pixabay.com |
Hari ini, aku bertemu dengan salah satu kawan
sekolahku di salah satu Kafe. Di mana secara kebetulan kami selalu sekelas
semenjak SMP hingga SMA. Saat ini ia bekerja di Jakarta. Aku tidak tahu
tepatnya apa, yang jelas dia lulusan Teknik Sipil dan masih ada hubungannya
dengan pembangunan gedung. Dan sekarang dia sedang cuti, hingga menyempatkan
waktu untuk menemuiku.
“Kamu nggak bosan sekelas mulu sama Puguh?”
celetuk salah seorang teman kala itu.
Aku tidak merasa bosan. Sebab aku dan Puguh
tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh. Buatku, dia hanya sekedar pematik
semangat belajarku. Sebab puguh memiliki kecerdasan yang lebih dibanding dengan
murid lain. Dan dia selalu menjadi sainganku. Aku dan dia selalu berebut
peringkat satu. Jika aku peringkat satu, sudah pasti dia yang peringkat dua.
Begitu juga sebaliknya.
Aku tidak ingin bercerita tentang puguh. Sebab
tak ada yang menarik darinya. Lebih menarik diriku, walau terkesan memaksakan
diri. Aku ingin bercerita tentang bagaimana kesanku masuk SMA bersama Puguh.
Nah loh? Kok Puguh lagi sih? Ya, sebab dia teman sekelasku sejak kelas 1 SMP.
Jadi, mau tak mau aku memang harus menyeret dia ke dalam cerita masa SMA-ku.
“Rin, kamu ingat nggak waktu pertama kali
masuk SMA. Kamu terkenal karena bisa mendapat predikat sebagai siswa MOS
terbaik.” Puguh menundukkan kepala sambil terkikik geli.
“Apa!? Itu memalukan!” Aku menyeringai. Ia
senang sekali mengejekku dengan predikat siswa MOS terbaik.
“Tapi, beneran kan!?”
“Iya. Tapi itu memalukan. Semua orang
melihatku menangis di sepanjang koridor.”
“Itu artinya Kakak Osis berhasil mengerjaimu.
Dan kamu beruntung berdiri di depan podium dengan penghargaan kalung bawang.
Bersama Kakak Kelas yang kamu idolakan itu.” Lagi-lagi Puguh tertawa kecil di
sela pembicaraan kami.
Aku memonyongkan bibirku. Wajahku memerah
karena tersipu. Mengingat kakak kelas idolaku. Kakak kelas yang mendapat
penghargaan sebagai Kakak Osis terbaik, hasil polling dari seluruh siswa
peserta MOS.
Ya, aku mulai mengidolakannya sejak itu.
Terlebih lagi dia punya sederet prestasi yang membuat mataku selalu memunculkan
simbol love love setiap kali melihatnya. Ia tak hanya pintar secara akademik.
Namun ia juga punya sederet prestasi lainnya. Seperti saat ia menjadi Kapten
Paskibraka dan berhasil meraih juara 1 tingkat Provinsi. Itu sangat
membanggakan. Bukan hanya itu, dia juga aktif dalam seni musik Tingkilan yang
juga berhasil menyabet Juara 1 kompetisi Tingkilan antar sekolah se-Kalimantan
Timur.
Dia juga vokalis Band Metal yang lihai bermain
gitar juga Drum. Apa sih alat musik yang dia tidak bisa? Aku lihat dia bisa
memainkan semuanya dengan baik. Terlebih lagi ketika dia beraksi mengeluarkan
suara Scream-nya yang khas. Itu keren banget buatku! Sebagian wanita tidak suka
dengan Band Metal terlebih lagi saat vokalis mengeluarkan suara Scream-nya. Aku
justru sangat terpesona. Itu laki banget!
“Woi...! Malah ngelamun. Pulang yuk udah
malam!” Puguh membuyarkan lamunanku tentang kenangan masa SMA.
“Eh... Oh... Iya!” Aku meraih tas yang
kuletakkan di kursi sebelahku.
“Mau ku antar?” Puguh menatapku menggoda.
“Ke sini bawa motor sendiri-sendiri. Camana
mau ngantarkan? Hadeuuuh...!” Aku memutar bola mataku.
Puguh tertawa lepas. Kami kembali ke rumah
masing-masing.