Nanda menghela napas lega
sembari menutup laptop begitu ia menyelesaikan proposal bisnisnya.
“Akhirnya, kelar juga!” seru
Karina sembari meliukkan tubuhnya.
“Thank’s, Rin ...! Kamu udah
bersedia bantu aku. Malam ini aku traktir kamu makan sebagai rasa terima
kasihku. Mau atau nggak?”
Karina terkekeh mendengar
tawaran dari Nanda. “Kamu belum dapet apa-apa, Nan. Kamu mau traktir aku makan
dengan uang hasil utangmu ke aku?”
“Hehehe.” Nanda menggaruk
kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum malu.
“Kamu traktir aku setelah
proposal bisnis kamu ini goal. Gimana? Sementara, biar aku yang traktir kamu
dulu dan aku masukin ke daftar utang,” ucap Karina sambil mengusap layar
ponselnya.
Nanda tertawa kecil sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Eh, mau reservasi tempat atau
order makanannya ke sini?” tanya Karina.
“Order aja, Rin. Aku sembari
ngecek ulang MBC yang dikerjain sama tim,” jawab Nanda.
Karina menghela napas. “Kamu
udah tutup laptop. Mau buka laptop lagi? Mending istirahat, deh! Besok pagi
kamu udah harus persentasi. Kalau kamu bangun kesiangan atau sakit, bisa kacau
persentasimu, Nan.”
“Nggak. Aku nggak akan
begadang, kok. Aku tahu cara mengatur tubuhku sendiri. Mmh ... setelah
presentasi selesai, aku bisa minta tolong sama kamu?”
“Bisa,” jawab Karina sembari
melakukan checkout beberapa makanan favorite-nya. “Apa?”
“Antar aku ke Solo!” pinta
Nanda.
“Mau ketemu sama mantan istri
kamu?” tanya Karina.
“Dia bukan mantan, Rin. Dia
masih istriku. Aku nggak pernah ceraikan dia,” sahut Nanda.
“Au, ah. Aku pusing mikirin
hubungan kalian yang aneh. Kalau kamu sama dia nggak cerai, berarti aku bakal
jadi istri kedua dong kalau perjodohan kita lanjut?”
Nanda mengangguk sambil menatap
wajah Karina.
“Serius, Nanda! Kamu sama dia
itu sebenarnya cerai atau nggak!?” seru Karina kesal. “Kamu tuh susah banget
dipercaya!”
“Enggak,” sahut Nanda.
Karina mengerutkan wajahnya.
“Kenapa ortu kamu bilang kalau kamu udah cerai sama istrimu?”
“Aku bukan cerai, Rin. Tapi
pernikahan kami dibatalkan sama orang tuanya Roro Ayu,” sahut Nanda.
Karina menahan tawa mendengar
ucapan Nanda. “Bukan kamu yang ceraikan istrimu?”
Nanda menggelengkan kepala.
“Bukan. Pernikahanku dibatalin sama mertua.”
“HAHAHA.” Karina tertawa keras
mendengar ucapan Nanda.
Nanda langsung menyumpal mulut
Karina menggunakan gulungan tisu yang ada di tangannya.
“Bweh ... uweek ...!” Karina
langsung menyebrulkan tisu tersebut. “Jahat banget, sih!?”
“Ketawamu ngolok, Rin!”
“Hahaha.” Karina tertawa sambil
menutup mulutnya. “Abisnya ... kamu selalu bilang kalau kamu adalah playboy
paling keren se-Indonesia yang punya banyak cewek dan nggak pernah diputusin
sama cewek mana pun. Sekali punya istri, hubungannya diputus sama mertua. Hahaha.”
Nanda menatap kesal ke arah
Karina yang terus tertawa di hadapannya.
“Serius. Aku pikir, kamu cerai
karena kamu yang ceraikan istrimu ... terus kamu nyesel. Ternyata, kamu bisa
juga diputusin. Hahaha.”
“Heh!? Kamu jangan ngomong
sembarangan, ya! Kalau nggak terhalang mertua, Roro Ayu itu cinta mati sama
aku!” tutur Nanda.
“Oh ya? Kalau cinta mati,
kenapa dia bisa pergi dari kamu dan kamu yang ngejar-ngejar dia?” sahut Karina.
“Enak aja! Dia yang
ngejar-ngejar aku. Bukan aku yang ngejar dia!” ucap Nanda.
“Oh ya? Kalau sampai besok kamu
yang ngejar dia? Taruhan apa?” tanya Karina sambil mendelik serius ke arah
Nanda.
Nanda terdiam mendengar
pertanyaan Karina. Pikirannya melayang ke tempat yang semuanya kosong karena
saat ini ia tidak memiliki apa pun untuk menjadi bahan taruhan.
“Hei ...! Berani taruhan,
nggak?” tanya Karina sambil memukul meja di hadapannya.
“Ck. Makanannya udah kamu pesen
atau belum?”
“Heleh, ngeles!”
“Serius! Aku laper banget,
Rin.”
“Jawab dulu! Berani taruhan
atau nggak?” seru Karina.
“Ck. Kamu ini ... masa Nanda
nggak berani taruhan?” sahut Nanda sambil menatap wajah Karina. Detik
berikutnya, ia mengubah raut wajahnya menjadi masam. “Emang nggak berani, sih.”
“HAHAHA.” Karina kembali
tergelak. Sekali ia memegang kartu as Nanda, ia terus menjadikannya sebagai
bahan ejekan yang bisa ia layangkan kapan saja kepada pria itu. Bisa berteman
seperti ini dengan Nanda, itu jauh lebih baik dan nyaman daripada harus
terlibat hubungan bisni yang sekedar formalitas.
...
-Keraton Kesultanan Surakarta-
Hampir seminggu pelayan di
istana dibuat ketar-ketir karena Roro Ayu tiba-tiba mengurung diri di dalam
ruang perpustakaan selama dua puluh empat jam. Mereka tidak berani melapor pada
orang tua Ayu atau pun pada Sri Sultan karena takut dianggap tidak becus
melayani puteri mahkota mereka. Tidak tahu apa yang terjadi dengan Roro Ayu
hingga membuat para pelayannya kewalahan.
“Ndoro Puteri ...! Sudah
waktunya makan malam,” ucap salah satu pelayan sambil mengetuk pintu
perpustakaan yang tertutup rapat.
Ayu menghela napas sembari
menatap pintu perpustakaan yang tiba-tiba diketuk. Ia menoleh ke arah jam
dinding ruangan tersebut yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Setiap
berada di depan buku, ia merasa waktunya terasa sangat singkat.
Ayu bangkit dari tempat duduk
dan melangkah perlahan menuju pintu. Ia segera membuka pintu tersebut dan
menatap Sri yang sudah berdiri di depannya. “Aku nggak mau makan yang lain.
Bawakan air mineral dan dua buah pir saja!” perintahnya.
“Ndoro Puteri, sudah tujuh hari
ini Ndoro Puteri tidak makan siang sama sekali dan hanya mengambil dua buah pir
setiap malam. Kami semua khawatir.”
“Aku puasa,” sahut Roro Ayu.
“Eh!? Bukannya hukuman Ndoro
Puteri sudah selesai? Jangan membuat kami khawatir dan menyulitkan kami,
Ndoro!” pinta pelayan bernama Sri itu.
“Aku hanya masih ingin
berpuasa. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan aku!” pinta Ayu sambil melangkah
masuk kembali ke dalam perpustakaan tersebut.
Sri langsung meraih nampan yang
disiapkan pelayan lain dan membawakannya masuk ke dalam perpustakaan tersebut.
“Ndoro ...!”
“Nggak usah panggil aku
seformal itu kalau hanya ada kita berdua!” pinta Ayu.
“Mbak Ayu ... apakah ...?” Sri
mengurungkan niatnya untuk melayangkan pertanyaan ke arah Ayu saat wanita itu
sudah terlihat serius meneliti buku yang ada di hadapannya.
“Taruh aja buah dan minumannya
di meja! Kalau udah nggak ada yang mau dikerjain, keluar dari sini dan jangan
ganggu konsentrasiku!” pinta Ayu tanpa mengalihkan pandangan dari buku-buku
yang ada di hadapannya.
Sri mengangguk. Ia segera
melangkahkan kakinya perlahan keluar dari dalam perpustakaan tersebut. Matanya
terus mengarah ke tubuh Ayu yang masih terus menundukkan kepala menatap
buku-buku yang ada di hadapannya. Ia tahu kebiasaan majikannya itu. Ketika ada
masalah besar dengan hatinya, ia akan pergi ke ruang buku untuk menghibur diri.
Hal ini, selalu membuat semua orang khawatir dan tidak tahu bagaimana cara
membuat tuan puteri mereka itu kembali ceria seperti biasanya.
Ayu menghela napas sambil
memejamkan mata begitu Sri keluar dari perpustakaan dan menutup rapat pintu
tersebut. Air matanya menetes perlahan, pelan dan pasti jatuh ke atas buku kuno
yang ada di tangannya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Biasanya, ia
selalu membaca dan menulis banyak hal tentang bisnis. Tapi kali ini, ia malah
menulis tentang sejarah kuno dan setiap ada kisah cinta di dalamnya, makin
menambah kesedihannya.
“Kapan aku bisa selesaikan
nulis buku kalau perasaanku kayak gini terus!?” seru Ayu dalam hati sambil mengacak
isi meja hingga membuat semua barang-barangnya berjatuhan ke lantai.
“Iih ... Nanda brengsek! Kenapa
nggak pernah berubah? Emang bener kata orang, sekali playboy, selamanya tetep
playboy! Cowok setia itu cuma ada dalam cerita dongeng doang!” serunya sambil
menahan amarah.
“Ayu, kamu bego banget, sih!?
Kenapa begitu mudah percaya dan maafin dia? Akhirnya, tetep sakit lagi ‘kan?”
tutur Ayu sembari menjatuhkan kepalanya di atas meja dan menangis sesenggukan.
Sudah tujuh hari berlalu sejak
hukumannya selesai dan Nanda masih belum memenuhi janji untuk menjemputnya. Hal
ini, membuat Ayu semakin berpikir negatif dan menganggap kalau Nanda sedang
bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana.
“ASYIK-ASYIK AJA TERUS SAMA
PEREMPUAN LAIN DI LUAR SANA DAN JANGAN PERNAH TEMUI AKU LAGI!” seru Ayu kesal.
Ia terus meracau tak jelas karena Nanda benar-benar tidak mempedulikan
kehadirannya lagi dan memilih untuk bersama dengan wanita lain.
“COWOK BRENGSEK! SEKALI
BRENGSEK, SELAMANYA TETAP BRENGSEK!”
((Bersambung...))
Terima kasih sudah jadi sahabat
setia bercerita!
Dukung terus supaya author
makin semangat nulisnya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment