Ayu menarik napas dalam-dalam
sambil mengusap air matanya. Ia mengeluarkan kotak bedak dari tas tangannya dan
memoleskan ke pipinya yang baru saja basah dengan air mata. Make-up, memang
cara yang paling sempurna untuk menutupi kesedihan seorang wanita. Ia langsung mengenakan gaun yang dipilihkan
Nanda untuknya, kemudian keluar dari kamar pass.
“Gimana? Bagus?” tanya Ayu
sambil menatap wajah Nanda.
Nanda langsung tersenyum sambil
mengacungkan jempolnya. “Kamu beli semuanya juga boleh.”
Ayu menggeleng sambil tersenyum
kecil. “Aku mau yang ini aja,” jawabnya. “Yang lain, kembalikan ke tempatnya
aja ya, Mbak!” perintahnya pada pelayan yang melayaninya.
Pelayan itu mengangguk dan
segera undur diri dari hadapan Ayu.
Ayu tersenyum kecil. Ekor
matanya mengawasi tubuh seorang wanita muda yang mengenakan rok mini ala artis
korea dan kaos ketat yang membuat pusarnya terbuka. Ia sudah tidak asing dengan
wanita cantik dan seksi itu. Tubuhnya memang indah dan membuat Nanda sulit
meninggalkan wanita itu.
Jika dibandingkan dengannya,
Arlita memang jauh berbeda. Setiap harinya, Ayu hanya berpenampilan sederhana.
Jangankan memperlihatkan pusarnya di depan umum. Memperlihatkan pahanya di
depan Nanda saja, ia tidak percaya diri.
“Ayu, kamu nggak mau beli yang
lain? Aku bisa belikan semuanya buat kamu,” tanya Nanda.
“Aku cuma butuh satu gaun.
Nggak mungkin semuanya aku pakai ke pesta,” jawab Ayu sambil memperhatikan gaun
warna putih dengan bahan lace di luarnya. Ia sangat menyukai detail motif lace
dengan gambar bougenvile warna silver.
“Bisa dipakai untuk besok-besok
‘kan? Nggak perlu belanja lagi, Ay,” tanya Nanda sambil menatap wajah Ayu.
Ayu menggelengkan kepala. “Aku
hanya ambil apa yang aku butuhkan, bukan ambil apa yang aku inginkan. Lagian,
aku bukan model. Nggak perlu ganti baju setiap saat,” jawabnya. Ia langsung
masuk kembali ke kamar pass untuk mengganti pakaiannya kembali.
Nanda menggaruk kepalanya yang
tidak gatal. Bagaimana dia bisa membayar pakaian Arlita bersamaan dengan
invoice istrinya jika Ayu hanya membeli satu potong pakaian.
Nanda buru-buru berlari
menghampiri kasir. “Mbak, saya bayar dulu tagihan pacar saya yang tadi, ya! Berapa
semuanya? Cepat!” perintah Nanda sambil menyodorkan kartunya. Ia kemudian
bersandar santai di meja kasir sambil menunggu Ayu keluar dari kamar pas.
“Enam juta empat ratus ribu,
Mas. Yang barusan keluar itu pacarnya, Mas? Yang di kamar pas itu, pacar juga?”
tanya kasir sambil memasukkan kartu milik Nanda ke dalam mesin pembayaran dan
menyodorkannya ke arah Nanda. “Masukkan pin-nya, Mas!”
Nanda langsung memasukkan pin
kartu kredit miliknya dan menariknya kembali setelah transaksi berhasil. “Jangan
bilang ke istriku kalau aku bayarin belanjaan pacarku, ya!” pintanya sambil
menatap tajam ke arah kasir yang ada di sana.
“Eh!? Mbak cantik itu
istrinya?” tanya kasir sambil menunjuk wajah Ayu yang baru saja keluar dari
kamar pas. “Udah punya istri cantik begitu, kok masih selingkuh?” celetuknya.
“Nggak usah bawel dan ikut
campur urusan orang! Kerja aja yang bener!” Nanda menyeringai ke arah kasir
yang ada di belakangnya itu. Ia langsung tersenyum ke arah Ayu yang sudah
berada beberapa langkah di hadapannya.
“Yakin, cuma mau beli satu
aja?” tanya Nanda.
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis. “Iya. Aku cuma butuh satu.”
Nanda manggut-manggut sambil
menahan napas saat Ayu menyodorkan gaun pilihannya ke hadapan kasir.
“Berapa, Mbak?” tanya Nanda
sambil mengeluarkan kartu dari dalam dompet yang sudah ia pegang sejak tadi.
“Tujuh ratus ribu, Mas,” jawab
kasir itu sambil menatap wajah Nanda. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat
kelakuan pria muda di hadapannya itu. Punya istri yang begitu baik, lembut dan
anggun. Tapi malah selingkuh dengan wanita lain yang terlihat sangat jalang.
Bahkan, tagihan untuk pacar jauh lebih mahal dari tagihan istri sahnya.
Nanda tersenyum sambil
menyodorkan kartu ke arah kasir tersebut. Ia harus memastikan kalau kasir itu
tidak bicara macam-macam kepada istrinya. Asalkan Ayu tidak mengecek mutasi
bank-nya, semua akan aman di bawah kendalinya.
“Kamu mau belanja apa lagi?”
tanya Nanda setelah ia selesai membayar gaun yang dipilih Ayu.
Ayu menggeleng. “Nggak ada.”
“Keperluan rumah, nggak ada
yang mau dibeli?” tanya Nanda.
Ayu menggeleng. “Semuanya masih
ada.”
“Sayur, ikan, daging atau apa
gitu?” tanya Nanda lagi.
Ayu menggeleng lagi. “Semua
masih ada stoknya di kulkas.”
“Kapan kamu belanjanya, Ay?
Kamu nggak pernah ngajak aku belanja,” tanya Nanda.
“Aku suruh bibi di rumahku buat
belanja. Kadang, aku belanja online aja. Kenapa?” tanya Ayu balik.
“Oh.” Nanda manggut-manggut. Ia
merasa lega karena istrinya itu tidak melakukan banyak hal di luar dan lebih
banyak berada di rumah.
“Kamu mau makan apa? Gimana,
kalau kita makan dulu sebelum pulang?” tanya Nanda.
“Boleh,” jawab Ayu sambil
menganggukkan kepalanya.
“Mmh ... bumil mau makan apa?”
tanya Nanda sambil merangkul hangat tubuh Ayu dan tersenyum manis.
“Mmh ... apa ya?”
“Oyster?”
Ayu menggeleng. “Ibu hamil
nggak boleh makan sembarangan. Nanti, Bunda Rindu marah kalau bayi ini
kenapa-kenapa.”
“Oh ya? Bener juga, sih.” Nanda
mengelus perut Ayu yang sudah mulai membuncit dan menciumi pipi wanita itu. “Makan
bebek goreng, gimana?”
“Boleh.” Ayu mengangguk sambil
tersenyum manis. Matanya mengawasi tubuh Arlita yang melenggang santai di
lantai lain di bawahnya sambil menenteng banyak paper bag dari butik yang baru
saja ia masuki bersama Nanda. Ia tahu, Arlita tidak memiliki kemampuan untuk
membeli banyak pakaian mahal. Wanita itu masih saja menggunakan uang Nanda
untuk bergaya seperti orang kaya.
Arlita adalah teman Ayu semasa
sekolah. Mereka pernah begitu dekat hingga akhirnya, Sonny memintanya untuk
menjaga jarak dengan Arlita setelah mereka mengetahui kalau Arlita sering
menjajakan tubuhnya pada pria-pria hidung belang agar ia bisa menikmati kehidupan
ala sosialita.
Nanda menggandeng tangan Ayu
memasuki salah satu restoran ternama yang ada di pusat perbelanjaan tersebut. Ia
langsung memesan banyak makanan dan memperlakukan Ayu dengan begitu manis. Ia
harap, hal ini bisa mengimpresi Ayu dan membuat wanita itu membatalkan tuntutan
gila yang dibuat oleh keluarga bangsawan yang menjadi tameng terkuat bagi
wanita ini.
“Makan yang banyak, ya! Biar
anak kita sehat!” pinta Nanda sambil membantu Ayu memotong daging bebek goreng
yang sudah terhidang di hadapan mereka.
Ayu mengangguk sambil
tersenyum. Ia tahu, sikap manis Nanda hanya berpura-pura saja. But, ia sebagai
seorang wanita ... ia ingin tetap diperlakukan dengan manis meski itu hanya
sebuah kebohongan.
Nanda terus memilah makanan
dengan hati-hati dan sesekali menyuapkannya ke mulut Ayu. “Gimana? Enak?”
Ayu mengangguk sambil tersenyum
kecut. Tindakan manis Nanda kali ini, membuatnya teringat pada Sonny. Pria itu
selalu memperlakukannya seperti seorang ratu dan Nanda kerap menyaksikan
bagaimana Sonny memperhatikannya.
Semuanya menjadi serba salah.
Ayu ingin diperlakukan dengan baik oleh Nanda. Tapi ketika pria itu
melakukannya, ia malah dibayang-bayangi oleh masa lalu. Masa lalu yang
membuatnya teringat pada Sonny dan membuat dadanya begitu sesak. Ia benar-benar
tidak tahu saat ini ia sedang jatuh atau sedang bangkit. Semuanya hal baginya
adalah penderitaan kebenciannya terhadap Nanda semakin hari semakin bertambah.
Ayu ingin kembali seperti dulu.
Menjalani banyak hal sederhana. Punya teman cerita dan berbagi keluh kesah
setiap ia selesai olimpiade atau setiap pulang bekerja. Sekarang, pria yang
berstatus sebagai suaminya ini malah tidak pernah bisa menjadi teman bercerita.
Lebih cocok menjadi teman berdebat dan menciptakan masalah untuk diri sendiri.
Ia hanya bisa berpura-pura baik sampai ia bisa benar-benar menghancurkan hidup
Nanda sebagaimana pria itu telah mengancurkan mentalnya hanya dalam sekejap.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Tolong siapkan hati kalian
karena bab 20 ke atas, author akan mulai masuk ke konflik. Siapkan jantung,
hati dan ampela ... mari kita buat sambal goreng ala-ala author Vella Nine ...!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment