BAB 7 –
TAK HARMONIS
“Ayah, Bunda ... mmh, Roro Ayu
sudah menjadi istriku. Bisakah kami tinggal di rumah sendiri? Aku sudah
menyiapkan rumah untuk keluarga kecil kami dan hidup mandiri,” tutur Nanda saat
makan malam bersama dengan keluarga Ayu.
Bunda Rindu dan Ayah Edi saling
pandang selama beberapa saat.
“Kalian sudah berdiskusi? Bunda
tidak bisa melarang kalau memang ini keinginan kalian,” tutur Bunda Rindu.
“Asalkan kalian punya waktu untuk mengunjungi kami.”
Nanda mengangguk. Ia tersenyum
sambil menggenggam tangan Ayu. “Bunda tenang saja! Kami akan sering berkunjung
ke sini. Rumah kami tidak terlalu jauh. Kami bisa mengunjungi kalian sesering
mungkin.
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis. Ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan suaminya itu.
Walau bagaimana pun, dia adalah seorang istri dan sudah selayaknya berbakti.
Cepat atau lambat, seorang wanita memang akan diboyong pergi saat mereka sudah
berkeluarga. Bersyukurnya, ia tidak perlu tinggal bersama mertua karena Nanda
sudah menyiapkan rumah untuk mereka berdua.
Bunda Rindu tersenyum menatap
wajah Ayu. “Kamu jaga dirimu baik-baik! Lagi hamil muda, tidak boleh terlalu
kelelahan! Sudah resmi resign dari perusahaan?”
Ayu mengangguk. “Sudah, Bunda.”
“Baguslah. Jadi, kamu bisa
fokus mengurus suami dan anakmu,” tutur Bunda Rindu. “Oh ya, kapan mau pindah
rumah?”
“Secepatnya, Bunda,” jawab
Nanda. “Mungkin, besok.”
“Nanti Bunda Rindu ke sana
juga. Sebelum ditinggali, ada baiknya kita mengadakan pengajian lebih dulu,”
tutur Bunda Rindu.
“Pengajian?” batin Nanda dalam hati.
Pria bejat seperti dia mengadakan pengajian? Oh, God! Apa kata pasukan bir dan
wine yang biasa menemaninya party?
Ayu mengangguk. “Nanti Ayu
bilang ke Mama Nia dan Papa Andre juga supaya mereka juga datang ke rumah
kami.”
“Mmh ... emangnya harus ada acara
pengajian segala?” tanya Nanda.
“Iya, dong. Supaya kehidupan
rumah tangga kalian itu penuh berkah, dikasih rejeki yang melimpah dan selalu
harmonis,” jawab Bunda Rindu sambil tersenyum manis.
Nanda tersenyum kecut sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak pernah mengadakan acara pengajian.
Jika bukan karena keinginan orang tua, dia enggak melakukan hal tersebut.
Boro-boro mau pengajian, belajar agama saja dia selalu kabur dari kelas.
Bagaimana bisa pria bejat seperti dia mendapatkan istri yang begitu baik dan
sholehah? Rasanya, jodoh kali ini tidak tepat. Ia masih ingin bersenang-senang
di luar sana tanpa harus terbebani dengan tanggung jawab keluarga. Tapi
kenyatannya, dia akan menjadi seorang ayah dan harus bertanggung jawab pada
keluarganya.
Setelah menjalani serangkaian
acara yang rumit dan penuh drama, Nanda dan Ayu akhirnya resmi menempati rumah
baru mereka.
Nanda langsung menghempaskan
tubuhnya ke atas kasur begitu semua tamu sudah pulang dari rumahnya. “Gila!
Seumur hidup, aku baru ini pakai baju koko terlama. Kenapa harus ngadain
pengajian? Malu sama temen-temen klub aku, Yu. Harusnya kita bikin wine party
biar seru.”
Ayu tersenyum sambil duduk di
sisi Nanda. “Kalau kamu mau bikin party wine, jangan di rumah ini!”
“Kenapa? Ini rumahku.”
“Kamu pergi aja ke klub malam
yang biasa kamu kunjungi!” sahut Ayu sambil meletakkan piyama ke atas perut
Nanda. “Gantilah!”
Nanda menatap piyama di atas
perutnya dan menghela napas. “Aku capek dan ngantuk banget. Nggak usah ganti
baju.” Nanda menyodorkan kembali piyama itu. Ia memperbaiki posisi tubuhnya dan
langsung memejamkan mata.
Ayu menggeleng-gelengkan kepala
melihat tingkah Nanda. Ia merapikan tubuhnya terlebih dahulu sebelum akhirnya
terlelap di samping pria itu.
Hingga jam sepuluh pagi, Ayu
masih terlelap dengan nyaman di pelukan Nanda. Entah apa yang terjadi semalam
selama mereka tidur dalam satu ranjang. Terpisah jauh dari sudut ke sudut,
tiba-tiba sudah saling menempel tanpa mereka sadari.
Nanda memicingkan mata sambil
memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Ia langsung menoleh ke arah jam
dinding yang ada di kamar tersebut. “Jam sepuluh!?” batinnya.
Nanda meringis saat tangan
kirinya terasa sangat keram dan Ayu sedang tertidur lelap dengan kepala di atas
dadanya. “Kenapa dia bisa di sini? Pantesan pegel banget,” batinnya. Ia
langsung menggeser kepala Ayu perlahan agar menjauh dari tubuhnya. Kemudian
bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ayu langsung membuka mata
begitu ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ia langsung terlonjak
begitu menoleh ke arah jam dinding dan waktu sudah menunjukkan jam sepuluh
pagi. “Astaga! Aku bangun kesiangan!?”
Ayu bergegas melangkah
menghampiri pintu kamar mandi dan mengetuknya. “Nanda ...!”
“Hmm.”
“Ke kantor?”
“He-em.”
“Mau sarapan apa?” tanya Ayu.
“Nggak usah! Aku bisa sarapan
di luar!” seru Nanda dari dalam kamar mandi.
Ayu menghela napas. Hari
pertama menjalani kehidupan baru dengan Nanda, ia malah bangun kesiangan. Meski
begitu, ia berusaha menyiapkan sarapan secepat mungkin untuk suaminya sebelum
pria itu berangkat ke kantor perusahaannya.
Beberapa menit kemudian, Nanda
turun dari kamar dengan pakaian jas rapi. Ia menghentikan langkahnya saat
melihat Ayu sedang menyiapkan makanan di atas meja makan. “Yu, kamu masak?”
“Iya. Sorry, aku kesiangan.
Jadi, aku masak apa adanya aja untuk kamu. Makanlah!” pinta Ayu sambil
tersenyum manis.
Nanda tersenyum miring sambil
memperhatikan sepiring nasi goreng yang disiapkan oleh Ayu untuknya. “Aku udah
bilang nggak usah masak. Aku mau makan di luar.” Ia langsung melangkah begitu
saja.
“Tapi ...”
“Ayu, aku nggak suka diatur,
ya! Aku sudah bertanggung jawab menikahimu. Apa pun yang akan aku lakukan, kamu
nggak perlu ikut campur!” sahut Nanda.
Ayu menghela napas melihat
sikap Nanda. “Kamu ngajak tinggal di rumah sendiri supaya bisa semena-mena sama
aku, Nan?”
Nanda menghentikan langkahnya
sejenak. “Nah, itu tahu. Kalau aku nggak meminta kamu melakukan sesuatu, maka
kamu nggak perlu melakukan apa pun untukku. Aku ada janji mau ketemu Arlita.
Aku makan di luar,” ucapnya dan beranjak pergi.
“Nan, Arlita itu mantan pacar
kamu. Aku ini istri kamu, Nan. Kamu masih berhubungan sama dia?” tanya Ayu
sambil melangkah menghampiri Nanda.
“Dia bukan mantanku. Aku belum
putusin dia. Kalau kamu nggak bego, aku nggak bakalan nikah sama kamu!” sahut
Nanda sambil melangkah keluar dari rumah dan masuk ke mobilnya.
Ayu menarik napas dalam-dalam
sambil menyetabilkan hatinya. “Kamu gila, ya!? Aku juga punya pacar saat nikah
sama kamu. Tapi kami udah nggak berhubungan lagi. Kamu punya istri, punya pacar
juga? Emang dasar Nanda brengsek! Kenapa aku bisa terjebak jadi istri dia!?”
umpatnya kesal.
Ayu merintih kecil saat
perutnya tiba-tiba terasa perih. Ia langsung menghampiri meja makan dan
menikmati nasi goreng buatannya seorang diri sebab Nanda tak ingin menyentuhnya
sedikit saja.
Ayu membuka ponsel dan
memeriksa update story di sosial media milik Arlita. Benar saja, wanita itu
baru saja update story dengan pakaian cantik dan full riasan di wajahnya.
Ditambah lagi dengan caption yang menunjukkan kalau ia sedang menuju ke salah
satu restoran mewah yang ada di Galaxy Mall. Ayu tak bisa berbuat banyak. Toh,
pernikahan ini juga bukan keinginannya. Akan lebih baik jika Nanda pergi dengan
Arlita dan menceraikannya. Ia bisa mengurus anaknya sendiri dengan baik tanpa
harus makan hati setiap hari.
***
Nanda melangkah masuk ke dalam
restoran yang sudah ia pesan sebelumnya bersama Arlita. Ia langsung menghampiri
Arlita yang sudah menantinya lebih dahulu.
“Siang, Sayang ...!” sapa
Arlita dengan hangat dan langsung merangkul Nanda dan menciumi pipi pria itu.
“Aku kangen, Nan.”
“Aku juga kangen sama kamu,”
balas Nanda sambil tersenyum manis ke arah Arlita dan duduk di sofa yang ada di
sana.
Arlita tersenyum dan terus
merangkul lengan Nanda. “Nan, Ayu tahu kalau kamu pergi sama aku?”
“Tahu. Aku sudah bilang sama
dia.”
“Kamu yakin hubungan kita ini
akan baik-baik saja?” tanya Arlita sambil bergelayut manja di tubuh Nanda.
“Kenapa kamu malah hamilin dia, sih? Bukannya hamilin aku aja. Kita ‘kan bisa
segera menikah kalau aku hamil, Nan.”
“Aku nggak sengaja, Lit. Malam
itu aku mabuk dan aku pikir itu kamu. Nggak tahunya itu Ayu. Kamu tahu ‘kan Ayu
itu ceweknya sahabatku. Hubunganku sama Sonny jadi kacau gara-gara si Ayu bego
itu. Apa susahnya beli pil KB di apotek supaya nggak hamil atau gugurin aja
kandungannya? Urusan selesai dan aku nggak harus terjerat dalam pernikahan
menyebalkan ini!” tutur Nanda sambil meraih gelas jus yang ada di atas meja dan
meminumnya perlahan.
“Kenapa menyebalkan? Ayu itu
masih keturunan bangsawan. Keluargamu pasti merasa terhormat dan bahagia punya
menantu seperti dia. Apalagi papa dan mamamu itu, sampai sekarang mereka nggak
suka sama aku. Ditambah lagi sudah punya menantu Ayu. Kamu yakin akan bercerai
sama Ayu setelah dia melahirkan?”
Nanda mengangguk. “Baru sebulan
aku nikah sama dia. Kepalaku udah pusing, Lit. Keluarga itu terlalu banyak
aturan dan aku capek pura-pura jadi suami yang baik.”
“Kalau kamu capek pura-pura,
tunjukkin aja aslimu, Nan!”
“Maksudmu?”
“Kamu dan Ayu memang tidak
saling mencintai. Untuk apa berpura-pura? Kalian bisa berpisah setelah anak
kalian lahir. Kamu bisa bebas jalan sama aku, Ayu juga bisa bebas jalan sama
Sonny ‘kan? Kita bisa kembali ke kehidupan masing-masing seperti dulu,” jawab
Arlita sambil tersenyum manis.
Nanda menoleh ke arah Arlita
sejenak sambil berpikir. “Ada benernya juga, sih. Aku juga nggak nyaman hidup
sama perempuan membosankan kayak Ayu. Gimana kalau nanti malam, aku tidur di
apartemen kamu?”
“Serius!? Apartemenku juga milikmu,
Nan. Tentu saja kamu boleh tidur di sana kapan saja. Aku pasti menyambutnya
dengan senang hati. Tapi ... apa kamu tidak takut dengan mertua dan orang tuamu
jika menginap di tempatku? Aku tidak ingin dipersalahkan oleh mereka.”
“Aku sudah tinggal di rumah
sendiri bersama Ayu. Tidak akan ada masalah jika perempuan itu tidak mengadu
yang macam-macam ke orang tua. Aku lebih bebas untuk bergerak dan tidak perlu
berpura-pura menyayangi Ayu. Aku pusing, Lit.”
Arlita menghela napas. “Kalau
kamu pusing di rumahmu sendiri, datang aja ke tempatku! Tempatku akan selalu
terbuka untuk kamu dan kita bisa menikmati waktu bersenang-senang. Bagaimana?”
Nanda mengangguk-anggukkan
kepalanya. “Setelah pulang dari kantor, aku akan ke tempatmu.” Ia tersenyum
manis dan mengecup bibir Arlita.
Arlita mengangguk. Ia merangkul
Nanda dengan hangat dan tersenyum manis. Ia sangat bahagia saat Nanda masih
mencarinya untuk mendapatkan kehangatan. Ia tidak peduli dengan Ayu. Sejak awal
Nanda adalah miliknya dan Ayu yang sudah merebut kekasihnya itu. Ia akan
melakukan apa pun untuk merebut Nanda kembali dari tangan Ayu. Tidak rela jika
pria yang sudah lama mengisi harinya itu diambil oleh wanita lain. Lagipula,
hidup Arlita selalu bergantung dengan Nanda sejak dulu. Jika Nanda benar-benar
pergi, ia tidak punya apa-apa untuk menghidupi dirinya dan gaya hidupnya yang
mewah sejak berpacaran dengan Nanda.
***
Ayu mondar-mandir di ruang
tamunya dengan gelisah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan di rumahnya
seorang diri. Rumah ini belum banyak furniture dan ia tidak tahu harus
melakukan apa di rumah itu. Sudah seharian bersantai-santai dan ia merasa
sangat bosan. Biasanya, dia selalu pergi bekerja. Hari ini barulah terasa dan
menyesal telah melepaskan karirnya demi berbakti pada suami.
“Lebih baik aku ke pasar aja,
deh. Cari bahan masakan untuk makan malam. Mungkin, Nanda mau menemaniku makan
malam.” Ayu tersenyum lebar. Ia segera melangkah ke kamar untuk mengambil
dompet dan melangkahkan kaki keluar dari rumah itu.
Pasar sayuran terletak tak jauh
dari komplek perumahan tersebut. Ia memilih untuk berjalan kaki. Ia bisa
menikmati suasana dengan santai dan mengulur waktunya di luar rumah. Rumah yang
besar dan sepi itu terasa sangat membosankan untuknya.
Suasana di pasar tetap saja
ramai meski sudah sore. Ayu memilih beberapa sayuran, buah dan daging untuk ia
masak. Ia tidak tahu makanan kesukaan Nanda dan hanya bisa memikirkan makanan
yang disukai oleh kebanyakan orang. Berharap, Nanda akan menyukai hasil
masakannya.
Di saat bersamaan, Nanda yang
baru saja pulang dari kantor bersama Arlita, langsung menangkap bayangan tubuh
Ayu yang sedang berada di tepi jalan di pasar yang ia lewati. Ia langsung
menghentikan mobilnya dan melepas safety belt yang melingkar di pinggangnya.
“Kenapa, Nan?” tanya Arlita.
“Istriku,” jawab Nanda sambil
menunjuk ke arah Ayu dan segera keluar dari dalam mobil tersebut.
“Ay, kamu ngapain di sini?”
tanya Nanda sambil menarik lengan Ayu dan membalikkan tubuh wanita itu agar
menatap ke arahnya.
“Nanda?”
“Kenapa? Kaget lihat aku?”
tanya Nanda lagi.
Ayu menggeleng santai. “Aku
lagi cari bahan makanan untuk makan malam kita. Sudah pulang kerja?” Matanya
langsung menangkap tubuh Arlita yang baru saja keluar dari mobil Nanda. Ia
langsung menghela napas dan memilih untuk melangkah pergi meninggalkan pria
itu.
“Hei, kamu mau ke mana!?” seru
Nanda sambil mengejar langkah Ayu dan menghadangnya.
“Aku mau pulang.”
“Pulang sama aku!” pinta Nanda
sambil menyambar pergelangan tangan Ayu.
“Nggak usah, Nan. Kamu lagi
sama pacarmu. Aku nggak mau ganggu.”
“Oh. Jadi, kamu mau juga
diganggu sama cowok lain? Lihat! Kamu keliaran pakai daster seksi kayak gini.
Nggak sadar kalau sudah bersuami!?” sahut Nanda kesal.
Ayu mengernyitkan dahi dan
menatap daster yang ia kenakan. Daster itu memang hanya di atas lutut dan tanpa
lengan. Menurutnya biasa saja. Toh, Arlita juga mengenakan pakaian yang jauh
lebih seksi darinya. Kenapa Nanda harus mempermasalah daster yang ia kenakan?
Pria ini benar-benar membuatnya sangat kesal.
“Pulang sama aku!” pinta Nanda
sambil menyeret lengan Ayu dan membawanya menghampiri mobilnya.
Arlita menaikkan kedua alisnya
saat ia berhadapan langsung dengan Ayu. Ia hanya berdiri santai menatap wanita
yang telah merebut kekasihnya dengan cara yang licik dan kejam.
“Lit, kamu pulang naik taksi,
ya!” pinta Nanda sambil membuka pintu mobil dan memasukkan tubuh Ayu ke
dalamnya.
Ayu menghela napas saat ia
sudah duduk di dalam mobil. Meski ada Arlita di sana, ia tidak berani melakukan
apa pun. Hanya bisa menundukkan kepala setiap kali bertemu dengannya. Sebab, ia
sudah merebut Nanda dari tangan Arlita dan hatinya masih merasa bersalah.
“Nan, kamu nyuruh aku pulang
naik taksi? Bukannya kamu sudah sepakat mau nginap di tempatku dan kita makan
malam bareng?” tanya Arlita sambil melirik Ayu yang sudah berada di dalam mobil
Nanda.
“Makan malam bisa lain kali.
Ini urusan rumah tanggaku. Kamu pulang naik taksi aja, ya! Pesan makanan yang
enak atau buat party sama teman-temanmu supaya kamu nggak bosan. Nanti aku
transfer uang untuk party kamu,” jawab Nanda.
“Serius!?” tanya Arlita sambil
tersenyum lebar.
Nanda mengangguk.
“Bersenang-senanglah! Aku selesaikan urusan rumah tanggaku dulu!” Ia langsung
melangkah ke sisi lain dan masuk ke dalam mobil. Kemudian, ia bergegas membawa
mobilnya itu pergi dari sana.
“Nan, kamu nggak putusin Lita?”
tanya Ayu. Ia akhirnya memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan yang sudah
lama tertahan di dalam hatinya.
“Nggak. Dia bisa menjadi
hiburan dan menemaniku bersenang-senang di luar. Di rumah bersamamu, semuanya terasa
membosankan,” jawab Nanda santai.
“Kalau gitu, nggak usah pulang
ke rumah sekalian!” sahut Ayu.
“Kamu ...!?” Nanda langsung
menoleh ke arah Ayu dan menatap geram.
“Aku juga lebih tenang nggak
ada kamu di rumah,” sahut Ayu dengan suara tercekat.
“Bagus.” Nanda manggut-manggut.
“Aku juga bisa tinggal di tempat Lita kalau memang itu mau kamu! Muak sama
istri pembangkang kayak kamu!”
Ayu langsung membuang wajahnya
ke arah luar jendela. Air matanya menetes perlahan. Ia tidak menyangka jika
akan diperlakukan seperti ini oleh Nanda setelah mereka tinggal di rumah
sendiri. “Bunda, aku mau pulang ...” lirihnya dalam hati.
Nanda menghela napas sambil
memarkirkan mobil di halaman rumahnya. “Nggak usah nangis, Ay!” pintanya
lembut.
“Aku mau balik ke rumah orang tuaku,
Nan.”
“Hah!? Kita baru sehari tinggal
di rumah ini. Kamu udah mau pulang ke rumah orang tuamu?” tanya Nanda. “Kamu
jangan kekanak-kanakkan gitu, dong! Aku minta maaf sama kamu! Nggak perlu balik
ke rumah orang tua!” pintanya. Ia tidak ingin mendapatkan masalah baru jika Ayu
sampai keluar dari rumahnya. Ia harus menghadapi keluarga mertua dan orang
tuanya sekaligus. Membayangkannya saja, ia sudah sakit kepala.
“Aku nggak betah tinggal di rumah
ini. Rumah ini terlalu sepi. Sarapan, makan siang dan makan malam ... aku
selalu sendirian. Kamu sibuk dengan pacarmu. Lalu, buat apa aku masih tinggal
di rumah ini? Menjadi istri yang tidak dihargai. Lebih baik kita selesaikan
saja hubungan kita jika memang tidak ada kebahagiaan. Toh, aku dan keluargaku
bisa menghidupi anak ini meski tanpa ayahnya,” tutur Ayu sambil keluar dari
mobil dan melangkah perlahan memasuki pintu rumahnya.
Nanda buru-buru mengejar
langkah Ayu hingga lupa mematikan mesin mobilnya. “Yu, jangan pergi, ya! Aku
bisa dibunuh sama Papa Andre kalau hubungan kita berantakan. Aku janji akan
temani kamu sarapan, makan siang dan makan malam. Asalkan kamu jangan pergi
dari sini! Oke?” pinta Nanda sambil mengikuti langkah Ay menuju dapur rumah
mereka.
Ayu tak menyahut. Ia memilih
untuk menyibukkan diri di dapur dan tidak mendengarkan Nanda yang terus mencoba
merayunya agar tetap tinggal di rumah itu. Ia tahu, Nanda hanya takut
kehilangan kedudukannya di perusahaan keluarganya jika hubungan mereka
berantakan. Bukan karena kehilangan sosok istri dalam hidupnya. Andai dia bisa
memilih, ia tidak ingin menjalani pernikahan yang sangat menyakitkan ini.
((Bersambung...))
Mohon maaf kalau update lambat
karena masih nulis di banyak Platform. Tetep dukung terus karya author biar
makin semangat bikin ceritanya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
DAFTAR BACAAN :
Bab 2 - Bayi yang Tak Diinginkan
Bab 5 - Menolak Pernikahan Kontrak
Bab 6 - Hari Pertama Jadi Mantu
______________________
Dilarang keras menyalin, memperbanyak dan menyebarluaskan konten ini tanpa mencantumkan link atau izin tertulis dari penulis.
©Copyright www.rinmuna.com
0 komentar:
Post a Comment