Resensi Buku “Arok Dedes”
Komunitas Suka Baca Buku |
Judul : Arok Dedes
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Isi : xiv + 561 halaman
Penerbit : Lentera Dipantara
ISBN : 978-979-3820-14-9
Tahun Terbit : Juli 2009
Harga : Rp -
Sinopsis :
Buku Roman
Politik “Arok Dedes” ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan diterbitkan pertama
kali pada Desember 1999. Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa
Tengah, Indonesia. Hampir separuh
hidupnya dihabiskan dalam penjara. Penjara tak membuatnya berhenti sejengkal
pin menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia
konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar.
Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke
dalam lebih dari 42 bahasa asing. Sampai akhir hidupnya, ia adalah satu-satunya
wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar kandidat Pemenang
Nobel Sastra.
Buku ini
menceritakan tentang roman politik yang begitu apik. Pergulatan batin seorang
wanita cantik bernama Dedes. Dan pergelutan politik dengan kecerdikan Arok
dalam menjatuhkan kekuasaan Tunggul Ametung.
***
Roman Arok Dedes
bukan roman mistika-irasional (kutukan keris Gandring tujuh turunan). Ini
adalah roman politik seutuh-utuhnya. Berkisah tentang kudeta pertama di
Nusantara. Kudeta ala Jawa. Kudeta merangkak yang menggunakan banyak tangan
untuk kemudian memukul habis dan mengambil bagian dari kekuasaan
sepenuh-penuhnya. Kudeta licik tapi cerdik. Berdarah, tapi para pembunuh yang
sejati bertepuk dada mendapati penghormatan yang tinggi. Melibatkan gerakan
militer (Gerakan Gandring), menyebarkan syak wasangka dari dalam,
memperhadapkan antarkawan, dan memanasi perkubuan. Aktor-aktornya bekerja
seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui, namun tiada bukti paling sahih
bagi penguasa untuk menyingkirkannya.
Arok adalah
simpul dari gabungan antara mesin paramiliter licik dan politisi sipil yang
cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa
tunggal tanah Jawa). Arok tak mesti memperlihatkan tangannya yang berlumur
darah mengiringi kejatuhan Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena perang
politik tak selalu identik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan
catur di atas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melempar
umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan besar. Tak ada kawan dan lawan. Yang
ada hanya takhta di mana seluruh hasrat bisa diletupkan sejadi-jadinya yang
dimau.
Pada akhirnya
roman Arok Dedes menggambarkan pera kudeta politik yang kompleks yang
“disumbang” Jawa untuk Indonesia.
Kelebihan Buku:
Alur yang
sederhana dan mudah dipahami, terutama tentang birokrasi dan politik kerajaan.
Penggambaran tokoh, tempat dan kejadian ditulis secara detail sehingga pembaca
ikut terbawa masuk ke zaman kerajaan di mana kerajaan Kediri masih berdiri. Ada
banyak kejutan dalam buku ini. Arok yang awalnya berada di medan pertempuran
untuk menghadapi Tunggul Ametung, ia berpindah ke medan siasat untuk bisa
menggulingkan Tunggul Ametung. Juga tentang pergulatan batin Paramesywari Ken
Dedes yang jatuh cinta pada Arok dan tidak ingin kedudukannya sebagai
Paramesyari Tumapel digantikan oleh Umang, istri pertama Arok yang kastanya
jauh lebih rendah daripada dirinya.
Kekurangan :
Kekurangan yang
terdapat dalam Novel Arok Dedes adalah gaya bahasa yang digunakan masih ejaan
lama dan sulit dimengerti untuk pembaca masa sekarang. Hal ini termasuk wajar
karena novel ini diterbitkan pada tahun 1999 dan ditulis pada masa dahulu
dengan gaya bahasa sesuai dengan zamannya.
0 komentar:
Post a Comment