“Pagi, calon bunda ...!”
Ayu yang sedang menyiram
tanaman di depan rumah, langsung memutar kepala ke belakangnya. “Sonny ...!?
Kamu lagi di sini?”
Sonny mengangguk sambil tersenyum manis. Ia mengeluarkan
bucket bunga dari belakang punggungnya dan mengulurkan ke hadapan Ayu. “Hadiah
buat kamu. Happy birthday ...!”
Ayu langsung menatap wajah
Sonny dengan mata berkaca-kaca. “Kamu masih ingat hari ulang tahunku?”
“Aku nggak akan pernah lupa,”
jawab Sonnya sambil menatap wajah Ayu. “Maaf! Aku nggak bisa jadi orang pertama
yang ngucapin ulang tahun ke kamu tahun ini.”
Ayu menggeleng pelan sambil
menitikan air mata. “You’re first.”
“Hah!? Serius!? Nanda nggak
ucapin happy birthday buat kamu?” tanya Sonny.
Ayu menggeleng pelan.
“Nggak usah sedih! Terima bunga
ini! Anggap aja ini hadiah persahabatan buat kita,” ucap Sonny sambil tersenyum
manis.
“Beneran persahabatan?”
Sonny mengangguk sambil
tersenyum manis.
Ayu langsung meraih bucket dari
tangan Sonny dan tersenyum manis. “Makasih ya, Son!”
Sonny mengangguk. “Bunda sama
ayah ada di rumah?”
“Ada. Mereka di dalam.”
“Aku boleh masuk?”
“Masuk aja!” sahut Ayu sambil
tertawa. Tanpa ia sadari, ia merangkul lengan Sonnya seperti biasa dan
melenggang masuk ke dalam rumah tersebut dengan ceria.
Edi yang sedang bersantai
dengan istrinya, langsung tertegun melihat Ayu yang begitu ceria merangkul
lengan Sonny.
Ayu buru-buru melepaskan
tangannya dari lengan Sonny saat ia menyadari kalau ia sudah menjadi istri
orang lain. Mungkin, ia terlalu bahagia dengan kedatangan pria ini hingga tidak
menyadari kalau ia sudah menjadi seorang istri dengan perut membesar.
“Selamat pagi, Ayah ... bunda
...!” sapa Sonny sambil menunduk sopan.
“Pagi ...!” balas Ayah Edi dan Bunda
Rindu bersamaan.
“Tumben ke sini pagi-pagi?”
tanya Bunda Rindu. “Dari Semarang jam berapa?”
“Udah dari kemarin sore,
Bunda.”
“Oh.” Bunda Rindu
mengangguk-anggukkan kepala dan menoleh ke arah bucket yang digendong oleh Ayu
dengan satu tangannya.
“Mmh ... aku ke sini buat
ngucapin ulang tahun ke Roro Ayu,
Bunda,” ucap Sonny seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Bunda
Rindu.
“Astaga ...! Kamu hari ini
ulang tahun? Bunda lupa, Ro!” Bunda Rindu langsung bangkit dari sofa.
“Kamu ini gimana? Ulang tahun
anak sendiri, kok lupa? Anak kita ini cuma satu. Gimana kalau punya anak lima?”
tanya Ayah Edi.
“Ayah nggak usah bawel, deh!
Emangnya ayah ingat kalau hari ini ulang tahun Ayu?” sahut Bunda Rindu.
Ayah Edi gelagapan mendengar
pertanyaan dari Bunda Rindu. “Ayah ingat. Cuma pura-pura lupa aja. Biar bunda
bisa kasih surprise ke Roro Ayu.”
“Halah, bohong!” dengus Bunda
Rindu.
Ayu tersenyum sambil menatap wajah
kedua orang tuanya. “Kalian nggak usah berdebat! Aku bukan anak kecil yang
harus ngerayain ulang tahun,” pintanya.
“Mmh ... bener juga, sih. Tapi
kami harus siapkan hadiah untukmu tahun ini. Kamu mau hadiah apa?” tanya Bunda
Rindu sambil menatap serius ke arah Ayu.
Ayu menggeleng. “Ayu pengen ...
lihat bunda dan ayah sehat selalu. Makin romantis, makin harmonis dan saling
menyayangi sampai kalian tua nanti.”
“Aamiin,” sahut Edi.
“Aamiin. Kalau soal itu, kami
juga menginginkannya!” ucap Bunda Rindu sambil merangkul lengan Edi dan
menyandarkan kepalanya di pundak pria itu.
Ayu tersenyum bahagia melihat
kedua orang tuanya yang terlihat begitu saling mencintai dan hidup harmonis. Ia
juga menginginkan rumah tangganya bisa berjalan sebaik ini.
“Son, kamu mau minum apa?”
tanya Ayu sambil menoleh ke arah Sonny.
“Eits! Kamu ini lagi ulang
tahun. Nggak boleh melayani siapa pun. Harus dilayani. Biar bunda yang buatkan
minum untuk Sonny. Kamu duduk manis di sini! Temani Sonny dan papa kamu
ngobrol. Oke?”
Ayu tersenyum dan menganggukkan
kepalanya. Ia duduk bersama Sonny dan papanya untuk membicarakan beberapa hal
tentang pekerjaan dan kegiatan mereka akhir-akhir ini.
Ting ... Tong ...!
Ayu langsung menoleh ke arah
pintu. “Ayah ada janji sama orang?”
Edi menggelengkan kepala.
“Temen bunda kali. Kalo nggak, paling Kang Paket,” jawabnya santai sambil
bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu rumahnya.
Sonny dan Ayu tertawa kecil
sambil menggeleng bersamaan.
“Bundamu masih demen belanja
online?” tanya Sonny.
Ayu mengangguk sambil tertawa
kecil.
“Kamu sendiri?”
Ayu menggeleng. “Kamu yang
demen belanja online ‘kan? Kenapa malah nanyain aku? Harusnya, pertanyaan itu
ditujukan ke kamu!” ucapnya sambil menoyor pundak Sonny.
Sonny tertawa kecil. “Masih
demen aku belanja online. Enak aja. Praktis dan cepet. Waktu itu aku pernah mau
cari barang ke pasar. Karena udah biasa belanja online, aku nyasar. Udah gitu,
barang yang mau aku cari nggak dapet-dapet. Aku malah muter-muter di dalam
pasar itu. Nggak bisa keluar.”
“HAHAHA.” Ayu tergelak
mendengar cerita yang keluar dari bibir Sonny. “Seriusan nggak bisa keluar?”
“Iya, serius. Aku tanya ke
pedagang A-B-C, malah menyesatkan. Dari pagi sampe sore aku dipasar itu dan
barang yang aku cari nggak dapet. Mana aku waktu itu lagi koas dan harus balik
cepet. Menderita banget kalau belanja offline. Enak online, sih. Tinggal
scroll-scroll doang, nggak perlu nyasar,” ucap Sonny.
“Hahaha ... hihihi ...” Ayu
terus tertawa mendengar cerita Sonny.
Di saat bersamaan. Edi menarik
gagang pintu rumah tersebut dan membukanya.
“Pagi, Ayah ...!” sapa Nanda
sambil menatap wajah Edi. Kedua mata dan telinganya langsung menangkap suara
Ayu dan Sonny yang sedang asyik bercanda di dalam sana.
“Pagi,” balas Edi dingin. Ia
menatap Nanda dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Pria muda yang biasanya
terlihat urakan itu, tiba-tiba muncul di hadapannya dengan baju koko dan
sarung.
“Roro Ayu ada?” tanya Nanda
sambil menahan perasaan takut di dadanya. Ia jarang sekali bicara dengan ayah
mertuanya dan membuat ia sangat canggung.
“Ada.”
“Saya boleh masuk?” tanya Nanda
canggung.
Edi langsung menoleh ke arah
Sonny dan Ayu. “Boleh. Masuklah!” Ia membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk
Nanda.
Nanda terdiam saat melihat Ayu
sedang tertawa lepas bersama Sonny. Jakunnya naik-turun seiring dengan
perjuangannya menelan saliva dengan susah payah. Hatinya tiba-tiba merasa nyeri
ketika melihat Roro Ayu bisa tertawa bahagia bersama Sonny di depan sana. Bukankah
Roro Ayu masih sah menjadi istrinya? Kenapa malah bersama dengan pria lain?
Lebih parahnya lagi, mertuanya membiarkan istrinya itu bercanda tawa dengan
pria lain yang bukan suaminya.
“Ayu ...!” panggil Nanda sambil
melangkahkan kakinya perlahan menghampiri Ayu.
Ayu menghentikan tawanya
seketika. Ia mengalihkan pandangannya pada sumber suara yang sudah tak asing
lagi di telinganya. “Nanda?”
“Kamu ngapain berduaan sama
Sonny di sini?” tanya Nanda.
“Kami nggak berduaan. Ada bunda
dan ayah juga,” jawab Sonny santai.
Nanda menatap kesal ke arah
Sonny. “Aku belum bikin perhitungan ke kamu, Son. Gara-kara kamu, aku jadi
kayak gini!”
“Kamu itu udah kena karma,
masih nggak mau tobat, Nan? Harusnya, kamu introspeksi diri tanpa menyalahkan
orang lain,” sahut Sonny.
“Kamu ...!?” Nanda menatap
geram ke arah Sonny. “Kamu juga harusnya introspeksi diri, dong! Ayu itu
istriku! Kamu masih aja deketin dia!”
“Kamu juga suaminya Ayu. Kamu
masih aja bisa bawa perempuan lain ke kamar hotel,” sahut Sonny.
“Kamu nggak usah ikut campur
rumah tanggaku! Pasti kamu yang udah pengaruhi Ayu sampai dia pergi ninggalin
aku!” seru Nanda.
“Nggak perlu aku pengaruhi,
Nan. Perempuan mana pun tidak akan betah kalau punya suami bajingan kayak
kamu!”
“Anjing kamu, Son!” Nanda
langsung menyambar kerah baju Sonny.
“Nan, jangan main kekerasan!”
pinta Ayu sambil menarik lengan Nanda dan membawanya pergi dari sana. Ia
benar-benar kesal dengan sikap Nanda yang terlalu impulsif dan temperamental.
Bisa-bisanya Nanda masih ingin berkelahi dengan Sonny di hadapan kedua
orangtuanya. Pria ini benar-benar membuat perasaannya tak karuan setiap hari.
((Bersambung...))
0 komentar:
Post a Comment