“Mas, hari ini nggak kerja?” tanyaku sambil menyuguhkan kopi ke hadapan suamiku.
“Nggak,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel pintar yang ada di tangannya.
Aku hanya menghela napas. Sudah berhari-hari, suamiku tidak bekerja. Ia hanya bekerja pada malam sampai pagi untuk bermain game online bersama teman-teman online-nya.
“Kamu keluar lagi dari tempat kerja?” tanyaku lirih.
“Iya. Bosnya sekarang aneh.”
“Aneh kenapa?”
“Semua serba salah. Nyuruh ini, nyuruh itu ... udah dikerjain, semuanya nggak cocok,” jawab suamiku beralasan. Padahal, aku sudah sangat mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Semenjak kecanduan bermain game online, suamiku kerap bermain game hingga jam empat pagi. Sementara, jam tujuh pagi seharusnya sudah berada di tempat kerja. Karena tidur pagi, akhirnya aku juga kesulitan untuk membangunkannya. Di tempat kerjanya, rekan-rekan kerja yang lain juga kerap menyampaikan kalau suamiku lebih banyak tidur di tempat kerjanya sehingga memicu kemarahan bos.
Aku selalu pergi ke pasar lebih pagi untuk menjual kue-kue yang aku buat. Demi bisa bertahan hidup, aku hanya menggantungkan uang dari haril jualan kue secara online dan offline. Jika mengandalkan pekerjaan suamiku, aku bisa tidak makan selama sebulan penuh.
Seperti biasa, setiap jam enam pagi ... aku sudah berangkat ke pasar untuk menjual aneka jajanan yang aku buat sejak pukul tiga dinihari. Usai menjajakan kue di pasar, aku masih harus mencuci piring seabrek. Karena tidak sempat lagi kalau harus mencuci piring terlebih dahulu sebelum pergi ke pasar.
Usai mencuci piring, mencuci baju dan membereskan rumah. Aku kembali dengan aktivitas lain yakni berkebun. Aku punya kebun kecil di belakang rumah yang aku manfaatkan untuk diriku sendiri. Dari hasil kebun kecilku, aku tidak perlu membeli tomat, cabai sayuran. Lumayan, bisa menutupi kebutuhan sehari-hari karena suamiku tidak bekerja.
Setiap hari, aku melakukan banyak pekerjaan agar bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Terkadang, aku baru kembali ke rumah malam hari demi mencari sesuap nasi.
Suamiku ... tetap saja duduk atau berbaring tenang dengan ponsel di tangannya sepanjang hari. Ia lebih sering memainkan ponselnya ketimbang memperdulikan istri atau isi rumah. Bahkan, galon yang kosong pun dibiarkan begitu saja selama berhari-hari jika aku tidak memintanya untuk mengisi ulang. Terus, minum pakai apa? Aku terpaksa merebus air hujan saja. Bisa lebih hemat juga karena suamiku nggak peka.
Sejak kecanduan game, interaksi antara aku dan suamiku semakin berkurang setiap harinya. Akhirnya, kami sering bertengkar karena salah paham. Emosiku selalu memuncak saat aku kelelahan dan mendapati suamiku masih saja sibuk dengan dunia game-nya yang tidak bisa ditawar lagi. Aku bahkan mengetahui kalau dia lebih suka bercengkerama dengan Karina atau Hanabi (Hero dalam tokoh game) daripada mengajak istrinya sendiri bercengkerama.
Suami yang kecanduan game online, bukan hanya kehilangan waktunya untuk bermain game saja. Tapi dia juga kehilangan kepercayaan diri, human interesting, rasa peduli, empati dan sulit menerima masukan dari orang lain. Mereka cenderung mempercayai apa yang sudah terkendali di dalam game daripada mempercayai ucapan istrinya sendiri.
Lelah rasanya saat kita menghabiskan waktu untuk membantu suami memenuhi kewajibannya mencari nafkah, yang dibantu justru sibuk bermain game online dengan teman-teman online-nya yang bahkan tidak pernah bisa menyuguhkan segelas kopi untuknya.
Pada akhirnya ... aku memilih diam. Menahan semua kekesalan seorang diri. Membiarkan waktu-waktu menjawab bagaimana kami menjalani hidup kami masing-masing. Kami berada dalam satu atap namun terasa sangat asing. Kami jarang berbicara atau berdiskusi tentang banyak hal. Kami tak lagi terlihat seperti sepasang suami-istri yang seharusnya.
Karena suami selalu sibuk dengan game online-nya. Lebih banyak memegang ponsel daripada istrinya. Maka aku memutuskan untuk memberikan pelayanan online pada suamiku. Supaya aku tetap ada dalam dunianya.
Pria-pria yang kecanduan game online, mereka tidak akan pernah mengerti dan tahu saat istrinya pingsan di dapur karena kelelahan atau istrinya terluka saat bekerja. Mereka sudah sibuk dengan game online-nya. Tidak menjadi gamer yang profesional dan tidak bisa menghasilkan uang. Sepanjang harinya hanya dihabiskan untuk memperhatikan layar ponsel. Hingga ia tidak mengetahui kalau hari ini ... istrinya dirawat di rumah sakit karena kelelahan.
Aku sengaja tidak memberitahu suamiku kalau aku pingsan di pasar karena aku kelelahan. Terlalu banyak hal yang aku lakukan hingga sering lupa makan. Aku hanya ingin tahu ... sampai di mana rasa kepedulian suamiku saat istrinya terbaring di rumah sakit, sedang ia berbaring di rumah sambil bermain game online.
- THE END –
Story of Daily Life
Cerita ini hanya fiksi belaka
Dilarang copy paste dan menyebarkan tulisan ini tanpa mencantumkan nama situs atau penulisnya.
0 komentar:
Post a Comment