Friday, January 24, 2025

Bab 41 - Caramu Menyayangi

 


Yeriko tetap tenang dan elegan menghadapi Lian dan Bellina yang berdiri di sebelah meja makannya. Ia sudah beberapa kali bertemu dengan Lian dan tidak tertarik sama sekali untuk berdebat dengan pria tersebut.

 

“Yun, aku nggak nyangka banget kalau kamu jadi kayak gini setelah putus dari aku. Kamu sampe jual diri kamu cuma demi uang,” tutur Lian sambil menatap tajam ke arah Yuna.

 

Yuna mengepal kedua tangan dan bangkit dari tempat duduknya. Ia bersiap melawan Lian namun Yeriko mencegahnya.

 

“Yuna itu istriku. Aku lebih mengerti dia dari siapa pun!” tegas Yeriko.

 

Lian gelagapan mendengar ucapan Yeriko. “Aku udah pacaran selama tujuh tahun sama dia. Kamu nikah sama dia belum sampe sebulan. Gimana kamu bisa lebih tahu dia dari aku?”

 

Yeriko tersenyum sinis. “Kalian ini pengangguran? Lebih baik cari kerjaan daripada ganggu waktu makan siang kami!” tegas Yeriko dingin.

 

Lian merapatkan gigi-giginya. Ia meraih kerah kemeja Yeriko. Membuat Yuna langsung bereaksi menyingkirkan lengan Lian dengan kasar.

 

“Nggak usah macem-macem!” ancam Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil merapikan kemejanya.

 

Lian makin geram dengan sikap Yeriko yang dingin dan tetap tenang. Ia berusaha menerobos tubuh Bellina yang menghalanginya meraih tubuh Yeriko.

 

Manager restoran langsung datang menghampiri mereka begitu mendengar suara keributan. “Ada apa ini?” tanyanya.

 

“Pengangguran ini cari masalah,” jawab Yeriko. “Takutnya dia makan di sini nggak bisa bayar,” lanjut Yeriko sambil duduk kembali ke kursinya.

 

“Maaf, Pak Ye!” Manager restoran itu menunduk sopan ke arah Yeriko. “Mas, kalau tidak ingin makan di sini, silakan keluar dari restoran kami!” tuturnya sambil menatap Lian.

 

“Apa!? Kamu nggak tahu aku ini siapa?” Lian makin geram mendengar ucapan Manager Restoran tersebut.

 

“Maaf, kami tidak mengenal Anda. Pak Yeri adalah pemilik hotel dan restoran ini. Mohon untuk bersikap baik dan tidak mengganggu makan siang beliau!” tutur Manager tersebut sambil menunduk dengan sopan.

 

Lian menarik napas, ia makin kesal saat mengetahui kenyataan kalau suami Yuna adalah orang yang sangat kaya.

 

“Ayo, kita pergi!” ajak Lian sambil menarik lengan Bellina keluar dari restoran.

 

Bellina ikut kesal mengetahui kenyataan kalau Yuna memiliki suami yang masih muda, tampan dan kaya raya. Ia merasa iri dengan Yuna karena selalu lebih unggul darinya.

 

“Maaf, Pak! Sudah membuat makan siang Pak Yeri terganggu,” tutur Manager restoran setelah Lian dan Bellina pergi.

 

“Nggak papa.”

 

Manager tersebut melihat meja makan Yeriko yang masih kosong. “Pelayan!” panggilnya sambil melambaikan tangan.

 

Pelayan yang dimaksud langsung datang menghampiri Manager Restoran. “Ya, Pak.”

 

“Makanan untuk Pak Yeri belum siap?”

 

“Sebentar lagi siap, Pak.”

 

“Cepetin!”

 

Pelayan tersebut menganggukkan kepala dan bergegas masuk ke dapur untuk mengambil makanan yang sudah selesai dimasak.

 

Manager restoran memastikan semua makanan pesanan bosnya sudah terhidang di atas meja. “Silakan menikmati makan siang, Pak!” ucapnya ramah saat semua makanan sudah terhidang.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Makasih.”

 

“Mmh ... Bos Ye, biasanya ke sini sama Riyan. Wanita cantik ini siapa? Sekretaris baru?” bisik Manager Restoran.

 

Yeriko tersenyum mendengar pertanyaan Manajer tersebut sambil menatap Yuna. “Dia istriku.”

 

“Hah!? Serius!? Kapan nikahnya? Nggak kabar-kabar.” Wajah Manager Restoran tersebut terlihat antusias menatap Yuna. “Selamat, Pak! Selamat!” Ia langsung menyalami Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala.

 

“Nyonya Ye, perkenalkan. Saya Andrian, Manager di restoran ini,” ucap Manager tersebut sambil mengulurkan tangan ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum dan menyambut uluran tangan dari Andrian. “Fristi Ayuna, panggil saja Yuna!”

 

“Ah, mana berani kami manggil Nyonya Ye selancang itu,” sahut Andrian.

 

Yuna tertawa kecil. “Biasa aja, Pak. Saya malah kurang nyaman dengan panggilan Nyonya Ye. Terlalu berat buat saya.”

 

“Ah, bisa aja. Jadi, harus manggil seperti apa?”

 

“Panggil Yuna saja!”

 

Andrian menoleh ke arah Yeriko yang berwajah es. Ia tidak memiliki keberanian untuk memanggil Yuna seperti yang Yuna inginkan.

 

“Mmh ... saya permisi dulu. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Selamat atas pernikahan kalian.”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia dan Yeriko mulai menikmati makan siang bersama.

 

“Abis ini balik ke kantor lagi?” tanya Yeriko sambil menikmati makan siangnya.

 

“He-em,” jawab Yuna dengan mulut penuh makanan.

 

“Hati-hati makannya!” pinta Yeriko yang melihat Yuna makan begitu lahap.

 

Yuna meringis ke arah Yeriko. “Eh, aku baru tahu kalau kamu yang punya hotel dan restoran ini. Berarti, makan di sini nggak bayar?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aku bisa pesen makan sepuasnya dong?”

 

“Ini masih kurang?” tanya Yeriko sambil melihat meja makannya yang penuh dengan makanan.

 

“Hehehe. Makanannya enak-enak semua. Aku pengen cobain semua.”

 

“Perut kamu cukup?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Pesen, dah!”

 

“Boleh?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tersenyum riang. Ia langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan yang ingin ia makan.

 

Yeriko sangat senang melihat Yuna yang makan dengan lahap. “Kalau kamu suka, tiap hari aku bawa kamu ke sini.”

 

“Eh!? Nggak perlu!” sahut Yuna. “Kalau tiap hari aku makan gratis di sini, restoran kamu bisa bangkrut.”

 

Yeriko tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna. “Restoran ini nggak akan bangkrut kalau cuma ngasih makan kamu doang.”

 

“Oh ya? Eh, kamu punya perusahaan besar. Hotel, restoran dan lain-lain. Tapi ... kenapa masih makan mie instan kalau di rumah?”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Emangnya aku nggak boleh makan mie instan?”

 

Yuna terkekeh geli. “Bukan gitu. Kamu kan orang kaya. Setiap hari bisa makan makanan mahal. Aku nggak nyangka kalau kamu bisa juga makan makanan sesederhana itu.”

 

“Hmm ... kayaknya udah ketularan sama kamu.”

 

“Hah!?” Yuna melongo menatap Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil memasukkan udang goreng ke mulut Yuna.

 

“Mmh ... Mmh ...!” Yuna menahan tawa sambil menatap Yeriko. Ia langsung mengunyah udang yang masuk ke dalam mulutnya.

 

Yeriko menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ia merasa kehidupannya banyak berubah setelah Yuna hadir dalam hari-harinya. Tanpa sadar, ia sering tersenyum menatap gadis manis yang ada di hadapannya itu.

 

“Beruang, kenapa aku nggak pernah lihat kamu makan banyak?” tanya Yuna.

 

“Kalau aku makan banyak, bukannya itu terlalu kejam buat kamu?” sahut Yeriko sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna.

 

“Maksudnya ...?” dengus Yuna.

 

“Kamu harus rela membagi semua makanan ini buat aku!”

 

Yuna tertawa kecil menatap Yeriko. “Aku nggak keberatan.”

 

“Aku yang nggak tega,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.

 

“Apa aku kelihatan rakus banget?” dengus Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Tapi ... kadang-kadang iya juga.”

 

“Iih ...!” Yuna langsung meninju pundak Yeriko.

 

Yeriko tertawa kecil. “Cepet habisin makannya! Lima belas menit lagi masuk kantor.”

 

“Eh!? Cepet banget?” Yuna mempercepat makannya.

 

Usai makan siang, Yeriko mengantar Yuna kembali ke kantornya.

 

“Yun ...!” panggil Yeriko saat Yuna ingin keluar dari mobilnya.

 

“Eh!? Kenapa?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Yeriko.

 

“Ntar malam lembur nggak?”

 

“Kayaknya nggak. Kenapa?”

 

“Nggak ada kegiatan lain?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kenapa? Tumben nanyain?”

 

“Mau ngajak kamu jalan-jalan.”

 

“Hah!?” Yuna melongo menatap Yeriko. “Aku nggak mimpi kan?”

 

“Nggak,” sahut Yeriko sambil mencubit hidung Yuna.

 

“Mmh ... bukannya kamu orang yang super sibuk. Punya waktu buat ngajak aku jalan-jalan?”

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Bukannya selama menikah, aku belum pernah ngajak kamu jalan-jalan?”

 

Yuna berseru gembira dan langsung memeluk Yeriko. “Makasih, suamiku! Mmuach .... mmuach!” Ia menciumi pipi Yeriko berkali-kali.

 

Yeriko langsung menarik tengkuk Yuna dan mencium gadis itu penuh kehangatan. “I Love you ...” bisiknya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

Bab 40 - Peliharaan Sugar Daddy

 


Lili makin geram dengan sikap Yuna. Ia langsung mengejar Yuna keluar dari ruangannya.

 

“Kamu sekarang mulai berani ya sama aku? Minta maaf nggak!?” seru Yuna.

 

Yuna mengernyitkan dahi. “Minta maaf kenapa?” tanyanya sambil menahan tawa.

 

“Kamu nggak sadar kalau udah bersikap kasar sama aku?” tanya Lili.

 

Yuna tersenyum sinis. “Aku kasar? Omonganmu lebih kasar dan tidak berdasar!” dengus Yuna.

 

“Heh!? Semua orang juga tahu kamu itu siapa. Nggak usah sok suci di depan aku ya!” sentak Lili.

 

Yuna tersenyum sinis sambil melangkah mendekati Lili.

 

Lili terkejut, ia melangkah mundur seirama dengan langkah Yuna yang terus mendekatinya. “Kamu mau apa?” tanya Lili saat punggungnya tersandar di dinding dan tidak bisa ke mana-mana lagi.

 

Yuna langsung memukul dinding yang ada di samping kepala Lili. Ia tersenyum lebar, bersiap menelan Lili mentah-mentah. “Selama ini kamu selalu ngatain aku dipelihara sama Oom-Oom kan? Semalam, aku bisa lihat jelas kalau kamu yang pergi jalan sama Oom-Oom kaya,” bisik Yuna. “Aku bisa aja bocorin rahasia kamu ini ke semua orang.”

 

“Eh!? Nggak usah ngada-ngada ya kalo ngomong! Semalam, aku nggak pergi ke mana-mana,” sahut Lili.

 

Yuna tersenyum sinis. “Oh ya? Gimana kalau aku panggil langsung pria tua itu ke sini? Kebetulan, suami aku kenal sama pria itu. Aku tinggal telepon dan dia bakal ke sini buat ngebuktiin kalau cewek yang semalam aku temui itu memang kamu,” ancam Yuna berbohong.

 

Lili tersenyum kecut. Ia tak bisa lagi menyangkal ucapan Yuna. Ia tidak mungkin membiarkan pria tua itu masuk ke kantornya dan merusak reputasi dirinya. Tidak ada satu orang pun yang boleh mengetahui siapa dia yang sebenarnya.

 

Yuna tersenyum sinis. “Jangan macam-macam kalau mau rahasia kamu tetap terjaga dengan baik!”

 

Ia berbalik dan langsung melangkah pergi meninggalkan Lili yang masih tertegun dengan ucapan Yuna. Lili menghela napas. Ia merasa lega karena Yuna tidak membocorkan rahasia kehidupan pribadinya.

 

Di saat yang sama, Lian dan Bellina muncul dan berpapasan dengan Yuna. Lian terus menoleh ke arah Yuna yang tidak menganggap keberadaannya sama sekali. Seperti tidak saling mengenal. Jangankan menyapa, menoleh sedikitpun tidak.

 

 Yuna ...!” panggil Lian dalam hati. Melihat sikap cuek Yuna, hatinya bergetar. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia sendiri tidak mengerti dan menyadari perasaan aneh yang menyelimuti pikirannya.

 

Bellina yang menyadari tatapan Lian tertuju pada Yuna, langsung menarik lengan Lian dan menatap tubuh Yuna penuh kekesalan. “Sayang, lihatin apa sih?”

 

“Eh!? Nggak papa,” jawab Lian.

 

“Nggak usah lihatin dia, deh! Nggak penting banget,” tutur Bellina sengit.

 

“Kamu ngerasa ada yang aneh nggak sama dia?” tanya Lian.

 

Bellina menggelengkan kepala. “Biasa aja.”

 

Lili melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam ruangan untuk menghindari Bellina dan Lian.

 

“Mau ke mana?” tanya Bellina sambil melangkah mendekati Lili.

 

Lili meringis menatap Bellina. “Mau kerja lagi.”

 

“Kamu habis ngapain sama Yuna?”

 

“Eh!? Nggak ngapa-ngapain. Cuma ngobrolin laporan doang.”

 

Bellina menatap tajam ke arah Lili, membuat Lili gemetar. “Mencurigakan!”

 

“Mencurigakan kenapa?”

 

“Jelas-jelas Yuna perginya happy banget. Kamu nggak lagi mengkhianati aku kan?” dengus Bellina.

 

Lili menggelengkan kepala. “Mungkin, suasana hatinya dia lagi bagus karena aku kalah berdebat sama dia.”

 

“Serius?”

 

Lili menganggukkan kepala. “Mmh ... aku kerja dulu ya! Banyak laporan yang harus aku kelarin,” pamitnya langsung bergegas masuk ke dalam ruangan.

 

Bellina menoleh ke arah Lian yang berdiri di sampingnya. Mereka kembali melangkah menuju ruang General Affair.

 

“Sayang, pesta pertunangan kita gimana?” tanya Bellina sambil bergelayut manja di lengan Lian.

 

“Semua udah diurus sama Mamaku.”

 

Bellina tersenyum. Ia merasa sangat senang karena akhirnya Lian setuju untuk mengadakan perayaan pertunangan terlebih dahulu sebelum pesta pernikahan mereka.

 

“Soal Wedding Organizer untuk pernikahan kita gimana?” tanya Lian.

 

“Mamaku yang urus,” jawab Bellina. “Katanya sih mau nemuin salah satu WO yang udah rekomendasikan. Mau lihat dulu cocok atau nggaknya.”

 

“Mama kamu urus sendirian?” tanya Lian.

 

“Dibantu Yuna.”

 

Lian mengernyitkan dahi sambil menatap Bellina.

 

“Kenapa?”

 

“Kamu yakin Yuna nggak akan mengacau pernikahan kita?” tanya Lian.

 

Bellina menggelengkan kepala. “Aku rasa, dia nggak akan berani macem-macem sama Mama.”

 

Lian tersenyum menatap Bellina. “Aku harap dia nggak bikin kekacauan di acara pertunangan dan pernikahan kita.”

 

Bellina mengangguk. Mereka segera masuk ke ruangan Kak Rivan, GA yang ada di kantor ini.

 

“Eh, Bellina? Pak Lian? Tumben ke sini? Ada perlu?” tanya Rivan saat Lian dan Bellina masuk ke dalam ruangannya.

 

Bellina tersenyum ke arah Rivan. “Aku mau izin pulang cepet,” ucapnya sambil melirik Lian yang berdiri di sampingnya.

 

“Oh ... Iya. Nggak papa. Saya kira ada perlu apa. Pak Lian sampai masuk ke sini. Izin lewat telepon saja kan bisa,” tutur Rivan.

 

Bellina tersenyum. “Izin langsung lebih baik, kan?”

 

Rivan menganggukkan kepala.

 

“Makasih, Kak!” Bellina menunduk hormat dan langsung keluar dari ruangan Rivan bersama Lian.

 

Di saat yang sama, Yeriko sudah menunggu Yuna di depan kantor Yuna untuk mengajaknya makan siang.

 

Yuna melenggang penuh semangat menghampiri Yeriko yang sedang menunggu di dalam mobil. Ia langsung masuk ke dalam mobil Yeriko. “Udah lama nunggu?” tanya Yuna.

 

“Belum. Baru aja, kok.”

 

“Kita mau makan di mana?” tanya Yuna.

 

“Kamu maunya di mana?”

 

“Mmh ... enaknya makan apa ya?” tanya Yuna berpikir sambil mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Bakso, Mie Ayam, kepiting, gudeg, rendang, ayam bakar?” tanya Yeriko.

 

“Semuanya bisa?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Yeriko mengangguk. Ia langsung menyalakan mesin dan melajukan mobilnya ke salah satu restoran yang ada di hotel bintang lima.

 

“Kamu yakin di sini ada makanan lokal?” tanya Yuna sambil melepas safety belt-nya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Ada. Nasional dan internasional, di sini lengkap. Kamu bisa makan sepuasnya.”

 

Yuna tersenyum senang. Ia bergegas turun dari mobil. Yeriko langsung menggandeng tangan Yuna masuk ke dalam restoran.

 

“Selamat siang Pak Yeri!” sapa seorang pelayan yang berdiri di pintu masuk.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko. “Mereka kenal sama kamu?”

 

Yeriko hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Yuna. Ia mengajak Yuna duduk di salah satu meja restoran.

 

“Pak Yeri mau makan apa?” tanya seorang pelayan sambil menyodorkan buku menu ke pelayan restoran.

 

“Ikut dia aja!” jawab Yeriko sambil menunjuk Yuna dengan dagunya.

 

Pelayan tersebut tersenyum ke arah Yuna. “Pak Yeri tumben datang sama perempuan. Biasanya selalu sama Mas Riyan.”

 

Yeriko tersenyum. “Dia istri saya.”

 

“Hah!?” Pelayan tersebut melongo dan menatap Yuna dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

 

Yuna tersenyum manis menanggapi tatapan pelayan tersebut.

 

“Kapan nikahnya, Pak? Kok, nggak undang-undang?”

 

“Belum bikin perayaan. Nanti saya undang kalau bikin pesta pernikahan.”

 

“Wah ...! Saya tunggu undangannya, Pak!”

 

Yeriko tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Nyonya mau pesan apa?” tanya pelayan tersebut menoleh ke arah Yuna.

 

“Mmh ... aku pesen ini, ini ... ini ... sama ini ya!” Yuna menunjuk gambar yang ada di buku menu.

 

Pelayan itu mengangguk dan langsung pergi untuk memproses pesanan Yuna.

 

Di pintu masuk, terlihat Bellina dan Lian melangkah perlahan. Mereka melihat Yuna yang duduk di salah satu meja dan sengaja melintas di sisinya.

 

“Karyawan biasa bisa makan di restoran semewah ini. Kira-kira bayar pakai apa kalau nggak jual diri?” celetuk Bellina saat berdiri tepat di samping Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ingin sekali ia memaki Bellina yang asal bicara. Tapi, ia memilih menjaga reputasi Yeriko dan bersikap acuh dengan ucapan Bellina.

 

Lian tersenyum sinis menatap Yuna. “Jelas aja. Dia ke sini nggak sendiri. Sama laki-laki.”

 

“Oh iya ya?” Bellina langsung menoleh ke arah Yeriko yang duduk di hadapan Yuna. “Mas, hati-hati ya sama cewek ini! Dia itu deketin orang kaya cuma mau duitnya doang!”

 

Yeriko tersenyum sinis menanggapi ucapan Bellina. Ia tidak tertarik untuk meladeni keduanya.

 

Lian semakin geram dengan sikap Yeriko yang dingin dan tidak bereaksi sedikitpun. Ia memikirkan cara untuk memantik emosi Yuna dan Yeriko.

 

 

 

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Bab 39 - Pesona Tuan Ye

 


Usai mengecek laporan perusahaan, Yeriko kembali ke kamarnya. Ia melihat Yuna sudah terlelap tanpa menggunakan selimut. Dress piyama yang hanya setinggi lutut tersingkap dan memperlihatkan paha Yuna yang mulus.

 

Yeriko menarik napas, jantungnya berdebar kencang saat melihat tubuh Yuna yang terlelap di tempat tidur. Ia tidak tahan melihat Yuna yang begitu seksi dan mulus. Dengan cepat, ia langsung menutup tubuh Yuna dengan selimut.

 

“Udah selesai kerjanya?” tanya Yuna sambil membuka matanya perlahan.

 

“Kamu belum tidur?” Yeriko balik bertanya sambil menatap Yuna yang terbaring di sampingnya.

 

“Udah. Tapi kebangun karena kamu datang,” jawab Yuna dengan mata yang masih sayu.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Tidur lagi ya! Maaf, sudah ganggu tidur kamu,” ucapnya sambil mengusap pipi Yuna yang lembut.

 

Yuna mengangguk dan memejamkan mata.

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Yuna dan tertidur lelap hingga pagi menjelang.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna dan Yeriko beraktivitas seperti biasa. Yeriko mengantar Yuna pergi ke kantornya.

 

“Kamu mau turun?” tanya Yuna saat sudah sampai di depan kantor dan melihat Yeriko melepas safety belt.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Mau ngapain?” tanya Yuna sambil menatap tajam ke arah Yeriko.

 

“Kenapa? Aku nggak boleh antar kamu?”

 

“Bukan nggak boleh. Tapi ...”

 

“Aku antar kamu sampai depan pintu kantor,” tutur Yeriko sambil tersenyum. “Setidaknya, bisa membantu memecahkan rumor kalau kamu dipelihara sama Oom-Oom kaya.”

 

Yeriko langsung membuka pintu dan keluar dari mobilnya. Ia berputar dan membukakan pintu untuk Yuna.

 

Seketika, semua mata tertuju pada Yuna dan Yeriko. Yeriko sengaja merangkul pinggang Yuna dengan mesra dan mengantarnya sampai depan pintu kantor.

 

“Makasih ya, udah diantar sampai sini!” tutur Yuna sambil tersenyum menatap Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kerja yang baik!” ucapnya sambil memegang kedua pundak Yuna. “Jam makan siang, aku jemput kamu. Kita makan siang bareng di luar. Gimana?” tanyanya sambil tersenyum.

 

Yuna membalas senyuman Yeriko sambil menganggukkan kepala.

 

Yeriko mengusap ujung kepala Yuna. Ia mengecup kening Yuna sebagai tanda perpisahan yang manis. Membuat semua mata yang tertegun dan hampir berteriak kencang melihat kemesraan keduanya.

 

“Mmh ... aku masuk dulu ya!” pamit Yuna.

 

Yeriko mengangguk sambil tersenyum.

 

Yuna bergegas masuk ke dalam kantornya. Yeriko terus memerhatikan Yuna sambil tersenyum. Kemudian berbalik dan bergegas kembali ke dalam mobil. Ia langsung melajukan mobilnya menuju kantornya.

 

“Eh, itu bukannya CEO GG? Si Raja Iblis Berdarah Dingin itu?” tanya salah seorang karyawan yang melihat kemesraan Yuna dan Yeriko.

 

“Iya. Apa hubungannya dia sama Yuna, ya?” sahut karyawan yang lain.

 

“Apa Yuna istrinya?”

 

“Hah!? Jangan-jangan dia itu suaminya Yuna ya?”

 

“Duh, jangan sampai macem-macem sama Yuna. Bisa-bisa, Si Raja Iblis itu bikin perusahaan ini bangkrut dan kita bisa kehilangan pekerjaan.”

 

“Ckckck, Bellina selalu cari masalah sama Yuna. Apa itu artinya ...?”

 

“Eh, GG kan perusahaan besar. Kenapa Yuna mau magang kerja di sini? Jangan-jangan ... Yuna memang jadi mata-mata di sini.”

 

“Jangan ngomong sembarangan kalau nggak ada bukti!”

 

“Bukan ngomong sembarangan. Logikanya, Yuna bisa magang kerja di GG dan dia pasti ada di posisi direktur kan? Di sini, dia cuma jadi karyawan biasa.”

 

“Iya juga ya?”

 

Semua karyawan kantor makin sibuk membicarakan Yuna. Mereka masih tidak percaya kalau Direktur tampan dan kaya raya, pemilik GG adalah orang yang dekat dengan Yuna, karyawan biasa yang sedang magang di perusahaan mereka.

 

Lili langsung mencegat Yuna saat Yuna berada di lobi kantornya.

 

“Kenapa? Ada masalah?” tanya Yuna sinis.

 

“Kamu nggak usah sombong karena diantar sama cowok ganteng yang pakai mobil mewah itu! Palingan, itu cuma cowok bayaran dan mobil sewaan doang,” tutur Lili.

 

“Terserah kamu mau ngomong apa!? Aku nggak peduli!” sahut Yuna.

 

“Heh!? Cewek miskin kayak kamu nggak usah kebanyakan gaya ya!” sentak Sofi.

 

Yuna menatap tajam ke arah Lili dan Sofi yang ada di hadapannya. “Nggak kebalik? Bukannya kalian berdua yang kebanyakan gaya?”

 

“Yuna ...! Kamu berani sama aku!” seru Lili sambil mengangkat tangannya dan bersiap memukul Yuna.

 

Yuna tak menghiraukan. Ia melangkah menerobos tubuh Lili sembari menyenggol pundak Lili hingga tubuhnya sempoyongan.

 

Lili langsung menghentakkan kakinya. Ia semakin kesal dengan tingkah Yuna yang berani menghadapinya. Hampir semua karyawan tidak ada yang berani melawan Lili dan Sofi. Hanya Yuna, satu-satunya karyawan yang selalu membantah dan membuatnya kesal.

 

Yuna tak peduli dengan Lili dan Sofi. Ia bergegas naik ke ruangannya. Saat sampai di ruang kerjanya. Ia langsung mendapat banyak pertanyaan dari teman-teman departemennya soal laki-laki yang baru saja mengantarnya.

 

“Yun, itu tadi suami kamu?” tanya Bagus.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ganteng banget, Yun!” seru Selma.

 

“Dia itu Pak Ye, kan? Pemilik Galaxy Group yang terkenal dingin itu?” tanya Bagus.

 

Yuna hanya tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Bagus. “Kok, tahu?”

 

“Siapa yang nggak kenal dia di kota ini. Semua pebisnis di Asia pasti tahu siapa Tuan Ye alias Pak Yeri alias Si ...” Bagus tidak meneruskan ucapannya.

 

“Si apa?” tanya Yuna.

 

“Eh!? Nggak papa,” jawab Bagus sambil nyengir. Ia tidak mungkin mengatakan julukan Si Raja Iblis Berdarah Dingin di depan Yuna.

 

Yuna mengerutkan bibirnya. Ia tidak lagi memperdulikan pembicaraan orang-orang di kantornya. Ia langsung melakukan pekerjaan seperti biasa.

 

“Yun, dipanggil Lili!” seru salah seorang karyawan dari departemen Lili.

 

“Kenapa lagi? Mau ngajak berantem?”

 

“Nggak tahu. Katanya suruh bawa amprahan.”

 

Yuna mengernyitkan dahi. Ia langsung menoleh ke arah Pak Tono.

 

Pak Tono langsung bereaksi. Ia membuka laci, mengambil satu bendel laporan dan memberikannya pada Yuna.

 

“Pak ...!” Yuna memasang wajah iba sambil menatap Pak Tono.

 

“Nggak papa. Semua bakal baik-baik aja. Mungkin, bagian keuangan mau meriksa laporan kita sebelum pencairan gaji karyawan.”

 

“Biasanya gitu?” tanya Yuna.

 

Pak Tono mengangguk.

 

“Tapi ... amprahan bukannya bagian Bapak? Aku ...” Yuna khawatir terjadi masalah dengan laporan yang tidak ia mengerti dan bisa menyebabkan dirinya disingkirkan lebih cepat dari tempat magangnya.

 

Pak Tono tersenyum ke arah Yuna. “Nggak usah khawatir! Kalau dia cari masalah, biar Bapak yang tanggung jawab!”

 

Yuna mengangguk. Ia bangkit dan bergegas keluar dari ruangannya. Ia melangkah tak bersemangat menuju ruang departemen keuangan.

 

“Bawa laporannya?” tanya Lili ketus saat Yuna masuk ke dalam ruangan Lili.

 

Yuna mengangguk dan langsung menyerahkan laporan ke hadapan Lili. “Ini!”

 

Lili langsung menyambar laporan tersebut dengan kasar.

 

Yuna menatap kesal ke arah Lili. Ia langsung berbalik dan melangkah pergi.

 

“Jangan pergi! Aku periksa dulu laporannya.”

 

Yuna menghela napas dan berhenti melangkah.

 

“Laporanmu bagus juga,” tutur Lili sambil memeriksa laporan Yuna.

 

“Itu bukan laporanku. Jelas-jelas amprahan itu bagiannya Pak Tono,” sahut Yuna.

 

“Bukannya di sini ada laporan pajak dan BPJS juga?” tanya Lili sambil tersenyum.

 

Yuna tersenyum kecil menanggapi ucapan Lili. “So, kamu udah ngakuin kalau aku juga punya kemampuan?”

 

“Bisa aja ini cuma kebetulan kan? Kamu mau masuk ke sini juga karena Lian. Kamu pikir, orang sini nggak ada yang tahu niat busuk kamu itu?”

 

“Nggak usah ikut campur urusan pribadi orang lain kalau kamu nggak tahu apa pun. Lagian, aku masih ingat banget, semalam ketemu sama siapa di restoran,” tutur Yuna sinis.

 

Lili semakin geram dengan Yuna. Ia berniat menindas Yuna, tapi Yuna malah membuatnya kehabisan kata-kata.

 

Yuna tersenyum sinis dan melangkah pergi meninggalkan Lili.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas