“NANDA ...! KAMU BERHASIL ...!”
seru Karina sambil melompat kegirangan saat sudah mendapatkan pengumuman kalau konsep
bisnis Nanda diterima dan mendapatkan pendanaan dari Dinas Penanaman Modal dan
Investasi.
“KITA BERHASIL ...!” seru Nanda
sambil merangkul Karina dan lima orang timnya. Mereka melompat dan tertawa
bahagia karena akan segera mendapatkan modal untuk menjalankan operasional
pabrik dan bisnis mereka.
“Aku bilang juga apa ... kamu
pasti bisa!” ucap Karina sambil tersenyum lebar.
Nanda tersenyum sambil menatap
semua orang yang ada di ruangan itu. Ia mundur beberapa langkah dan
membungkukkan tubuhnya. “Terima kasih untuk kalian semua! Terima kasih sudah
membantuku memulai semuanya dari nol ...!” ucapnya.
Karina tersenyum sambil
merangkul lima orang yang bersamanya. “Kalau gitu, jangan kecewakan kami dan
harus buat perusahaan kamu berjaya!”
Nanda mengangguk sambil
tersenyum. “Terima kasih untuk Karina yang sudah bersedia meminjamkan uang
tabungannya untuk modal bisnis ini.”
Karina mengangguk-anggukkan
kepala sambil tersenyum bangga menatap Nanda.
“Terima kasih untuk Mbak Rani,
akunting yang dulu sering aku marahin di kantor perusahaan papa. Aku nggak
nyangka kalau Mbak Rani yang justru membantuku. Aku harap, Mbak Rani mau terus
bergabung dengan perusahaan baruku meski saat ini sudah menjadi ibu rumah
tangga yang baik.”
“Terima kasih untuk Mas Adi, ahli marketing
and branding yang sudah membantuku merancang konsep bisnis ini ...!”
“Terima kasih untuk Ibu Amanda,
ahli dermatologi yang sudah bersedia berbagi laboratoriumnya untuk meneliti dan
memastikan kualitas produk kita. Saya harap, Ibu Amanda bisa terus bergabung
dengan perusahaan saya dan kita lahirkan produk-produk baru lagi ...!”
“Terima kasih untuk Mas Dani
dan Mbak Yasa yang sudah rela jadi tester produk sekaligus membantuku menyusun
banyak laporan sampai lembur-lembur selama satu minggu ini!”
Semua orang mengangguk dan
tersenyum bangga karena bisa membantu Nanda dan membuat pria itu berhasil
mendapatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
“Mbak Yasa, setelah akta
notaris perusahaan selesai. Langsung buat kontrak kerjasama dengan mereka semua
secara resmi ...!” perintah Nanda pada salah satu admin kantornya. Dia baru
memiliki dua karyawan resmi di kantornya. Sedang yang lain adalah mitra yang ia
butuhkan untuk menggerakkan roda perusahaannya dengan modal yang masih sangat
minim.
“Baik, Pak!”
“Kalian bisa pulang ke rumah
kalian masing-masing untuk beristirahat! Aku masih harus pergi ke Solo untuk
urusan penting. Setelah kembali dari Solo, kita buat acara syukuran
kecil-kecilan di kantor kita!” ucap Nanda.
“Baik, Pak!”
Nanda tersenyum dan melangkah
keluar dari gedung tersebut dengan perasaan puas. Kali ini ia merasa bangga
pada dirinya sendiri karena bisa berhasil mendirikan perusahaan tanpa bantuan
dari orang tuanya. Ia merasa jauh lebih percaya diri untuk mengatakan banyak
hal di depan Ayu yang kecerdasannya jelas lebih tinggi darinya.
“Nan, kamu mau ke Solo?” teriak
Karina sambil menatap punggung Nanda.
Nanda menghentikan langkahnya
dan berbalik menatap Karina.
“Mau aku antar? Aku juga pengen
ketemu sama istri kamu itu.”
Nanda tersenyum sambil menatap
wajah Karina. “Kamu nggak sibuk? Kemungkinan aku akan menginap di sana, Rin.”
“Nggak. Nggak masalah. Aku bisa
pesen hotel sendiri. Anggap aja liburan karena dari kemarin udah kerja berat,”
jawab Karina.
Nanda tertawa kecil dan
menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Karena kamu sudah membantuku, aku akan ajak
kamu liburan ke Solo. Tapi, liburan kali ini mungkin tidak akan menyenangkan
seperti liburan-liburanmu yang lain.”
“Mana tahu kalau belum
dijalani,” sahut Karina sambil melangkahkan kakinya menuju mobilnya yang ada di
vallet parking. “Kamu juga bisa hemat ongkos perjalanan ‘kan? Surabaya-Solo
lumayan, loh.”
Nanda mengangguk-anggukkan
kepalanya. “Baiklah. Aku nggak akan menolak kebaikanmu kali ini.”
Karina tersenyum sambil membuka
pintu mobil dan melemparkan kunci mobil tersebut ke arah Nanda. “Bawa!”
Nanda langsung menyambar kunci
mobil Karina yang melayang di hadapannya. Ia segera masuk ke dalam mobil dan
bergegas menjalan mobil itu menuju ke kota Solo.
Setelah menempuh perjalanan
kurang lebih empat jam dari kota Surabaya, Nanda dan Karina akhirnya sampai di
depan halaman Keraton Kesultanan Surakarta.
“Wow ...! Aku baru pertama kali
lihat langsung keraton ini,” ucap Karina sambil mengedarkan pandangannya dan
mengagumi arsitektur bangunan yang terlihat begitu khas. “Papa sering cerita
soal bangsawan-bangsawan keraton yang menguasai beberapa bisnis di pulau ini.
Tapi, aku sendiri belum pernah datang ke keraton ini.”
“Papamu punya bisnis dengan
para bangsawan keraton?” tanya Nanda.
Karina mengangguk. Ia membuka
pintu mobil dan segera keluar dari sana.
Nanda menarik napas dalam-dalam
dan ikut keluar dari dalam mobil tersebut. Ia melangkah perlahan memasuki
halaman keraton tersebut dan menghampiri dua penjaga pintu yang berdiri di
sana.
“Permisi ...! Saya suaminya
Raden Roro Ayu Rizky Prameswari. Bisa ketemu dengan beliau?” sapa Nanda sambil
tersenyum manis.
Dua penjaga itu langsung saling
pandang. “Sebentar, Mas! Kami laporan dulu!”
Nanda mengangguk. Ia memilih
menunggu di depan keraton tersebut sembari berbincang dengan Karina.
Salah satu penjaga itu masuk ke
dalam pintu keraton dan segera melangkah menuju kediaman Roro Ayu yang ada di
sana. Namun, ia masih harus berkeliling karena Roro Ayu tidak tinggal di
kamarnya, melainkan berada di perpustakaan sejak seminggu lalu.
“Permisi, Ndoro Puteri ...!
Saya penjaga di luar istana ingin menghadap!” Penjaga pintu itu membungkuk
hormat di depan pintu perpustakaan yang dibiarkan terbuka.
“Penjaga luar istana? Apa Nanda
datang?” batin Ayu. Ia langsung bangkit dari kursi dan menghampiri penjaga
tersebut.
“Ada apa? Ada yang cari saya?”
tanya Roro Ayu.
“Ada, Ndoro. Suami Ndoro
Puteri,” jawab penjaga pintu tersebut. “Apakah ....” Ucapan penjaga pintu itu
terhenti saat Ayu sudah berlari ceria meninggalkan bangunan perpustakaan
tersebut.
Penjaga pintu itu tersenyum dan
mengikuti langkah Ayu di belakangnya.
Ayu terus berlari sambil
tersenyum ceria menuju ke pintu utama keraton tempat tinggalnya. Ia sudah tidak
sabar ingin bertemu dengan pria yang sangat ia rindukan kehadirannya. Bodohnya,
meski ia tahu kalau Nanda kerap bersama wanita lain, ia tetap saja tidak bisa
benar-benar marah dengan pria itu. Ia harap, Nanda akan benar-benar menyadari
kalau ia adalah satu-satunya wanita yang paling mencintai pria itu. Ia sangat
sakit ketika Nanda masih melihat wanita lain lagi dalam hidupnya.
“Nanda ...!” seru Ayu ceria
begitu ia membuka pintu gerbang dan mendapati punggung Nanda sudah ada di
hadapannya. Ia langsung berlari menghampiri pria itu sambil merentangkan kedua
tangan, bermaksud memeluk tubuh pria itu.
Nanda yang sedang berbincang
serius dengan Karina, langsung memutar kepala begitu mendengar suara teriakan
Ayu. Senyum di bibirnya mengembang begitu mengetahui kalau Ayu menyambut
kedatangannya dengan wajah begitu ceria.
DEG!
Ayu menghentikan langkahnya
saat matanya menangkap wajah wanita cantik yang ada di hadapan Nanda. Wanita
itu adalah wanita yang sama dengan yang ia temui seminggu lalu di Galaxy Mall,
kota Surabaya.
“Ayu ...!” Nanda tersenyum
sambil melangkah menghampiri Ayu.
Ayu menggeleng sembari
memundurkan langkahnya hingga sejajar dengan dua penjaga pintu keraton
tersebut. “Jangan biarkan dia masuk ke keraton!” perintahnya.
“Ay, kamu kenapa?” tanya Nanda
sambil berusaha menghampiri Ayu.
Dua penjaga pintu luar itu
langsung menyilangkan pedang mereka di hadapan wajah Nanda.
Nanda menghentikan langkahnya
dan menatap mata pedang yang begitu tajam dan mengkilap di hadapannya. Hanya
sekali tebasan, lehernya bisa langsung terpisah jauh dari tubuhnya.
“Jangan biarkan pria brengsek
ini masuk ke dalam keraton! Kalau perlu, bunuh saja dia!” perintah Ayu sambil
berbalik dan melangkah pergi. Air matanya menetes perlahan saat melihat Nanda
datang bersama wanita lain.
Entah apa yang akan dilakukan
pria itu terhadapnya. Mungkinkah akan memperkenalkan wanita itu sebagai
pacarnya dan segera mengakhiri hubungan mereka. Ia terlalu takut menghadapi
kenyataan kalau hubungan mereka harus berakhir kembali. Ayu memilih untuk tidak
mengetahui apa pun daripada harus menanggung rasa sakit dan kecewa karena cinta
Nanda untuknya masih terbagi-bagi dengan wanita lain lagi.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah jadi sahabat
setia bercerita!
Dukung terus supaya author
makin semangat nulisnya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment