Yuna
bersiap untuk makan malam. Ia menyangka akan pergi ke sebuah restoran mewah.
Ternyata, Yeriko mengajaknya ke salah satu villa mewah milik Lutfi.
Yeriko
membawa Yuna naik ke atap villa. Dari atap villa bergaya Eropa-Jawa itu, ia
bisa melihat pemandangan kota yang berhiaskan lampu-lampu. Saat langit cerah,
taburan bintang di langit membuat suasana semakin romantis.
“Hei
...!” sapa Lutfi saat Yuna dan Yeriko muncul.
Yeriko
langsung merangkul kedua sahabatnya.
“Halo
... Kakak Ipar!” sapa Lutfi sambil merentangkan tangannya ingin memeluk Yuna.
Yeriko
langsung menghadang tubuh Lutfi agar tidak bersentuhan dengan Yuna.
“Nggak
usah peluk-peluk!” dengus Yeriko.
“Astaga!
Pelit banget. Cuma peluk doang. Lagian ini kan pelukan sebagai kakak-adik.”
Yeriko
langsung memeluk tubuh Lutfi. “Aku wakilin,” bisiknya sambil menepuk-nepuk
pundak Lutfi.
“Huft,
kenapa laki-laki satu ini pelit banget?” celetuk Lutfi sambil melirik ke arah
Yuna.
Yuna
hanya tersenyum kecil melihat sikap Yeriko.
“Eh,
kenapa murung terus?” tanya Yeriko sambil menghampiri Chandra yang duduk di
kursi.
“Lagi
galau dia,” sahut Lutfi sembari mengambil beberapa botol bir.
“Galau
kenapa?” tanya Yeriko.
“Apa
lagi yang bikin dia galau kalau bukan itu,” jawab Lutfi sambil duduk di sebelah
Chandra.
Chandra
hanya melirik sinis ke arah Lutfi dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia
langsung menenggak bir yang sudah ada di tangannya.
“Kalau
kayak gitu terus, hubungan kalian nggak akan pernah melangkah maju. Kenapa
nggak coba cari yang lain?” tanya Yeriko.
Chandra
bergeming sambil menatap gelas birnya yang sudah kosong. “Nggak tahu, Yer. Aku
sama dia sudah lama tunangan. Sifatnya masih nggak berubah.”
“Ah,
sudahlah. Masih ada banyak cewek di dunia ini. Dia itu nggak begitu baik. Masih
suka sana-sini. Daripada sakit hati terus, mending cari yang lain!” sahut Lutfi
sambil menggoyang-goyangkan alisnya menatap Lutfi.
“Apa
bisa semudah itu? Soal hati, mana bisa dipaksakan. Lagian, ini menyangkut
hubungan keluarga juga.”
“Halah
... keluarga juga nggak bisa maksakan kalau memang kalian itu nggak bisa saling
mencintai. Kalo dia nggak sayang sama kamu, kamu juga nggak bisa memaksakan
diri kan?”
“Emangnya
kenapa sama hubungan kalian?” tanya Yuna sambil menatap Chandra.
“Si
Chandra ini masih ngotot mempertahankan pertunangannya sama Amara. Udah jelas
kalau Amara itu bukan cewek baik-baik. Kamu bayangin aja, udah tunangan tapi
dia masih suka jalan sama cowok lain,” cerocos Lutfi.
“Lut,
belum tentu mereka ada hubungan serius. Bisa aja kan memang cuma temenan.
Lagian, aku juga nggak punya banyak waktu buat nemenin dia happy-happy.”
“Nah,
ini nih yang bodoh banget. Walau cuma teman, nggak seharusnya kan sedekat itu?
Aku rasa, mereka itu lebih dari temen. Kita udah beberapa kali mergokin dia
jalan sama cowok.”
Chandra
bergeming. Ia mulai mempertimbangkan hubungannya dengan Amara yang semakin
rumit. Sifat Amara yang angkuh dan egois, tidak akan pernah bisa membuat
hubungan mereka menjadi baik. Sekalipun, ia telah mengalah dan merendahkan
dirinya sendiri.
“Mmh
... aku sih emang nggak begitu kenal sama Amara,” tutur Yuna. “Tapi, waktu
pertama kali ketemu dia, aku ngerasa kalau dia bukan wanita yang baik.”
“Nah,
Kakak Ipar aja bilang begitu. Kesan pertama aja udah buruk, Lut. Buka mata hati
kamu, dong!” seru Lutfi. “Suka sama cewek cuma karena cantiknya doang,”
celetuknya kemudian.
“Apa
bedanya sama kamu?” sahut Chandra.
“Beda,
dong! Walau banyak kenalan cewek cantik, nggak ada yang aku seriusin. Lagian,
jatuh cinta cuma bikin hidup berantakan. Bawa happy aja! Kayak Yeriko, nggak
pernah ngumbar hubungan mereka, tapi langsung nikah.”
Yeriko
dan Yuna tersenyum menanggapi ucapan Lutfi.
“Kamu
sendiri, kapan mau nikah?” tanya Yeriko.
“Eh!?
Aku!? Tenang aja! Aku pasti nikah. Aku udah punya calon,” jawab Lutfi.
“Siapa?”
tanya Yeriko dan Chandra bersamaan.
“Ciyee
... kepo! Ada, deh.”
“Halah
... palingan cuma bohongan aja!” sahut Chandra.
“Beneran.
Aku sih nggak mau ngumbar calonku. Soalnya, dia itu cewek yang spesial. Aku
takut, kalian berdua bakalan naksir kalau lihat dia.”
“Nggak
mungkin lah. Kita berdua udah punya pasangan masing-masing.”
“Bisa
aja, kan. Kalian tetep mau sama yang lebih cantik.”
Yuna
langsung menoleh ke arah Yeriko. “Kalau ada yang lebih cantik dari aku, apa
kamu bakal selingkuh?”
Yeriko
tertegun mendapat tatapan tajam dari mata Yuna. “Eh!? Enggak.”
“Kalian
ini penyuka wanita cantik, kamu nggak berniat nambah istri kan?” dengus Yuna.
“Nggak,
Sayangku,” jawab Yeriko sambil merangkul pundak Yuna. “Aku cuma punya satu
istri seumur hidupku.”
“Ciyee
...!” goda Lutfi dan Chandra bersamaan.
“Kalau
mau mesra-mesraan nggak di depan kita juga kali. Kita mau mesraan sama siapa?
Kasihan Chandra kan?”
“Yee
... aku atau kamu?” sahut Chandra.
“Kamu
lah.”
“Bukannya
kamu yang nggak punya pasangan?”
“Kamu
punya pasangan, tapi berasa jomlo. Hahaha.”
“Ngece!”
Chandra langsung merangkul leher Lutfi dan menjepitnya erat.
“Aduh,
Chan! Sakit! Sakit! Sakit!” seru Lutfi. “Uhuk ... uhuk! Kamu mau matiin aku
ya!?”
“Orang
kayak kamu emang harus dimusnahkan, Lut!”
“Sudah,
sudah! Nggak usah berantem lagi!” pinta Yuna. “Mending kita makan. Kasihan kan
makanannya kalo dianggurin?”
Lutfi
dan Chandra menghentikan candaannya. Mereka akhirnya memilih untuk makan
bersama demi menghormati Yuna dan Yeriko.
“Yer,
kenapa kamu ganti mobil?” tanya Lutfi.
“Nggak
papa, pengen ganti aja.”
“Weleh-weleh,
mobil kita udah samaan. Kapan kita balapan?”
Yuna
langsung menoleh ke arah Yeriko sambil mendelik.
“Ehem
...!” Yeriko pura-pura memperbaiki kemejanya sambil menyenggol kaki Lutfi. Ia
memberi isyarat untuk tidak membuat Yuna marah.
“Wah,
kalian suka balapan?” tanya Yuna.
“Iya.
Kadang-kadang sih,” jawab Lutfi.
“Balapan
liar?” tanya Yuna.
Lutfi
mengangguk sambil tersenyum.
Yeriko
langsung menendang kaki Lutfi lebih keras lagi.
“Aw
...! Sakit, Yer! Kenapa sih?” seru Lutfi. “Kakak Ipar aja nggak keberatan kalau
kita balapan. Iya kan, Kakak Ipar?”
Yuna
tersenyum sambil menahan amarah. “Nggak, kok. Nggak keberatan.”
“Mmh
... gitu dong! Baru istri yang baik,” puji Lutfi sambil mengunyah makanannya.
Chandra
mengamati tiga orang yang ada di depannya. Ia sudah bisa membaca situasi yang
akan terjadi setelah ini.
“Kayaknya,
bakal ada perang dingin,” bisik Chandra ke telinga Lutfi.
“Kok
bisa?”
“Hitung
sampai tiga!” bisik Chandra. “Satu ... dua ... tiga ...”
“Jadi,
kamu beli mobil baru cuma buat balapan doang?” tanya Yuna sambil menatap kesal
ke arah Yeriko.
Yeriko
menggelengkan kepala.
Yuna
menarik napas dalam-dalam, ia bangkit sambil berkacak pinggang. “Kamu tahu
nggak sih kalau balapan itu bahaya? Apalagi balapan liar. Kamu beli mobil baru
cuma buat balapan sama Lutfi. Aku nggak ngerti deh jalan pikiran kamu. Aku
pikir, kamu itu udah dewasa. Ternyata masih aja kekanak-kanakkan kayak gini!
Harusnya kamu tahu mana yang baik dan mana yang enggak!” omel Yuna.
Chandra
dan Lutfi tersenyum kecut melihat Yeriko yang tak berdaya di hadapan Yuna.
“Gara-gara
kamu, nggak bisa jaga omongan!” bisik Chandra di telinga Lutfi.
“Huft
...!” Lutfi menghela napas. Ia bangkit dan menghampiri Yuna. “Kakak Ipar, bukan
dia yang salah. Aku yang salah karena biasanya memang aku yang ngajakin dia
balapan.”
“Sama
aja!” sentak Yuna. “Kalian itu sama-sama salah. Lagian, apa sih enaknya
balapan? Nggak tahu apa kalo itu bahaya?”
“Tahu,
Kakak Ipar. Janji, nggak akan balapan lagi!” ucap Lutfi sambil mengacungkan
jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Beneran!?”
Lutfi
menganggukkan kepala.
“Awas
kalau sampai balapan!” dengus Yuna.
Yeriko
dan Lutfi langsung mengelus dada, mereka merasa sangat lega saat diselamatkan
oleh nada dering yang keluar dari ponsel Yuna.
Yuna
terus menggerutu pelan sambil meraih ponselnya. Ia melihat nama Jheni yang ada
di layar ponselnya. Ia langsung menjawab panggilan telepon dari Jheni.
“Halo
...! Kenapa, Jhen?” tanya Yuna begitu ia menjawab panggilan telepon dari Jheni.
“Kamu
kenapa?” tanya Yuna panik saat mendengar suara tangisan Jheni.
Yeriko,
Chandra dan Lutfi langsung menoleh ke arah Yuna. Mereka bisa melihat wajah Yuna
yang begitu khawatir.
Yuna
semakin panik karena tangis Jheni yang semakin keras dan tidak mengatakan apa
pun. Perasaannya semakin tak karuan. “Jhen, kamu kenapa sih?” tanya Yuna dengan
bibir bergetar.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi