Ayu melangkahkan kakinya
perlahan memasuki kantor polisi, tempat Sonny ditahan untuk sementara. Setelah
melewati pemeriksaan dan mendapatkan izin, Ayu akhirnya bisa bertemu dengan
Sonny yang sedang duduk di dalam sel tahanan sementara. Air matanya mengalir
seketika melihat pria yang begitu ia cintai, mendekam di dalam sana.
“Sonny ...!” panggil Ayu sambil
menghampiri pria itu.
Sonny langsung mendongakkan
kepalanya. “Ayu? Kenapa kamu ke sini?” Tatapannya langsung terfokus pada air
mata Ayu yang jatuh ke perutnya yang sudah membesar.
Ayu menjatuhkan lututnya ke
lantai dan bersimpuh di hadapan Sonny. “Maafin aku, Son! Aku udah bikin kamu
jadi kayak gini.”
“Ay, kenapa kamu minta maaf
sama aku? Nanda yang salah, bukan kamu.”
“Hiks ... hiks ... hiks ... aku
yang salah karena aku tidak bisa menjaga kesucian cinta kita, Son. Aku yang
sudah melukai kamu. Aku sudah mengecewakan kamu. Aku nggak bisa jadi wanita
yang baik seperti yang kamu minta,” ucap Ayu dengan berlinang air mata.
Sonny menggeleng sambil
menangkup wajah Ayu dan mengusap air mata Ayu menggunakan ibu jarinya dengan
lembut.
Ayu semakin terisak saat tangan
Sonny menyentuh lembut wajahnya. Ia sangat merindukan tangan yang begitu nyaman
dan damai saat mereka masih bersama.
“Maafin aku ...! Aku sudah
melukai suamimu. Aku janji, akan bertanggung jawab,” ucap Sonny sambil menatap
wajah Ayu.
“No.” Ayu menggelengkan kepala.
“Aku nggak minta kamu bertanggung jawab atas dia, Son. Bertanggung jawablah
atas dirimu sendiri. Aku nggak mau masa depan kamu hancur hanya karena emosi
sesaat,” ucapnya tanpa bisa menahan derai ait matanya.
“Kamu nggak pernah bahagia sama
dia?” tanya Sonny sambil menatap lekat mata Ayu.
Ayu menahan air mata dan
tersenyum. “Aku bahagia. Dia pria yang bertanggung jawab.”
Sonny menggeleng. “Kamu lagi
bohong.”
Ayu kembali sesenggukan. Ia
tidak pernah bisa berbohong di depan Sonny. Ada ribuan hari yang mereka lewati
bersama dan semua hal bersamanya adalah hari-hari paling indah dalam hidupnya.
“Ay, aku mau jadi papa buat
anak ini. Aku mau terima dia, Ay. Kenapa kamu nggak kasih aku kesempatan untuk
memperjuangkanmu?” tanya Sonny sambil menatap wajah Ayu dengan penuh luka.
Ayu menarik napas dalam-dalam
sambil menitikan air mata. Ia melepaskan tangan Sonny dari wajahnya perlahan.
“Aku sudah kotor, Son. Aku nggak pantas untuk pria sepertimu.”
“Ay, kenapa kamu bilang seperti
itu? Aku cinta sama kamu apa adanya, Ay.”
Ayu menggenggam jeruji besi
yang ada di hadapannya dan berusaha bangkit dari lantai dengan susah payah.
Sejak Nanda menodainya, kepercayaan dirinya untuk terus bersama Sonny
benar-benar hilang. Ia malu untuk mengharap Sonny tetap ada di sisinya, ia juga
risih dengan dirinya sendiri.
“Ay, kamu mau ke mana?” tanya
Sonny sambil memegangi tubuh Ayu. “Kamu lagi hamil. Maafkan aku kalau
perbuatanku kali ini melukaimu.”
“Kamu tidak melukaiku, Son.
Kamu sedang melukai dirimu sendiri. Kalau kamu cinta sama aku ... jaga
baik-baik mimpi-mimpi kita! Karena aku sudah tidak punya tempat untuk menjaga
mereka. Please ...! Jangan hancurkan dirimu sendiri! Melihatmu hancur adalah
hal paling menyakitkan dalam hidupku. Aku masih ingin lihat kamu jadi dokter.
Ingat ‘kan gimana perjuangan kita dulu? Ingat ‘kan gimana susahnya kamu untuk
bisa sampai ke titik ini?”
“Ay, aku bisa ada di titik ini
karena kamu. Aku mana bisa membiarkan kamu tidak hidup bahagia,” ucap Sonny
sambil menatap lekat wajah Ayu.
Ayu tersenyum lebar. “Kata
siapa aku nggak bahagia? Aku bahagia, kok.”
“I know you. Kamu bukan tipe
wanita yang bisa berbagi hati, Ay.”
“Itulah sebabnya aku tidak
ingin membagi hatiku untuk kamu dan Nanda sekaligus. Aku tidak ingin ada dua
papa atau dua mama untuk anakku, Son. Kuharap kamu mengerti maksudku,” sahut
Ayu.
Ayu tersenyum sambil mengusap
lembut pipi Sonny yang dihiasi luka memar akibat bergulat dengan Nanda. “Aku
janji, aku akan bahagia. Kamu juga, ya!” pintanya lembut.
Sonny menatap mata Ayu sambil
menggelengkan kepalanya. “Aku nggak mau kamu pura-pura bahagia, Ay. Aku ingin
lihat kamu bahagia sungguhan.”
Ayu tersenyum menatap wajah Sonny. “Kamu
sedang membantuku untuk mendapatkan bahagia sungguhan, Son. Please, kamu juga
berjanji untuk melanjutkan mimpi-mimpi kita! Kamu harus jadi dokter terbaik
untuk anak-anak yang membutuhkan sentuhan tanganmu. Kamu akan jadi dokter
malaikat yang dicintai sama wajah-wajah lucu di luar sana.”
“Ay, aku ...”
“Aku akan membantumu bebas dari
sini. Setelahnya, kamu harus menjalani kehidupanmu dengan baik. I never stop
love you. Aku ingin lihat kamu bahagia, meski bahagiamu bukan aku,” ucap Ayu
sambil memundurkan langkahnya perlahan.
“Ay, jangan pergi ...!” pinta
Sonny sambil menatap wajah Ayu.
Ayu tersenyum. Ia melirik
polisi yang sudah berdiri di belakangnya. Ia tahu, waktu kunjungannya terbatas
dan ia harus segera pergi dari sana.
“Ayu, kamu di sini?”
Ayu menghentikan langkahnya
saat ia baru saja ingin keluar dari gedung tersebut. Ia langsung menatap dua
orang yang sudah berdiri tepat menghadangnya.
“Sonny sama Nanda beneran
berantem?” tanya Bunda Rindu yang datang bersama suaminya.
“Bunda sama Ayah tahu? Tahu dari
mana?” tanya Ayu.
“Dari berita. Beritanya udah
nyebar ke mana-mana.”
Ayu menghela napas dan menatap
wajah ayahnya. “Ayah, tolong Sonny! Ayu nggak mau karir dia hancur karena hal
ini,” pintanya lirih.
Edi mengangguk. “Ayah pasti
tolong Sonny.”
Ayu tersenyum lega. Ia melirik
arloji mungil yang ada di tangan kirinya. “Ayu harus balik ke rumah sakit.
Jadwal operasi Nanda sebentar lagi selesai.”
“Kamu ke sini naik apa? Bunda
antar, ya!” pinta Bunda Rindu.
“Bawa mobil sendiri, Bunda.”
Bunda Rindu menghela napas.
“Perutmu udah besar gini, nggak kesulitan kalau nyetir?”
“Nggak, Bunda. Bisa
pelan-pelan, kok.”
“Biar diantar sama bundamu!
Ayah akan bantu urusan di sini. Ayah tahu, kamu biasa melakukan semuanya
sendiri. Tapi kamu lagi hamil, jangan membahayakan bayi kamu!” perintah Edi.
Ayu mengangguk.
Bunda Rindu tersenyum. Ia
merangkul pinggang Ayu dan membawanya melangkah menuju parkiran. “Cucu nenek
yang kuat, ya!” ucapnya sambil mengelus lembut perut Ayu.
Ayu tersenyum sambil menatap
wajah bundanya. Ia harap, kedua orang tuanya tidak akan pernah tahu apa yang
dilakukan Nanda terhadapnya. Ia tidak ingin membuat ayah dan bundanya bersedih,
terlebih menambah beban pikiran keduanya. Semua rasa sakit ini memang takdir
yang tidak bisa ia hindari. Ia tidak mungkin meninggalkan Nanda begitu saja,
sebab ia butuh pria itu untuk menjadi ayah dari anaknya.
“Roro, kenapa Sonny dan Nanda
sampai berkelahi? Apa yang kamu lakukan? Apa kamu masih punya hubungan sama
Sonny? Wanita itu ... jangan terlalu memberi harapan pada pria! Sonny itu pria
yang baik, tapi bukan jodohmu. Kamu sudah bersuami, harusnya kamu menjaga jarak
dengan pria lain. Berbaktilah sebagai seorang istri!” ucap Bunda Rindu lembut
sambil menatap Ayu yang sudah duduk manis di dalam mobil bersamanya.
“Bunda, I can’t love him,” ucap
Ayu. “Aku sudah berusaha untuk mencintai Nanda. But, hatiku nggak bener-bener
nyaman sama dia.”
Bunda Rindu menghela napas.
“Kenapa kalian terlihat baik-baik aja? Cuma drama depan orang tua?”
Ayu menggeleng pelan. “Kami
memang baik-baik saja, Bunda. Nanda sudah bertanggung jawab memberiku nafkah,
sudah berusaha menjadi ayah yang baik untuk calon anak kami. Aku yang bersalah
karena ... hatiku masih terikat pada Sonny. How to moving?”
“Pelan-pelan saja! Cinta bisa
tumbuh seiring waktu. Seorang istri harus tetap berbakti pada suami. Apalagi
dia pria yang bertanggung jawab dan memperlakukan kamu dengan baik. Okay?”
pinta Bunda Rindu sambil tersenyum manis.
Ayu mengangguk sambil
tersenyum. Ia menatap nanar ke arah perutnya yang mulai membesar. Nanda memang
selalu memperlakukannya dengan baik. Tidak pernah berkata kasar, tidak pernah
memukul dan selalu memenuhi kebutuhannya. Hanya saja, cintanya masih terbagi
dengan wanita-wanita lain dan ia tidak mungkin bisa membalikkan kehidupan Nanda
dalam sekejap.
Keseharian Nanda, sudah
terbiasa dihinggapi banyak wanita. Bagaimana caranya agar ia bisa membuat Nanda
mencintainya seperti yang ada dalam drama atau cerita novel-novel tentang
cinta? Semudah itu membuat pria jatuh cinta dengan pesona mereka. Sedangkan
dia? Sekeras apa pun ia berusaha menjadi seorang istri yang baik dan
membanggakan, Nanda tidak pernah benar-benar melihatnya.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Mohon maaf kalau kemarin tidak
bisa update karena setiap weekend selalu ada kegiatan sosial di rumah bacaku.
Terima kasih atas pengertiannya dan tetap setia jadi teman bercerita!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment