Tuesday, February 4, 2025

Perfect Hero Bab 53: Suami Idaman

 


“Anak itu nyebelin banget sih!?” dengus Lili kesal.

 

“Siapa?” tanya Sofi.

 

“Siapa lagi kalau bukan Yuna!?” sahut Lili kesal.

 

Sofi menghela napas. “Kita juga nggak bisa apa-apa. Dia juga sebenarnya punya posisi yang tinggi. Kalau dibandingkan sama Galaxy Group, Wijaya Group bener-bener nggak ada apa-apanya.”

 

Lili menghela napas. Ia mondar-mandir sambil terus memikirkan cara untuk melawan Yuna.

 

“Kamu tahu kan kalau PT. Jaya Agung aja sudah diambil alih sama GG?”

 

“Aku tahu. Makanya, kita harus hati-hati banget waktu ngelawan dia. Lagian, dia udah tahu identitasku.”

 

“Maksud kamu?”

 

“Mmh ... kamu udah tahu apa belum sih wajahnya si pemilik GG itu?” tanya Lili.

 

Sofi menggelengkan kepala.

 

“Semua orang ngasih julukan Si Iblis Berdarah Dingin karena sikapnya yang angkuh, sombong dan ... “

 

“Apa?”

 

“Seorang Direktur atau CEO dengan kekuatan sebesar itu, pastinya sudah punya banyak pengalaman  dan berumur banyak. Jangan-jangan, suaminya Yuna ini sebenarnya sudah tua.”

 

Sofi langsung menatap Lili. “Bisa jadi.”

 

“Gimana kalau kita cari kelemahan Yuna?”

 

“Maksud kamu?”

 

“Kita kan belum pernah lihat suaminya itu. Nggak banyak orang yang tahu gimana suami Yuna sebenarnya. Cuma denger namanya doang. Kita ikuti aja dia waktu pulang kerja. Kita fotoin, sebenarnya suaminya itu masih muda atau sudah tua.”

 

“Hmm ... ide kamu bagus juga.” Sofi manggut-manggut.

 

“Kalo udah dapet fotonya, kita bisa buktikan kalau suami Yuna itu sudah tua atau masih muda.”

 

“Iya.” Sofi menganggukkan kepala. “Eh, tapi ... bukannya kamu pernah bilang kalau pernah ketemu sama dia bareng cowok ganteng di restoran? Jangan-jangan, emang itu suaminya Yuna?”

 

“Belum tentu. Bisa aja kan dia di luar jalan sama cowok lain. Secara, dia malu sama suaminya sendiri yang udah tua.”

 

Sofi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Iya juga ya? Ternyata ... Yuna juga suka nyewa cowok ganteng buat jalan keluar?”

 

“Iya. Sekarang kan banyak cowok sewaan yang bisa diajak keluar buat bergaya. Pulang kerja nanti, kita ikutin Yuna. Dia kan biasanya dijemput sama suaminya dan suaminya itu nggak pernah turun dari mobil.”

 

“Pernah kali.”

 

“Kapan?”

 

“Waktu itu, aku denger karyawan cerita.”

 

“Apa kata mereka?”

 

“Katanya sih masih muda, ganteng dan kaya raya.”

 

“Kamu lihat sendiri?”

 

Sofi menggelengkan kepala.

 

“Bisa aja kan itu cuma supir pribadi yang masih muda dan dipake sama Yuna buat pura-pura jadi suaminya?”

 

“Mmh ... iya juga sih.”

 

“Kalo gitu, sore ini kita harus buktiin, gimana suami Yuna yang sebenarnya.”

 

Sofi menganggukkan kepala.

 

Lili tersenyum penuh kemenangan. Ia sangat ingin memperlakukan Yuna seperti Yuna mempermalukan dirinya di depan orang banyak.

 

Saat jam kerja usai, Yuna melangkahkan kaki keluar dari kantor sambil menerima telepon dari suaminya.

 

“Iya, sayangku. Ini aku udah nyanpe di lobi,” tutur Yuna.

 

Lili dan Sofi yang berada di pintu masuk kantornya langsung tersenyum sinis menatap Yuna.

 

“Nunggu dijemput Oom ya?” celetuk Lili.

 

Yuna hanya melirik ke arah Lili dan terus berbicara di telepon dengan suaminya.

 

“Aku udah keluar kantor. Kamu di mana?”

 

“Sebentar lagi sampai,” jawab Yeriko.

 

Tiba-tiba, Lamborghini berwarna biru berhenti tepat di depan Yuna.

 

Yuna bergeming, ia tetap mengedarkan pandangannya. Menunggu mobil Land Rover putih yang biasa menjemputnya.

 

Yeriko langsung membuka kaca mobil dan tersenyum ke arah Yuna. “Nunggu taksi, Mbak?” godanya.

 

Yuna langsung menatap Yeriko. “Loh?” Ia menghampiri mobil Lamborghini tersebut. “Taksi semewah ini, berapa tarifnya?” tanya Yuna menanggapi candaan Yeriko.

 

“Naik taksi ini, bayarnya nggak pake uang.”

 

“Terus, pake apa dong?” tanya Yuna sambil menatap wajah Yeriko.

 

Yeriko langsung mengecup bibir Yuna. Membuat pipi Yuna menghangat.

 

Di belakang Yuna, ada Lili dan Sofi yabg terperangah melihat Yeriko yang begitu tampan dan elegan dengan mobil mewah bersamanya. 

 

“Li, itu suaminya Yuna? Ganteng banget!” celetuk Sofi.

 

“Heh!? Jangan lupa sama misi kita!” sahut Lili sambil menyenggol lengan Sofi.

 

“Oh iya.” Lili langsung mengeluarkan ponsel dan bersiap memotret Yuna dan suaminya.

 

“Ngapain?” tanya Lili.

 

“Fotoin Yuna.”

 

“Kalau kayak gini, mana bisa kita pake buat jatuhin Yuna!”

 

“Terus?”

 

Lili langsung menoyor kening Sofi. Ia terus memerhatikan cowok yang berada dalam mobil Lamborghini tersebut.

 

Sementara itu, Yuna masih mengajak Yeriko mengobrol dan belum juga beranjak pergi.

 

“Beruang, kamu lihat dua cewek yang ada di pintu masuk itu?” tanya Yuna.

 

Yeriko langsung melirik ke arah pintu masuk. “Iya. Kenapa?”

 

“Mereka masih perhatiin kita?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Iya. Emang kenapa? Ada masalah sama mereka?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak ada sih. Cuma bingung aja, kenapa mereka masih belum pergi juga.”

 

“Ya udah sih. Kita pulang sekarang.”

 

“Tapi ... tunggu mereka pergi dulu!” pinta Yuna.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Emangnya ada apa?”

 

“Nanti aku ceritain. Oh ya, mobil kamu ke mana? Ini mobil siapa yang kamu pake?” tanya Yuna.

 

“Mobilku. Yang kemarin udah aku jual. Pengen ganti mobil aja. Gimana? Kamu suka nggak?”

 

Yuna tersenyum senang melihat mobil yang ada dipakai oleh Yeriko. “Keren!”

 

Yeriko tersenyum. Ia membuka pintu mobil dan keluar. Yeriko berdiri tepat di depan Yuna.

 

“Kita harus gimana?” tanya Sofi pada Lili yang berdiri di sebelahnya.

 

“Bentar. Kita samperin aja cowok itu dan tanyain langsung dia itu siapa.”

 

“Berani?”

 

“Berani dong!” sahut Lili. Ia langsung  menarik lengan Sofi dan mengajaknya menghampiri Yuna dan Yeriko.

 

“Hai ...!” sapa Lili sambil tersenyum manis ke arah Yuna dan Yeriko.

 

Yeriko hanya tersenyum kecil  menanggapi sapaan dari Lili.

 

Sedangkan Sofi tidak memiliki keberanian sedikit pun saat mendapati tatapan Yeriko yang begitu dingin.

 

Yuna juga ikut tersenyum menatap Lili dan Sofi.

 

“Ini siapa, Yun? Kenalin dong ke kita!” pinta Lili sambil tersenyum ke arah Yeriko.

 

Yuna membelalakkan mata begitu melihat raut wajah Lili. Ia merasa kalau Lili sangat menyukai Yeriko dan membuatnya kesal. Ia langsung merapatkan tubuhnya ke tubuh Yeriko dan merangkul lengannya begitu erat.

 

“Namaku Lili, temen kerjanya Yuna.” Lili mengulurkan tangan ke arah Yeriko.

 

Yeriko tersenyum dan membalas uluran tangan Lili. “Yeriko, suaminya  Yuna.”

 

“Oh ... jadi, kamu beneran suaminya Yuna?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Kenapa kalian nggak terlihat seperti orang yang sudah menikah?” tanya LiLi.

 

“Maksud kamu?”

 

Lili tersenyum menatap Yeriko. “Aku nggak pernah lihat Yuna pakai cincin pernikahan. Apa kalian sebenarnya belum menikah? Cuma kumpul kebo doang?”

 

“Jaga mulutmu!” sentak Yeriko sambil menunjuk wajah Lili.

 

Lili hanya tersenyum kecil. “Yah, Cuma dugaan doang. Atau ... jangan-jangan si Yuna emang nggak mau kalo ada orang lain yang tahu dia udah menikah? Bukannya dia masih muda banget. Bisa aja kan kamu dengan sengaja nyembunyikan cincin pernikahan kamu supaya bisa cari mangsa baru?” cerocos Lili sambil menatap Yuna.

 

“Jangan sembarangan ya kalo ngomong!” sentak Yuna.

 

Lili tersenyum kecil. Ia kembali menatap Yeriko. “Kamu harus hati-hati sama perempuan kecil ini. Dia itu Cuma pembohong perasaan. Statusnya aja yang udah bersuami. Tapi, masih suka aja godain cowok lain.”

 

“Kamu jangan fitnah ya!” ancam Yuna. “Aku nggak pernah godain cowok manapun!” tegasnya.

 

Lili tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kalo nggak godain, kenapa masih suka ketemu sama Lian?”

 

Yuna gelagapan mendengar pertanyaan Lili. “Jangan sembarangan ya kalo ngomong!”

 

“Aku nggak sembarangan ya. Belli sendiri yang ngomong kalau kamu masih mau ngerebut Lian.”

 

Yuna tergelak mendengar ucapan Lili. “Aku sama sekali nggak tertarik sama Lian. Jelas-jelas, masih lebih baik suamiku.”

 

Yeriko tersenyun senang saat Yuna menatapnya penuh kehangatan.

 

 

 ((Bersambung ...))

 

 

 

 

 

Bab 52: Senyum Kemenangan

 


Yuna melangkahkan kakinya keluar dari toilet dengan wajah sumringah setelah menerima telepon dari suaminya. Ia merasa sangat senang karena suaminya begitu perhatian, selalu meluangkan waktu untuk menelepon atau mengirim pesan kepadanya.

 

Yuna menghentikan langkahnya saat melihat tiga wanita tiba-tiba menghadangnya. Ia menatap kertas yang disodorkan oleh Bellina di depan wajahnya.

 

“Apa ini?” Yuna menyambar kertas dari tangan Bellina dan langsung membacanya.

 

“Dateng ya!” pinta Bellina.

 

“Cuma undangan pertunangan, kalian sampe nyamperin aku kayak gini?” tanya Yuna. Ia langsung membuang kertas tersebut ke tempat sampah yang ada di sisinya.

 

Bellina melongo melihat undangan pertunangannya dibuang begitu saja oleh Yuna. “Kamu!?” Ia langsung melotot ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis. “Kamu pikir, undangan itu mau diapain kalau nggak dibuang? Siapa juga yang mau simpan kertas undangan kayak gitu,” tuturnya sambil menatap kertas undangan yang sudah ada di dalam tempat sampah.

 

“Heh!? Seenggaknya kamu bisa menghargai orang sedikit. Nggak langsung dibuang gitu aja di depan orang yang ngasih kamu undangan!” sentak Lili.

 

“Bodo amat!” sahut Yuna sambil melangkah pergi.

 

Bellina menarik lengan Yuna dan menekan tubuh Yuna ke dinding. “Kenapa? Kamu nggak mau datang ke pertunangan aku karena masih sayang sama Lian?”

 

Yuna tersenyum sinis menanggapi pertanyaan Bellina. “Aku itu udah nikah. Suamiku jauh lebih baik dari Lian. Bodoh banget kalau aku masih suka sama cowok murahan kayak Lian.”

 

Bellina tersenyum ke arah Yuna. “Kalo gitu, kamu harus dateng ke pertunangan kami!”

 

“Haduh ...! Buat apa sih kamu caperk-capek ngundang aku ke acara kamu? Aku udah tahu kalau kalian udah tunangan dan akan menikah. Tante Melan udah minta bantuan aku buat ngurus keperluan pernikahan kalian. Terus, kenapa harus dateng ke pesta pertunangan segala?”

 

“Bukannya kamu sekarang udah jadi istrinya orang kaya? Kalau emang kamu beneran udah nikah sama Yeriko, kenapa nggak ada pesta pernikahan? Aku juga nggak pernah lihat kamu pakai cincin pernikahan.”

 

“Yang menunjukkan kita udah nikah atau belum itu bukan cincin, tapi buku nikah,” sahut Yuna.

 

“Jangan-jangan, kamu udah jual cincin pernikahannya buat biaya rumah sakit ayah kamu?”

 

“Jangan sembarangan kalo ngomong!” sentak Yuna.

 

“Aku lihat di pertemuan bisnis kemarin, kamu pakai perhiasan yang mahal banget. Sekarang, ke mana perhiasan itu? Semuanya sewaan doang?”

 

“Hahaha. Ternyata, kamu bukan bener-bener orang kaya?” sahut Lili. “Mungkin, dia cuma pura-pura jadi orang kaya. Jangan-jangan, dia nggak beneran nikah sama bos GG itu.”

 

“Cuma jadi simpanannya doang. Hahaha,” sahut Sofi.

 

“Emang kenapa kalau jadi simpanannya dia? Dia masih muda, ganteng dan kaya raya,” sahut Yuna sambil tersenyum.

 

Lili tersenyum sinis ke arah Yuna. “Jangan-jangan kamu bukan cuma jadi istri Yeriko, tapi juga jadi simpanannya sugar daddy lainnya?”

 

Yuna menarik napas mendengar ucapan Lili. “Nggak kebalik?”

 

Lili langsung mengedarkan pandangannya ke beberapa mata yang sedang menonton perdebatan mereka.

 

Sejak kedatangan Yuna, pertengkaran mereka menjadi pusat perhatian dan selalu jadi tontonan menarik di kantornya.

 

Yuna menarik lengan Lili. Ia melihat jam tangan limited edition yang dipakai oleh Lili. Ia langsung tersenyum sambil menatap jam tangan itu dengan mata berbinar. “Ini kan jam tangan limited edition. Aku tahu ini harganya mahal banget. Bahkan gaji kamu selama setahun, nggak akan bisa dipake buat beli jam ini. Jangan-jangan, kamu yang punya sugar daddy?”

 

Lili membelalakkan matanya menatap Yuna. Wajahnya memerah karena beberapa karyawan mulai membicarakan soal kebenaran yang sedang diungkapkan oleh Yuna.

 

“Kenapa? Nggak mau ngakuin kalau kamu ternyata simpanannya Oom-Oom kaya? Ternyata, selama ini cuma pura-pura jadi anak orang kaya?”

 

“Jangan sembarangan ya kalo ngomong!” sentak Lili. “Kamu ngomong nggak ada buktinya!”

 

“Bukti? Selama ini juga kamu ngatain aku tanpa bukti kan? Kalau kamu anak orang kaya, kenapa kamu jadi staff di sini? Seharusnya kamu jadi manager atau direktur di perusahaan orang tua kamu kan?”

 

Lili gelagapan mendengar pertanyaan dari Yuna. Ia berpikir cepat untuk bisa menyanggah ucapan Yuna. “Aku masih muda dan masih belajar di sini. Bukannya kamu juga istrinya orang kaya? Kenapa cuma jadi staff biasa di sini? Kenapa nggak jadi direktur di perusahaan suami kamu aja!?” seru Lili.

 

Perdebatan antara Yuna dan Lili semakin memanas. Beberapa karyawan yang menonton, bahkan menjadikan pertengkaran mereka sebagai bahan taruhan.

 

Yuna tersenyum kecil menatap Lili. “Aku bisa aja datang ke perusahaan suamiku. Tapi, aku ke sini karena rekomendasi dari universitasku. Lagian, aku bisa dengan mudah minta suamiku buat ambil perusahaan ini jadi milik dia.”

 

Bellina membelalakkan matanya mendengar ucapan Yuna. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Walau bagaimana pun, ia tidak boleh membiarkan Yeriko mengambil alih perusahaan milik Lian.

 

“Li, udah deh! Mending kita ngalah aja.”

 

“Ngalah gimana? Jelas-jelas dia yang udah belagu dan sombong banget kayak gini. Mentang-mentang punya suami orang kaya!” sahut Lili.

 

“Li, suaminya dia emang orang kaya,” bisik Sofi. “Kalau dia beneran mau ambil perusahaan ini, kita bakal didamprat sama dia.”

 

Lili merasa semakin kesal dengan Yuna. Ia tidak ingin Yuna bisa hidup tenang karena telah meremehkan dirinya di depan banyak orang. “Awas kamu ya!” ancam Lili.

 

Bellina memijat kepalanya yang berdenyut. Pikirannya semakin kacau karena ucapan Yuna. Ia memilih untuk melangkah pergi dan kembali ke ruangannya terlebih dahulu.

 

“Bel, mau ke mana?”

 

“Aku masih banyak kerjaan,” jawab Bellina sambil melangkah pergi.

 

Yuna tersenyum sinis dan juga melangkah pergi meninggalkan Lili dan Sofi.

 

Semua karyawan yang menyaksikan perdebatan mereka juga ikut bubar dan kembali ke meja kerjanya masing-masing.

 

“Yun, kamu hebat banget! Bisa ngelawan mereka yang sombong-sombong itu,” puji salah seorang karyawan yang menghampiri Yuna.

 

Yuna tersenyum. “Bukannya kesombongan harus dibalas dengan kesombongan juga?”

 

“Iya juga sih. Semenjak ada kamu, mereka selalu kebakaran jenggot setiap hari. Kamu berani banget ngelawan mereka.”

 

“Dia nggak cuma menindas kamu, dia juga sering banget menindas kami. Karena dia tunangannya Direktur Lian, siapa sih yang berani ngelawan dia?”

 

“Iya. Dia menggunakan posisinya untuk menindas karyawan yang lemah seperti kami.”

 

“Sudahlah. Nggak usah dibahas lagi!” sahut Yuna. “Kalian lanjut kerja aja!”

 

“Oke.” Semua orang kembali ke meja kerja masing-masing dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya.

 

Yuna menghela napas dan tersenyum lega. Walau setiap ia harus berkelahi dengan Bellina dan dua orang pengikut setianya itu, ia tetap merasa sangat nyaman bekerja karena semua karyawan sangat baik terhadapnya.

 

Telepon Yuna tiba-tiba berdering. Yuna langsung menjawab panggilan telepon dari Yeriko. “Halo ...!” sapanya sambil tersenyum bahagia.

 

“Halo ...! Pulang jam berapa?” tanya Yeriko.

 

“Jam lima sore,” jawab Yuna.

 

“Aku jemput kamu.”

 

“Oke.”

 

“Gimana kerjaanmu hari ini?”

 

“Hmm ... cukup menyenangkan,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Pak, ini kuncinya!” Terdengar suara seseorang sedang berbicara dengan Yeriko.

 

“Siapa? Riyan?”

 

“Iya.”

 

“Kok ribut? Lagi nggak di kantor?” tanya Yuna.

 

“Iya. Lagi di luar. Kamu udah makan?”

 

“Udah.”

 

“Ada yang mau dititip atau nggak? Kebetulan aku lagi di luar.”

 

“Nggak ada,” jawab Yuna.

 

“Beneran nggak ada?”

 

“Iya. Nggak ada,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Oke. Lanjut kerja lagi ya!”

 

“He-em.” Yuna tersenyum dan langsung mematikan panggilan telepon dari Yeriko. Perasaannya sangat bahagia karena memiliki seorang suami yang begitu memperhatikannya.

 

“Pak Tono, aku mau turun beli kopi. Mau nitip atau nggak?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Pak Tono yang sedang serius bekerja.

 

“Gratis, Yun?” tanyanya sambil tersenyum kecil.

 

“Idih, Bapak ini minta gratisan mulu!” sambar Selma.

 

“Hahaha.”

 

“Iya, deh. Aku kasih gratis karena hari ini suasana hatiku lagi bagus.”

 

“Aku juga mau kalo gratis!” seru Bagus.

 

“Oke.” Yuna mengerdipkan mata dan bangkit dari tempat duduk. “Eh, kalo Bellina nyari aku, bilang aja aku lagi males berdebat!” pinta Yuna.

 

“Idih, mana berani kita ngomong kayak gitu,” sahut Selma.

 

Yuna tertawa kecil dan bergegas pergi.


((Bersambung ...))

Bab 51 : Cemburu Pada Masa Lalu

 


Sesampainya di rumah, Yeriko langsung menggendong Yuna ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.

 

“Lian brengsek!” celetuk Yuna. “Aku sayang sama kamu, tapi kamu malah tidur sama perempuan lain.”

 

“Kamu masih sayang sama dia?” tanya Yeriko.

 

Yuna membuka mata dan menatap Yeriko yang ada di sisinya. “Eh!? Ia menggelengkan kepalanya.

 

Yeriko langsung berbalik dan melangkah pergi.

 

“Beruang!” panggilnya sambil menatap punggung Yeriko. Ia bergegas turun dari tempat tidur dan mengejar suaminya itu.

 

“Dia masa laluku. Dulu, aku memang pernah sayang sama dia. Tapi, saat ini nggak ada pria lain yang aku cintai selain kamu,” tutur Yuna sambil memeluk Yeriko dari belakang.

 

“Aku cuma ngerasa, sakit hatiku belum hilang setiap kali ketemu sama dia. Kamu tahu, rasanya dikhianati sama pacar dan saudara sendiri?” ucap Yuna dengan nada yang semakin merendah.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam dan langsung berbalik menatap Yuna. Setiap kali menatap mata Yuna, ia selalu tak berdaya dan tidak bisa marah begitu saja.

 

Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Aku cuma sayang sama kamu,” tuturnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

 

Yeriko memegang pundak Yuna dan langsung mencium bibir Yuna penuh kehangatan.

 

“Udah nggak marah lagi?” tanya Yuna setelah ia dan Yeriko berciuman.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Aku suka kamu kalau cemburu kayak gini,” tutur Yuna sambil menangkupkan telapak tangannya ke wajah Yeriko.

 

“Aku nggak cemburu.”

 

“Beneran?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aha ... telinga kamu goyang-goyang, artinya kamu lagi bohong!” seru Yuna.

 

“Eh!?”

 

Yuna tersenyum kecil dan langsung merangkul leher Yeriko. Ia mencium bibir Yeriko dan juga menggigit leher Yeriko.

 

“Kamu mau bangunin si Kecil?” bisik Yeriko.

 

“Si Kecil siapa?” tanya Yuna.

 

Yeriko tak menjawab. Ia langsung menggendong Yuna dan menidurkannya ke atas ranjang. Ia langsung mengulum bibir Yuna yang manis dan mengecup seluruh tubuh Yuna.

 

Yuna merasa dirinya melayang sangat tinggi saat Yeriko menciumi seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Mereka kembali tenggelam dalam romansa cinta yang panas dan menggairahkan.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

“Pagi ...!” sapa Yuna saat membuka mata dan melihat suaminya masih tertidur.

 

“Pagi juga, istriku,” balas Yeriko sambil menarik tubuh Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Hari ini kerja?” tanya Yuna.

 

“He-em.” Yeriko mengangguk tanpa membuka mata.

 

“Kalo gitu, bangun! Aku juga mau kerja.”

 

“Sebentar!” Yeriko makin mengeratkan pelukannya.

 

“Tapi ... ini sudah pagi.”

 

“Lima menit lagi!” pinta Yeriko sambil mengecup kening Yuna.

 

Yuna tersenyum, ia meletakkan kepalanya di dada Yeriko.

 

Beberapa menit kemudian, Yeriko terbangun dan membawa Yuna mandi bersamanya. Usai mandi dan berganti pakaian, mereka langsung turun untuk sarapan bersama.

 

“Pagi, Bi!” sapa Yuna pada Bibi War yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja.

 

“Pagi,” balas Bibi War sambil tersenyum. Ia bisa merasakan rona bahagia yang terlihat dari wajah Yuna.

 

Yuna tersenyum, ia langsung duduk di meja makan dan menikmati sarapan bersama Yeriko.

 

“Yun ...!” panggil Yeriko lirih.

 

“Ya.”

 

“Apa kamu nggak mau pindah magang ke kantorku?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku sudah mulai menguasai kerjaan dengan baik, kok.”

 

“Sepupu kamu itu ... nggak nyusahin kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku sudah biasa berantem sama dia.”

 

“Tapi ...”

 

“Kamu nggak usah khawatir. Semua bakal baik-baik aja!”

 

“Soal Lian, gimana?”

 

“Eh!? Maksudnya?”

 

“Gimana kamu menghadapi dia? Bukannya dia mantan pacar yang bakal jadi kakak ipar kamu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kalau sering ketemu, apa perasaan yang dulu ... bisa dijamin nggak balik lagi?”

 

Yuna langsung menatap wajah Yeriko sambil tersenyum.

 

“Kenapa?” Yeriko mengerutkan kening menghadapi tatapan Yuna.

 

“Kamu cemburu?” goda Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Kenapa khawatir soal hubungan aku sama Lian?”

 

“Mmh ... nggak papa. Cuma nanya doang.”

 

“Bilang aja kalo cemburu!” celetuk Yuna.

 

Yeriko menarik napas dan menghembuskannya perlahan. “Aku ini suami kamu, wajar kan kalau aku cemburu?”

 

“Iya, sih. Tapi lihat-lihat juga kalo cemburu. Lian sama sekali nggak layak buat dicemburui. Dia nggak lebih unggul dari kamu.”

 

“Oh ya?” Yeriko tersenyum menatap Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Oh ya, apa kamu bener-bener nggak pernah pacaran?”

 

“Pernah.”

 

“Serius?”

 

Yeriko mengangguk.

 

“Berapa mantan kamu?”

 

“Satu.”

 

“Oh ya? Laki-laki seganteng kamu, cuma punya mantan satu?”

 

“Kenapa?” tanya Yeriko balik.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Nggak papa. Aku pikir, kamu playboy kayak Lutfi.”

 

“Apa aku kelihatan seburuk itu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Suamiku bukan cuma tampan, tapi juga kaya raya. Pasti banyak perempuan yang mengejar cintanya.” Yuna menatap Yeriko sambil menopang pipi dengan telapak tangannya.

 

“Oh ya? Kalau gitu, kamu harus menghargai suami kamu ini dan menjaganya dengan baik supaya nggak diambil sama perempuan lain!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Nggak ada yang boleh ambil suamiku!”

 

Yeriko tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna. “Kamu juga, nggak boleh tergoda sama cowok tampan!”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Asalkan dia nggak lebih tampan dari kamu,” ucapnya sambil menahan tawa.

 

“Kamu!?” dengus Yeriko sambil menatap tajam ke arah Yuna.

 

“Bercanda. Serius amat, sih?”

 

Yeriko tertawa kecil. Ia mengelus lembut rambut Yuna. “Cepet habiskan makannya!”

 

Yuna mengangguk. Usai sarapan, ia dan Yeriko pergi bekerja seperti biasa.

 

“Makasih sudah diantar,” ucap Yuna sambil tersenyum manis ke arah Yeriko sebelum ia keluar dari mobil.

 

“Tumben manis banget?” Yeriko mengerutkan keningnya.

 

Yuna langsung menatap tajam ke arah Yeriko. “Kenapa kamu masih nyebelin aja, sih!?”

 

Yeriko mengangkat kedua alisnya dan langsung mengecup bibir Yuna. “Cepat turun! Ntar terlambat masuk kerja!” perintahnya sambil tersenyum.

 

Yuna mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Ia melenggang penuh ceria memasuki gedung kantornya. Ia kembali beraktifitas seperti biasa.

 

Yuna sudah bisa menguasai pekerjaannya dan bisa menyelesaikan laporannya lebih cepat. Karena bosan, ia memilih untuk berjalan-jalan sejenak. Ia bertemu dengan Lian di atap gedung.

 

“Yuna ...!?” sapa Lian saat melihat Yuna.

 

“Kamu? Ngapain di sini?” tanya Yuna canggung.

 

“Aku? Ini juga kantorku. Ada yang salah?”

 

Yuna menggelengkan kepala, ia berbalik dan melangkah pergi.

 

“Yun!” panggil Lian sambil menarik lengan Yuna.

 

“Apaan sih!?” Yuna langsung menepis tangan Lian dengan kasar.

 

“Apa kamu sudah bener-bener ngelupain kisah kita?”

 

“Nggak ada kisah apa pun di antara kita,” sahut Yuna ketus.

 

Lian langsung memutar tubuh Yuna menghadap ke arahnya. “Yun, kamu cantik banget. Bisakah berbagi sama aku? Aku bakal kasih apa pun yang kamu mau,” bisiknya sambil menyentuh pipi Yuna dengan punggung ibu jarinya.

 

Yuna langsung menepis tangan Lian.

 

“Kamu pikir, aku sama kayak tunangan kamu yang murahan itu!?” sentak Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. Ia terus melangkah maju mendekati Yuna sementara Yuna memundurkan langkahnya satu persatu hingga punggungnya menyentuh dinding.

 

“Buatku, semua perempuan sama aja,” tutur Lian. “Sayang banget kan kalau ada cewek cantik tapi nggak dipake?”

 

Yuna menatap tajam ke arah Lian. Ia benar-benar tidak tahan dengan ucapan Lian yang begitu merendahkan dirinya.

 

“Aku tahu, kamu masih sayang sama aku dan berharap kita bisa kembali baik kayak dulu lagi. Asalkan kamu mau ngasih semuanya buat aku, aku bakalan nerima kamu lagi.”

 

Yuna tersenyum sinis. “Sayangnya, aku sama sekali nggak tertarik sama kamu lagi!” tegas Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. “Kenapa? Aku juga nggak kalah menggairahkan dari Yeriko.”

 

“Maksud kamu?”

 

Lian tersenyum kecil. “Nggak usah pura-pura bodoh!” Lian menggenggam pundak Yuna dan memaksa ingin mencium Yuna.

 

Yuna terus memberontak walau Lian menahan tangan Yuna begitu erat. Ia langsung menendang alat vital Lian menggunakan dengkulnya.

 

“Aw ...!” Lian langsung terjatuh ke lantai sambil memegangi bagian tubuh yang ditendang oleh Yuna.

 

“Rasain!” sentak Yuna sambil berlalu pergi meninggalkan Lian.

 

“Awas kamu ya! Kalau sampe aku mandul, kamu harus tanggung jawab!” teriak Lian.

 

“Bodo amat!” sahut Yuna dan bergegas pergi meninggalkan Lian. “Dasar cowok kekijilan! Udah punya tunangan, masih aja gangguin istri orang. Bener-bener nggak tahu malu!” rutuknya kesal.

 

Yuna langsung turun dan bergegas kembali ke meja kerjanya dan beraktivitas seperti biasa.


((Bersambung ...))

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas