Kamis, 23 Agustus
2018 menjadi awal pertama aku bertemu dan berkenalan dengan Junius Andrianus.
Awalnya, aku pikir dia seorang laki-laki ketika melihat namanya sudah ada di
atas meja peserta sementara orangnya belum datang.
Kedatangannya
membuat aku terkesima dengan senyumannya yang manis dan juga sapaan ramahnya.
Tak perlu waktu lama untuk bisa akrab dengannya. Hanya perlu waktu beberapa jam
saja. Dia adalah seorang pustawakan di sebuah sekolah di Sangatta. Dia juga
merupakan alumni Universitas Mulawarman.
Mbak Juni, kami
memanggilnya begitu. Usianya terpaut 5 bulan lebih tua dariku, tapi dia belum
menikah sementara aku sudah punya seorang putri berusia 3 tahun. Kami selalu
mendengarkan cerita-ceritanya dalam berdiskusi. Aku suka saat dia bercerita.
Wawasannya sangat luas. Dia juga sudah menerbitkan beberapa novel. Aku
penasaran dengan novelnya yang berjudul “REPLAY” ketika dia menunjukkan Drama
Theater yang diangkat dari novel karyanya. Oh My God...! Andai Sangatta itu
dekat, aku pasti sudah ke sana cuma untuk baca novelnya. Sayang banget dia
nggak bawa novel itu saat karantina.
“Eh, kamu sudah
menikah ya?” tanya Juni tiba-tiba.
“Iya, udah punya
anak aku,” jawabku sambil tertawa kecil. “Kenapa?”
“Ih, hebat loh.
Sudah menikah tapi masih bisa ikut ajang seperti ini. Nggak banyak loh
perempuan yang sudah menikah bisa seperti kamu,” tuturnya.
Aku hanya
tersenyum menanggapinya.
“Di mana sih
dapetinnya?” tanya Mbak Juni menggoda.
“Dapetin apa?”
tanyaku.
“Ya... suami yang
seperti itu. Pasti laki-laki yang hebat. Bisa bikin kamu sampai sini, bisa
support kamu punya Taman Baca juga...” cerocosnya di hadapan finalis yang lain
saat kami sedang istirahat.
Aku hanya
tersenyum. Tak ingin banyak berbicara tentang kehidupan pribadiku.
“Gimana dulu
ceritanya bisa kenal?”
“Hmm...,”Aku
memutar bola mata, tak ingin menceritakan apapun, sebab tak ada kisah menarik
yang harus diceritakan. Lebih baik mendengarkan cerita-cerita dari Mbak Juni
saja. Itu lebih menarik bagiku.
“Mbak Juni juga
lebih hebat dari aku kok,” celetukku kemudian. Aku malah mengagumi dia terus
menerus setiap kali mendengar dia bercerita.
Sedikit nyambung
pembicaraan dengannya soal dunia literasi. Sebab dia seorang pustakawan dan aku
memang harus banyak belajar dari dia supaya aku bisa membuat Taman Bacaku lebih
terorganisir dengan baik.
Di hari kedua
karantina, aku dan dia semakin akrab.
“Hei,,, kamu jadi
nginap di mana nanti?” tanya Juni, dia tahu kalau jatah penginapanku sudah
habis.
“Tadi Cindy
nawarin, Anisa juga nawarin. Lihat aja nanti deh.”
“Kalau kamu
tempat Nisa, besok berangkat ke Plaza Mulia bisa barengan. Soalnya kita
searah.” Mbak Juni menatapku.
“Oh ya? Ya udah
deh nanti aku bilang sama Anisa.”
“Anisa juga minta
make up bareng. Soalnya dia nggak bisa make up katanya,” tutur Mbak Juni
kemudian.
“Oke deh.”
Akhirnya aku
memutuskan untuk menginap di kosan Anisa. Gadis cantik dan baik hati yang juga
asyik banget. Sama banget denganku yang suka membiarkan kamar berantakan.
Artinya, aku nggak perlu sungkan untuk meletakkan barangku di mana saja yang
aku mau. Hahaha...
Sebelum malam
Grand Final, kami sudah sibuk menyiapkan segalanya. Anisa yang lupa belum
menyertika Jasnya dan tiba-tiba listrik padam. Bikin panik nggak karuan.
Berkali-kali mencoba memanaskan air dan menggosok jasnya dengan panci tapi
tidak berhasil. Masih tetap kusut. Sementara
waktu terus berjalan.
“Udah, kita ke
tempat Mbak Juni aja. Siapa tau sampe di sana listriknya udah nyala.” Aku
memberikan saran mengingat kita harus datang tepat waktu.
Anisa langsung
mengiyakan, tanpa pikir panjang kami bergegas menuju kosan Mbak Juni.
“Temannya Jo
kah?” tanya Ibu Kos ketika kami sampai. Aku dan Anisa saling pandang. Tidak
tahu siapa yang dimaksud dengan Jo.
Tiba-tiba adik
Mbak Juni, kepalanya nongol dari balik pintu kamar kosan dan memanggil kami.
Ternyata, Mbak Juni memang biasa dipanggil Jo.
Oke, akhirnya
Kami make up di ruang tengah kosan Mbak Juni, karena mati listrik dan kamar
gelap. Jadi, kami memilih untuk make up di luar saja. Anisa dimake-up oleh
salah satu temannya, begitu juga Mbak Juni yang dapet jasa make up gratis dari
salah satu kawannya. Aku? Aku make up sendiri saja seadanya, hiks... Tapi, aku
dibantu pasang bulu mata sama teman Mbak Juni. Terima kasih untuk Mas
RangerHijau sudah membantu kami tanpa pamrih.
Dari 24 Finalis,
Mbak Juni berhasil masuk ke dalam 15 besar. Namun, nasibnya sama sepertiku,
tidak lolos di 15 besar. Tak apa, kami akan tetap berjuang demi literasi. Toh,
selama ini aku pun berjuang meningkatkan minat baca secara mandiri. Tidak ada
bantuan dari pemerintah atau instansi manapun. Tetap berjalan hingga hari ini.
Perjuangan sesungguhnya adalah setelah kompetisi. Seberapa besar kontribusi
yang bisa kita berikan untuk meningkatkan minat baca di daerah Kalimantan
Timur.
Terima kasih Mbak
Juni, untuk cerita-ceritanya, diskusinya dan semuanya deh. Asyik bisa kenal
wanita yang cantik, ceria dan humble banget. Mungkin benar kata Mbak Juni,
“Buku membuat Si Tua awet muda, Si Muda berwibawa.” Soalnya sering baca buku
yang bikin ngakak Mbak, biar awet muda ya?
Aku juga suka
bikin tulisan lucu kalo lagi suntuk. Walau kadang garing. :D
Aku selalu
spechless setiap kali berhadapan dengan gadis cantik dan cerdas ini. Bawaannya
udah terpesona aja. Ah... dia memang paling seksi dengan kecerdasan dan
wawasannya yang luas. Aku mah belum ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan
wawasan dan karya-karya dia. Perlu banyak berguru dengannya terutama soal
kepustakaan.
Next time, semoga
kita ketemu lagi ya...!
Salam untuk kawan-kawan
literasi di Sangatta...!
0 komentar:
Post a Comment