“Ay, dengan atau tanpa restu
papa, aku akan tetap menikahimu,” ucap Nanda sambil menatap wajah Ayu.
Ayu menggeleng sambil tersenyum
manis. “Aku ingin menikah dengan restu orang tua. Kalau kamu bisa meyakinkan
kakekku, maka aku akan berusaha meyakinkan papamu.”
Nanda tersenyum haru menatap
Ayu. Ia langsung memeluk erat tubuh wanita itu. “Ay, maafin aku karena sudah
banyak menyakitimu dan membuatmu berkorban banyak. Kali ini, biarkan aku yang
berusaha meyakinkan papa.”
Ayu mengangguk. Ia merasa
sangat bahagia karena Nanda memilih untuk memperjuangkan cinta mereka.
Drrt ... drrt ... drrt ...!
Nanda langsung merogoh ponselnya
yang tiba-tiba berdering.
“Halo ...!” sapa Nanda saat
panggilan telepon dari Karina tersambung. “Ada apa, Rin?”
“Kamu di mana, Nan?” tanya
Karina dari seberang telepon.
“Aku di rooftop Galaxy Hotel,”
jawab Nanda.
“Galaxy Hotel mana? Surabaya,
Semarang atau Solo? Jangan-jangan malah di Jakarta, ya?” cerocos Karina.
“Surabaya, Rin. Ngapain
jauh-jauh ke Jakarta?”
“Ya udah, buruan ke Rumah Sakit
Wijaya! Aku juga lagi di jalan menuju ke sana.”
“Siapa yang sakit?” tanya
Nanda.
“Mama kamu. Papamu tadi telepon
aku. Katanya, suruh cari kamu karena dia nggak punya nomor kontak kamu yang
baru. Kamu tuh ken—”
Nanda buru-buru mematikan
panggilan teleponnya sebelum Karina menyelesaikan ucapannya.
“Mama masuk rumah sakit. Kita
harus ke sana, Ay!” ucap Nanda sambil menarik lengan Ayu dan membawanya pergi
menuju rumah sakit untuk menemui mamanya.
Beberapa menit kemudian ...
Nanda berlari menyusuri koridor
rumah sakit. Mencari nomor kamar tempat mamanya mendapatkan perawatan.
“Mama ...!” Nanda menerobos
masuk ke dalam salah satu ruang rawat VIP yang ada di sana.
Nia langsung tersenyum saat
melihat puteranya itu datang menghampirinya. “Nan ...!” lirihnya sembari
mengulurkan tangan ke arah puteranya itu.
“Nanda di sini, Ma. Mama
baik-baik aja ‘kan?” sahut Nanda sambil meraih dan menggenggam tangan Nia.
Nia mengangguk-anggukkan
kepalanya. “Jangan tinggalin Mama lagi! Mama kangen sama Nanda.”
Nanda mengangguk. “Nanda nggak
akan tinggalin Mama, kok.”
Nia menoleh ke arah Andre yang
sedang berdiri di sisi kirinya. “Mas, jangan usir Nanda lagi! Anak kita Cuma
satu. Kenapa kamu nggak sayang sama anak kita sendiri?”
“Aku sayang sama anak kita, Nia.
Makanya, aku pilihkan wanita terbaik yang bisa jadi pendamping dia,” sahut Andre.
“Baik buat kita belum tentu
baik buat anak kita, Mas,” ucap Nia sambil menitikan air mata.
“Nia, kalau perjodohan Andre
dan Karina sampai batal, perusahaan kita terancam. Kamu mau kalau kita hidup
gembel lagi?” sahut Andre sambil menahan kesal.
Nia menggeleng sambil menitikan
air matanya. “Nggak ada cara lain, Mas? Kita bisa minta suntikan saham sama
Yuna ‘kan? Dia pasti mau bantu kita.”
Andre menghela napas. “Aku udah
nggak punya muka buat minta tolong ke dia. Ada berapa banyak hal memalukan yang
terjadi di keluarga dan hanya jadi bahan tertawaan mereka saja. Aku dan Yeriko
itu ... dulu sama-sama kuat. Bahkan lebih besar Amora Internasional daripada
Galaxy. Tapi sekarang? Lihat! Punya satu anak nggak bisa diatur dan nggak bisa
ngembangin perusahaan sedikitpun! Tahunya hanya main-main dan bikin masalah di
keluarga kita!” tutur Andre sambil menunjuk-nunjuk wajah Nanda penuh amarah.
“Mas, kenapa kamu selalu
membanding-bandingkan anak kita dengan anak orang lain yang lebih tinggi? Di
luar sana, masih banyak yang hidupnya lebih susah dari kita. Kita harusnya
bersyu— uhuk ... uhuk ... uhuk ...!”
“Ma ...! Nanda akan baik-baik
aja di luar sana. Nanda bukan anak kecil lagi. Mama nggak usah banyak bicara
dulu! Istirahat yang baik dan Nanda akan baik-baik saja,” ucap Nanda sambil
memeluk lengan Nia.
Nia menatap nanar ke arah
Nanda. “Mama nggak mau jauh dari Nanda lagi. Mama mau ikut Nanda, boleh?”
Nanda langsung mengangkat
kepalanya menatap Andre. Ia langsung bangkit dari kursi dan mensejajarkan
tubuhnya dengan Andre. Tubuhnya yang tinggi menjulang, sudah jelas melebihi
tinggi tubuh papanya sendiri.
“Kamu mau nantangin Papa? Bisa
hidupi mama dan istrimu pake apa?” tanya Andre sambil tersenyum miring.
“Kalau Nanda bisa buktikan bisa
hidupi Mama dan Roro Ayu tanpa bantuan Papa. Maka Papa harus bisa merestui
hubunganku dengan Roro Ayu!” pinta Nanda.
“Oke. Papa tidak akan
menghalangi kalian kalau memang kamu bisa membuktikannya. Bayar biaya rumah
sakit mama kamu ini! Buktikan!” perintah Andre sambil melangkah pergi dari
ruangan tersebut.
Nia menghela napas melihat
sikap keras kepala suaminya, sama saja dengan puteranya juga. Ia harap, Nanda
bisa lebih mengalah menyikapi keegoisan papanya. “Nan, kamu nggak usah ambil
hati sikap papa kamu, ya! Mama masih punya uang tabungan untuk biaya berobat
Mama. Nggak perlu pakai uang kamu. Kamu lebih butuh. Perusahaanmu masih baru.
Jangan boros, ya! Buktikan ke papamu kalau kamu bisa sukses tanpa dia!”
pintanya.
“Ma, Nanda mana bis—”
“Sst ...! Dengerin Mama, ya!
Kalau Nanda sayang sama Mama, dengerin Mama!”
Nanda langsung menoleh ke arah
Ayu yang berdiri di sampingnya.
“Ayu, maafin Mama Nia dan Nanda
di masa lalu. Nanda sudah menebus semua kesalahannya. Mama titip Nanda, ya!
Jangan tinggalin dia lagi meski dia nakal dan rewel. Aslinya, dia itu baik dan
sayang banget sama Ayu,” ucap Nia sambil tersenyum menatap Ayu.
Ayu menganggukkan kepala dan
memeluk tubuh Nia. “Maafin Ayu juga, Ma! Ayu sudah melakukan banyak hal yang
menyakiti keluarga kalian,” bisiknya.
“Sudahlah. Kita tidak perlu
membahas masa lalu terus-menerus! Kita lupakan saja!” pinta Nia berbisik.
“Sekarang, pikirkan masa depan kalian! Oke?”
Ayu mengangguk sambil menitikan
air mata.
“Jangan nangis!” pinta Nia
sambil mengusap air mata Ayu. “Mama bahagia karena cita-cita Mama untuk
menjadikan kamu menantu satu-satunya sudah terwujud. Kalian segeralah menikah
dan kasih cucu buat Mama! Mama sudah semakin tua, sudah kesepian setiap hari.
Kalau ada cucu, Mama bisa punya teman bermain.”
Ayu menganggukkan kepala. “Ayu
akan berikan cucu yang banyak untuk Mama supaya nggak kesepian di hari tua.”
Nia tersenyum sambil mengelus
lembut pipi Ayu. “Jangan buat cucu cuma satu! Supaya Mama Nia nggak perlu
berebut cucu dengan bundamu.”
“Tenang, Ma! Nanti Nanda buatin
dua belas cucu untuk Mama,” sahut Nanda.
“Kamu yang mau melahirkan?
Dikira melahirkan itu nggak sakit?” dengus Ayu sambil menatap wajah Nanda.
“Hehehe. Kalau bisa, aku mau
gantiin kamu melahirkan. Biar kamu nggak usah ngerasain sakit.”
“Gaya banget. Emang barangmu
udah normal?” tanya Nia sambil melirik ke arah bagian perut Nanda.
“Mama ...!” dengus Nanda
sembari menutupi bagian bawah perutnya. “Aku udah berobat. Udah normal.”
“Udah dicoba?” tanya Nia sambil
menatap serius ke arah Nanda.
Nanda gelagapan mendengar
pertanyaan mamanya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa di depan calon istrinya.
“Yu, sejak kamu meninggalkan
dia. Dia nggak pernah deket sama cewek mana pun. Dia ini playboy, tobat karena udah
menemukan cinta sejatinya, atau tobat karena barangnya udah nggak bisa berdiri
lagi? Kamu harus tes dulu! Kalau udah nikah dan barangnya nggak bisa bangun,
kamu juga yang rugi,” ucap Nia sambil tertawa kecil.
“Astaga ...! Mama jangan
ngomong gitu, dong! Emangnya aku cowok apaan? Pake dicoba-coba segala!?” sahut
Nanda.
Nia terkekeh menatap wajah
Nanda. “Harus dicobain dulu karena Ayu terlihat lebih normal dari kamu, Nan.”
“Boleh juga. Mau coba, Ay?”
Nanda menatap Ayu dengan tatapan
menggoda.
“Apaan, sih!?” Ayu
menyembunyikan wajahnya yang merona merah karena malu.
“Bercanda. Nggak akan ada kata
cobain, kok. Aku ingin pernikahan kita bisa menciptakan banyak hal indah di
dunia ini bersama-sama. Bukan sekedar menciptakan seorang bayi,” ucap Nanda.
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis. Ia merasa sangat bahagia karena Nanda sudah banyak berubah. Tidak lagi
Nanda yang membuatnya naik darah setiap kali melihat pria itu dikelilingi oleh
wanita-wanita seksi kesukaannya.
0 komentar:
Post a Comment