa
gantikan kamu karena aku bukan sekedar sayang, aku juga butuh kamu ada di
sisiku,” ucap Ayu sambil menyentuh lembut pipi Nanda.
Nanda tersenyum sambil mengecup
bibir Ayu berkali-kali. “Janji? Nggak akan ada cowok lain selain aku?”
Ayu mengangguk. “Harusnya aku
yang tanya seperti itu ke kamu. Bukannya kamu yang selalu gonta-ganti pasangan,
hah?”
“Aku sudah tobat, Ay. Lebih
baik jadi mantan anak nakal daripada malah jadi mantan anak baik. Iya, kan?”
“Memang harus tobat karena kamu
akan menjadi seorang ayah dari anak perempuan. Tugas kita jauh lebih berat
untuk mendidik dan merawat dia. Aku yang sudah dilindungi begitu kuat oleh
orang tuaku saja, masih bisa dilahap oleh predator sepertimu,” ucap Ayu sambil
menatap wajah Nanda.
Nanda melebarkan kelopak
matanya. “Kamu ngatain aku predator, hah!? Bukan salahku kalau aku melakukan
itu. Kamu yang terlalu cantik dan seksi, Ay.”
“Aku nggak pernah berpakaian seksi
seperti yang lain, Nan.”
“Kamu tidak pakai pakaian seksi
saja sudah membangkitkan gairahku, Ay. Apalagi pakai yang seksi,” sahut Nanda
sambil menatap gemas ke arah wajah Ayu yang terlihat lebih chubby dan
menggemaskan saat hamil seperti ini.
Ayu terkekeh mendengar ucapan
Nanda. “Kenapa bisa seperti itu?”
“Nggak tahu. Mungkin, karena
Tuhan hanya meletakkan satu orang wanita dari milyaran wanita di dunia ini yang
bisa menggetarkan hatiku,” jawab Nanda.
Ayu tersenyum bahagia sambil
menatap lekat mata Nanda. “Nan, andai apa yang terjadi padaku di masa lalu ...
terjadi juga pada puteri kita di masa depan. Apa yang akan kamu lakukan?”
“Aku akan membunuh laki-laki
yang sudah menyakiti puteri kita!” sahut Nanda tegas.
“Ayah Edi tidak melakukan itu
padamu.”
“Eh!? Itu karena kamu
mencintaiku sejak awal. Iya ‘kan?” tanya Nanda penuh percaya diri.
Ayu tertawa kecil menanggapi
pertanyaan Nanda. “Jadi, kalau puteri kita mencintai pria yang salah ... apa
kita akan membiarkannya hidup dengan pria itu?”
“Ay, aku tahu kamu dosen. Tapi
jangan kasih aku pertanyaan yang susah dijawab, dong!” pinta Nanda sambil
menatap payah ke arah Ayu.
Ayu tertawa kecil dan
menyandarkan kepalanya di pundak Nanda. “Nan, kamu tahu ... ada hal-hal yang
terkadang tidak bisa diterima nalar. Terkadang aku berpikir, bagaimana aku bisa
mencintaimu yang begitu brengsek. Menyakitiku berkali-kali, tapi aku tidak
pernah bisa benar-benar pergi. Dan aku baru sadar bahwa cinta bukan sekedar
menerima kekurangan. Tapi bagaimana kita tetap bertahan, meski harus menahan
jutaan rasa sakit.”
Nanda tersenyum dan membenamkan
bibirnya ke pelipis Ayu. “Maafkan aku, Ay! Aku janji, tidak akan pernah
menyakitimu lagi. Kalau aku melakukannya, kamu boleh bunuh aku saat itu juga.”
“Mati itu terlalu mudah untuk
kamu yang sudah menyakitiku. Kamu harus tetap hidup dan menebus kesalahanmu
sampai mati!” tegas Ayu sambil menatap wajah Nanda.
Nanda mengangguk. “I do,”
ucapnya sambil merangkul pundak Ayu. Menikmati indahnya mentari yang perlahan
kembali ke tempat peristirahatannya. Ia berharap, bisa menjadi pria yang selalu
mencintai Ayu. Melindungi wanita ini dan keluarga kecil yang ia bangun.
Memberikan mereka nafkah, cinta, pendidikan dan jaminan masa depan yang baik.
Sebab, dunianya yang pernah liar adalah bola besar yang ia genggam untuk
menjadi pelindung keluarganya di masa depan.
Hal buruk yang terjadi di masa
lalu adalah pelajaran paling berharga agar kita lebih berhati-hati dalam
bertindak dan mengambil sebuah keputusan. Sebab, ada banyak nasihat di dunia
ini agar kita tidak menyesal. Tapi, penyesalan itu tetap ada dan tidak ada satu
pun manusia yang tidak memiliki penyesalan dalam hidupnya. Kata sesal adalah
sebuah pelajaran paling berharga dalam kehidupan dan mengendalikan tindakan
kita di masa depan.
-TAMAT-
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Jadikan tulisan ini sebagai
pelajaran hidup bahwa seburuk-buruk manusia, akan ada titik yang akan
membalikkan dan mengubah hidupnya. Dan tidak semua orang memiliki kesempatan
ini. Maka, selagi ada kesempatan ... tanamlah benih kebaikan meski hanya
sebutir benih padi.
Sampai ketemu lagi di
cerita-cerita selanjutnya ...!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment