Nanda mondar-mandir di ruang
tamu rumahnya puluhan kali sambil menunggu Roro Ayu pulang ke rumahnya. Ia
tidak tahu apa yang dilakukan oleh istrinya di luar sana hingga membuat kedua
orang tuanya murka. Ia sangat kesal karena merasa dipermainkan oleh wanita yang
terlihat tenang, lembut dan penurut itu. Yang lebih parahnya lagi, ia tidak
mengetahui sama sekali perihal perjanjian antara keluarga Perdanakusuma dan
keluarga bangsawan Keraton Surakarta yang jelas-jelas merugikan salah satu
pihak.
“Ay, kamu ini ngapain aja sih?
Sudah jam sembilan malam, kenapa belum pulang juga? Ngapain aja sama Sonny?”
gerutu Nanda sambil menggaruk kepalanya dengan gelisah.
Perasaan Nanda semakin tak
karuan saat sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Ia buru-buru berlari
keluar dari rumah dan melihat Ayu keluar dari dalam mobil tersebut.
“Thank’s ya udah antarin aku!”
ucap Ayu sambil menatap Sonny yang duduk di balik kemudi.
Sonny mengangguk sambil
tersenyum ke arah Ayu yang menatapnya dari luar kaca mobil yang ia buka. “Salam
untuk Nanda, ya!”
Ayu mengangguk. “Mau masuk
dulu?”
Sonny menggeleng. “Lebih baik
aku nggak pernah ketemu dia. Takut nggak bisa nahan emosi,” ucapnya sambil
tertawa kecil.
Ayu tersenyum kecut menatap
wajah Sonny. Pria yang selalu ia nantikan dan rindukan selama beberapa tahun
belakangan ini. Semua impiannya kandas dalam semalam hanya karena ulah pria
yang — sialnya, malah menjadi suaminya.
“Nggak usah sedih! Nanda pasti
bisa bahagiain kamu. Aku pulang dulu, ya! Next time ... kalau aku pulang ke Surabaya,
kamu masih mau ketemu sama aku ‘kan? Sebagai teman.”
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis.
Sonny balas tersenyum. Ia
segera menutup kaca mobilnya saat melihat Nanda berlari ke arahnya dan bergegas
pergi meninggalkan Ayu yang masih berdiri di depan pagar rumahnya hingga mobil
Sonny benar-benar menghilang dari pandangannya.
Ayu menghela napas kecil. Ia
membalikkan tubuhnya tak bersemangat. Melangkah perlahan dengan berat hati
untuk masuk ke dalam rumah yang lebih cocok disebut neraka dunia dalam kehidupannya.
“Ngapain aja sama Sonny sampai
jam segini?” tanya Nanda sambil menatap serius ke arah Ayu.
“Ngobrol,” jawab Ayu santai
sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya.
“Ngobrolin apa dari waktu makan
siang sampai jam setengah sepuluh malam?” tanya Nanda.
“Ngobrolin banyak hal tentang
masa lalu dan masa depan,” jawab Ayu. Ia langsung melangkah melewati tubuh
Nanda begitu saja.
“Mampir hotel dulu sama dia?”
tanya Nanda sambil menatap punggung Ayu yang hampir mencapai pintu rumahnya.
Ayu langsung menghentikan
langkahnya sejenak. Ia benar-benar kesal dengan pertanyaan Nanda yang
seolah-olah sedang menuduhnya melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Ia ingin
marah, tapi hatinya terlalu lelah untuk berdebat dengan suaminya itu. Ia
memilih untuk melangkahkan kakinya kembali masuk ke dalam rumah.
“Yu ... Ayu!” seru Nanda sambil
mengejar langkah kaki Ayu. “Jawab pertanyaanku, Yu!”
“Nggak penting,” sahut Ayu
lirih.
Nanda langsung menyambar
pergelangan tangan Ayu dan menarik tubuh wanita itu hingga merapat ke tubuhnya.
“Apa sih, Nan? Mau kamu apa?”
tanya Ayu sambil menatap serius ke wajah Nanda.
“Kamu ngapain aja sama Sonny
sampai pulang semalam ini?” tanya Nanda.
“Menurutmu?” tanya Ayu balik
sambil menatap wajah Nanda penuh keberanian.
Nanda terdiam saat bayangan
wajahnya masuk ke dalam manik mata Ayu. Perasaannya tak karuan saat sorot mata
itu menyiratkan sebuah kepiluan. “Shit!” umpatnya dalam hati karena semua
emosinya tiba-tiba luruh di hadapan wanita itu.
“Nan, apa karena kamu begitu
sama Arlita ... kamu anggap aku juga seperti itu?” tanya Ayu dengan mata
berkaca-kaca.
Nanda terdiam mendengar pertanyaan Ayu.
“Aku capek berdebat terus sama
kamu, Nan. Kalau kamu mau tahu aku ngapain aja sama Sonny, kamu bisa telepon
dia dan tanya langsung ke dia. Masih punya nomernya ‘kan?” tanya Ayu sambil
menatap tajam ke arah Nanda.
Nanda terdiam. Sejak kasus
kehamilan Ayu terkuak, ia tidak memiliki keberanian untuk menghadapi sahabatnya
itu. Merenggut tunangan sahabatnya
dengan cara biadab adalah hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Dan yang
lebih parahnya lagi, ia tidak memiliki keberanian untuk meminta maaf secara
personal kepada Sonny.
Ayu menghela napas pelan. Ia
melepaskan genggaman tangan Nanda perlahan dan melangkah perlahan menuju ke
kamarnya.
Nanda menggaruk kepalanya yang
tidak gatal. Ia mondar-mandir di sana dengan perasaan tak karuan. Hidupnya yang
terbiasa santai dan sesukanya, berubah hanya dalam sekejap sejak ia melakukan
kesalahan besar dalam hidupnya. Ia bahkan tidak memiliki keberanian untuk
menemui Sonny. Ia benar-benar tidak punya muka dan tidak tahu harus mengawali
dengan kata apa jika berhadapan dengan Sonny.
Drrt ... drrt ... drrt ...!
Nanda merogoh ponsel dan
menatap nama Arlita yang masuk ke sana. Tanpa pikir panjang, ia langsung
mematikan panggilan telepon dari wanita itu.
Nanda menghela napas. Ia
berlari-lari kecil untuk meredakan emosinya sebelum ia masuk ke dalam kamar
untuk menemui Ayu.
“Yu ...!” panggil Nanda lembut
sambil menghampiri Ayu yang baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang
mengeringkan rambutnya.
“Hmm.” Ayu menyahut sambil
menyambungkan kabel haid dryer ke stopkontak.
Nanda langsung mengambil alih
hair dryer itu dan membantu Ayu mengeringkan rambutnya.
Ayu langsung memperhatikan
wajah Nanda dari balik cermin yang ada di hadapannya. Sudah hampir tiga bulan
mereka tinggal di satu rumah dan baru pertama kalinya Nanda membantunya
mengeringkan rambut.
“Yu, aku boleh tanya sesuatu?”
tanya Nanda sambil memperhatikan rambut Ayu yang terasa sangat lembut dengan
aroma buah yang segar.
“He-em,” sahut Ayu sambil
mengangguk kecil.
“Ada perjanjian apa antara
keluargaku dan keluarga keratonmu?” tanya Nanda sambil melirik Ayu dari balik
cermin.
Ayu menelan saliva begitu
mendengar pertanyaan Nanda. Ia pikir, pria ini tidak akan pernah peduli dengan
apa pun di dunia ini. Ia terlalu takut untuk menghadapi kenyataan pahit di masa
depan sehingga ia memilih untuk menuruti keinginan kedua orang tuanya.
“Yu, are you hear me?” tanya
Nanda lirih karena Ayu masih saja bergeming di tempatnya.
Ayu mengangguk.
“Jawabannya?” tanya Nanda
sambil menatap wajah Ayu penuh harap.
“I don’t know,” jawab Ayu
sambil mengedikkan bahunya.
“Mama Nia bilang, keluarga
menuntut banyak hal agar kalian tidak memenjarakanku. Apa semua saham dan harta
keluarga kami yang sedang kalian incar?” tanya Nanda sambil menatap serius ke
arah Ayu.
Ayu menggeleng lagi. “Aku nggak
tahu soal detail tuntutannya. Aku hanya minta satu syarat dari Bunda Rindu
supaya aku mau menikah denganmu.”
“Apa syaratnya?”
“Kalau kita bercerai, semua
harta kekayaan keluargamu akan menjadi milikku,” jawab Ayu sambil tersenyum.
“Aku nggak nyangka kalau kamu
sejahat ini, Ay,” sahut Nanda sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ayu tersenyum miring. “Sekuat
apa pun aku berusaha menjadi baik, kamu akan tetap melihatku sebagai orang
jahat. Aku bukan orang yang harus terlihat baik di depan semua orang, Nan.
Kalau kamu nggak suka punya istri kayak aku, kita cerai aja dan aku bisa
mendapatkan harta keluarga kamu secepatnya.”
“Kamu ...!?” Nanda gelagapan mendengar
ucapan Ayu. “Kenapa kamu setega ini sama aku, Yu?”
“Harusnya pertanyaan itu aku
yang melontarkannya untuk kamu, Nan.”
Nanda menghela napas. “Tell me,
apa yang harus aku lakukan untuk kamu?”
“Tinggalkan Arlita,” jawab Ayu
singkat.
“Yu, kita sama-sama mencintai
...”
“I know, Nan. But, we are
marriage. Kita ini bukan pacaran. Buat apa rumah tangga ini kalau kamu masih
tidak mau melepaskan Arlita? Ada berapa lagi wanita yang kamu pelihara di luar
sana?”
“Kamu sendiri, udah putus sama
Sonny?”
“Kamu yang sudah bikin kami
putus,” jawab Ayu. Ia tetap saja masih tidak bisa memaafkan perbuatan Nanda
yang telah membuat semua impiannya dengan Sonny terenggut begitu saja.
Nanda terdiam mendengar jawaban
Ayu. Ia benar-benar tidak berdaya jika Ayu telah membuatnya terikat seperti
ini. Entah bagaimana cara Ayu melakukannya. Membuat papanya menandatangani
perjanjian gila seperti itu, pastilah bukan hal kecil yang dilakukan oleh
wanita yang terlihat begitu tenang ini. Apa yang dilakukan Ayu di belakangnya,
membuatnya benar-benar tidak bisa berkutik.
((Bersambung...))
Jangan lupa sapa di kolom
komentar biar author makin semangat nulisnya!
0 komentar:
Post a Comment