Tuesday, February 4, 2025

Bab 50 : Jamuan Mantan

 


Yuna menutupi lehernya menggunakan syal saat keluar dari mobil. Ada beberapa kiss mark yang ingin ia tutupi dari Lian. Mereka segera melangkah bersama menuju privat room. Tempat mereka akan bertemu dengan Wilian.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko saat Yuna mencengkeram lengannya begitu kuat.

 

“Nggak papa.”

 

“Nervous?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kamu masih punya perasaan sama dia?”

 

Yuna menggeleng. “Nggak enak aja rasanya harus makan bareng mantan.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Dia juga udah punya pasangan. Nggak perlu khawatir!”

 

Yuna menganggukkan kepala dan melangkah masuk ke private room bersama dengan Yeriko.

 

Lian langsung berdiri begitu melihat Yeriko masuk ke dalam ruangan. Ia merasa sangat senang karena Yeriko mau menerima undangan makan malam bersamanya.

 

“Selamat datang, Pak Yeri! Silakan duduk!” sapa Lian begitu sopan.

 

Yeriko mengangguk dan langsung duduk di kursi tanpa membalas sapaan dari Lian. Ia terlihat sangat serius dan angkuh.

 

Lian menelan ludah melihat sikap Yeriko yang begitu dingin. “Kenapa Yuna bisa menikah sama cowok sedingin ini?” batin Lian. Tubuhnya mulai berkeringat walau berada di ruangan ber-AC.

 

“Oh ya, kita belum ngucapin selamat untuk kalian berdua yang udah jadi pengantin baru,” tutur Bellina.

 

Yuna tidak menyahut. Ia hanya tersenyum ke arah Bellina. Tangannya terus menggenggam lengan Yeriko.

 

“Selamat ya!” ucap Bellina sambil mengulurkan tangan ke arah Yuna.

 

Yuna sama sekali tidak berminat untuk menyambut uluran tangan Bellina.

 

Bellina menarik kembali tangannya secara perlahan.

 

“Kalian mau makan apa?” tanya Lian karena suasana yang terasa sangat canggung.

 

Yeriko langsung mengambil buku menu dan memesan beberapa makanan dan minuman untuk dirinya dan Yuna.

 

“Kamu nggak mau pesen makan?” tanya Lian sambil menatap Yuna.

 

“Udah aku pesenin,” jawab Yeriko.

 

“Oh, kamu udah tahu ya seleranya Yuna?” tanya Bellina.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Dia istriku, pastinya aku tahu apa yang dia suka dan nggak.”

 

Bellina tersenyum manis. “Kalian memang pasangan yang serasi.”

 

Yuna tersenyum kecut. “Kalian juga terlihat serasi,” ucap Yuna terpaksa.

 

“Iya, dong,” sahut Bellina sambil bergelayut manja di pundak Lian.

 

Yuna memutar bola matanya saat Bellina bermanja-manja dengan Lian. Ia merasa sangat kesal dengan keduanya yang mengumbar kemesraan.

 

Yeriko langsung merangkul Yuna dan tersenyum ke arah Lian. “Denger-denger, kalian akan segera bertunangan dan menikah ya?”

 

“Eh!? Kok tahu?”

 

“Kamu itu kan sepupunya istriku. Gimana nggak tahu? Yuna sangat peduli dengan orang-orang di sekelilingnya. Pastinya, dia selalu memperdulikan kehidupan saudaranya juga.”

 

Bellina merasa sangat senang karena Yeriko mau mengakuinya sebagai saudara Yuna. Punya ipar yang kaya raya, pasti akan memberikan banyak keuntungan kepadanya.

 

Yuna langsung menatap mata Yeriko sambil memaksa bibirnya tersenyum manis. “Kenapa ngomong kayak gitu? Kamu kan tahu kalau aku sama dia selalu berantem,” ucap Yuna dalam hati.

 

Yeriko hanya tersenyum membalas tatapan Yuna. Ia mengelus pundak Yuna untuk mengisyaratkan kalau semuanya akan baik-baik saja.

 

Beberapa menit kemudian, makanan yang dipesan oleh Yeriko datang. Mereka mulai menikmati makan malam bersama.

 

“Sini, aku suapin!” Yeriko langsung mengambil makanan Yuna dan menyuapkan makanan ke mulut Yuna perlahan. “Enak?”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

Yeriko menatap Yuna sambil tersenyum dan ikut memakan makanan dari piring Yuna.

 

Lian dan Bellina saling pandang melihat sepasang suami istri yang terlihat sangat romantis di hadapan mereka. Bellina merasa kalau dunia ini milik Yeriko dan Yuna, ia hanya menumpang untuk hidup.

 

“Kamu sengaja mau bikin mereka kesal?” bisik Yuna di telinga Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia semakin memperlakukan Yuna begitu manis.

 

“Ehem ...!” Bellina berdehem untuk mengalihkan perhatian Yuna dan Yeriko. Dua pasang suami istri itu benar-benar tidak menganggap Lian dan Bellina berada dalam ruangan tersebut.

 

Yuna langsung tersenyum menatap Bellina

 

“Oh ya, kalian udah menikah sebulan yang lalu. Apa kamu sudah hamil?” tanya Bellina.

 

Yuna yang sedang menelan makanan langsung batuk begitu mendengar pertanyaan Bellina.

 

Bellina tersenyum penuh kemenangan dan bersiap mempermalukan Yuna di depan Lian maupun Yeriko.

 

“Sudah menikah selama sebulan, pastinya sudah berencana punya anak kan?” tanya Bellina. “Kamu nggak menunda kehamilan kan?”

 

Yuna tersenyum menatap Bellina. “Kami baru menikah selama sebulan. Masih pengen menikmati kebersamaan. Bukannya akan merepotkan kalau aku buru-buru hamil. Pastinya kami nggak akan bisa bercinta sepanjang malam.”

 

Lian dan Bellina tertawa kecil menatap Yuna dan Yeriko.

 

“Bener juga sih. Sebulan pastinya nggak akan cukup buat orang yang belum pernah merasakan kenikmatan dunia.”

 

Yuna tersenyum sinis ke arah Bellina. “Oh ya, kondisi kandungan kamu gimana?”

 

“Baik,” jawab Bellina sambil tersenyum.

 

“Bagus deh!”

 

“Kamu hamil?” tanya Yeriko.

 

Bellina menganggukkan kepala.

 

Yeriko mengerutkan keningnya. “Bukannya ... kalian belum menikah?”

 

Bellina tersenyum menatap Yeriko. “Menikah atau belum, itu sama aja. Ini adalah bukti kalau kami saling mencintai.”

 

“Oh.” Yeriko manggut-manggut.

 

Lian menatap lekat ke arah Yeriko. Matanya tertuju pada kiss mark yang ada di leher Yeriko. “Yun, kamu bener-bener sudah jadi milik orang lain?” batinnya dalam hati. Semua bayangan masa lalunya bersama Yuna terlintas di pelupuk mata.

 

Bellina menyenggol lengan Lian dan membuyarkan lamunannya.

 

“Mmh ... Yer, aku denger-denger kamu baru aja akuisisi Jaya Agung. Apa rumor itu bener?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kenapa?” tanyanya dingin.

 

“Oh ... nggak papa,” jawab Lian. “Aku harap, ke depannya perusahaan kita bisa saling bekerja sama. Kamu tahu, kita ini saudara. Akan lebih  baik jika perusahaan kita bisa mendukung.”

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala. Sekalipun ia tidak menyukai kepribadian Lian dan Bellina, ia sangat menyukai tawaran Lian untuk bekerja sama dengan perusahaannya. Baginya, keuntungan bisnis adalah segalanya.

 

Lian tersenyum sambil menuangkan anggur ke dalam gelas. “Gimana kalau kita bersulang untuk kemajuan perusahaan kita?”

 

Yeriko mengangguk kecil dengan gayanya yang begitu elegan.

 

Lian tersenyum. Ia mengangkat gelas miliknya dan menyodorkannya ke hadapan Yeriko.

 

Yeriko segera mengangkat gelas miliknya dan bersulang dengan Lian. Namun, Yuna langsung merebut gelas anggur dari tangan Yeriko dan menenggaknya.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko sambil mengerutkan kening menatap Yuna.

 

Yuna menghela napas lega saat minuman anggur yang ada di tangannya sudah masuk ke kerongkongannya. Ia tidak akan membiarkan Lian dan Yeriko terlibat dalam hubungan bisnis. Walau bagaimana pun, Wijaya Group adalah perusahaan milik keluarganya. Jika bukan karena kecelakaan sebelas tahun lalu, semuanya tidak akan berubah begitu banyak.

 

“Aku atau kamu, sama aja kan?” tanya Yuna sambil tersenyum ke arah Yeriko. “Li, aku ini Nyonya Yeriko. Jangan bikin aku nggak senang! Kalian pura-pura baik seperti ini, benar-benar menjijikkan. Bitch!”

 

Yeriko tersenyum kecil mendengar ucapan Yuna. “Kamu baru minum satu gelas, kenapa sudah mabuk?”

 

Lian tersenyum kecil. Ia kembali menuangkan anggur ke dalam gelas Yeriko dan mengajaknya bersulang.

 

Bellina hanya tersenyum menatap Yuna. Ia pura-pura minum anggur.

 

“Bukannya anggur nggak baik untuk janin?” tanya Yeriko setelah meminum anggur yang dituangkan oleh Lian dan menatap Bellina.

 

“Oh ... cuma sedikit, nggak papa. Aku nggak mungkin diam saja dan tidak menghargai kehadiran Tuan Ye,” jawab Bellina santai.

 

Yeriko mengerutkan kening sambil menganggukkan kepala.

 

Lian baru menyadari. “Gimana kalau kamu minum jus aja?” tanya Lian menyarankan.

 

Bellina mengangguk dan memesan satu gelas jus untuk dirinya.

 

Yuna merasa kepalanya berdenyut. Ia langsung meletakkan dagunya ke pundak Yeriko. “Beruang, kenapa kamu ganteng banget?” tanya Yuna. Ia meniup lembut telinga Yeriko.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam saat hembusan angin menyentuh tengkuknya.

 

“Kamu jauh lebih ganteng dari pacarku yang tukang selingkuh itu. Huft, andai aja dia pria yang setia. Aku pasti sangat menyayangi dia,” tutur Yuna yang sudah setengah sadar. Saraf otaknya mulai terganggu karena pengaruh alkohol.

 

“Kamu sudah mabuk,” tutur Yeriko sambil menarik Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Emh ...” Yuna tersenyum sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Aku nggak mabuk.”

 

Lian menatap tajam ke arah Yuna saat gadis itu bergelayut manja di tubuh Yeriko dan melihat beberapa kiss mark yang ada di leher Yuna. Ia membayangkan bagaimana Yuna dan Yeriko bercinta sangat panas. Yuna adalah wanita masa lalunya, tapi kini kembali mengusik hati Lian.

 

“Sorry, dia kalau mabuk memang suka ngaco dan agresif banget. Kami pulang dulu!” pamit Yeriko. Ia segera membawa Yuna pulang ke rumah.

 

 

((Bersambung …))

 

 

 

 

 

Bab 49 : Malam Pertama

 


Usai menghadiri pertemuan, Yuna dan Yeriko kembali ke kamar hotel. Yuna langsung mandi dan berbaring di tempat tidur.

 

Yuna menatap tubuhnya sendiri berkali-kali. Ia sibuk memikirkan bagaimana memenuhi permintaan ibu mertuanya.

 

“Duh, gimana ya?” tanya Yuna sambil menggigit jari-jarinya.

 

Yuna mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja dan mencari beberapa referensi di internet agar bisa melayani suaminya dengan baik.

 

“Belum tidur?” tanya Yeriko saat ia baru keluar dari kamar mandi.

 

Yuna menggelengkan kepala tanpa mengalihkan perhatian dari layar ponselnya.

 

“Main apa? Tegang banget?” tanya Yeriko sambil duduk di samping Yuna.

 

Yuna langsung menyembunyikan ponsel ke dadanya saat Yeriko berusaha mengintip layar ponselnya. “Lagi baca berita,” jawab Yuna gugup.

 

“Berita apaan? Baca berita bisa bikin muka kamu semerah ini?”

 

“Eh!?” Yuna langsung menyentuh kedua pipi dengan telapak tangan dan menjatuhkan ponselnya begitu saja.

 

Yeriko melirik headline artikel yang terpampang di layar ponsel Yuna. Ia tersenyum kecil dan langsung mengambil ponsel Yuna. “Oh ... lagi baca berita ...”

 

Yuna langsung menyambar ponsel di tangan Yeriko. Wajahnya semakin merah. Ia langsung berbaring membelakangi Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia memeluk Yuna dari belakang dan membalikkan tubuh Yuna perlahan menghadap ke wajahnya.

 

“Kamu kenapa?” tanya Yeriko sambil menurunkan telapak tangan Yuna perlahan.

 

Yuna merasa jantungnya berdebar sangat kencang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. “Aku ...” Bibir Yuna langsung membeku saat Yeriko menatapnya begitu hangat.

 

Yeriko langsung mengecup lembut bibir Yuna, mengulumnya begitu dalam hingga membuat jantung Yuna semakin berdebar kencang. Tangannya yang kekar mulai menyingkap baju Yuna perlahan.

 

Yuna tak lagi bisa mengendalikan dirinya saat Yeriko menghisap lehernya. Tubuhnya semakin membeku dan ia tenggelam dalam kenikmatan yang Yeriko hadirkan dalam setiap sentuhan di tubuhnya.

 

“Hmm ...!” desahan kecil yang keluar dari bibir Yuna, membuat Yeriko semakin bergairah. Perasaan yang tertahan selama ini, akhirnya bisa terluapkan dan mereka tak lagi bisa mengendalikan diri. Sama-sama tenggelam dalam romansa cinta yang panas dan menggairahkan.

 

“I Love you ...” bisik Yeriko sambil mengecup bibir Yuna. Ia mengusap keringat yang mengucur deras di dahinya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Yuna akan memberikan kenikmatan malam ini juga. Ia telah menantikannya begitu lama. Bisa memiliki Yuna seutuhnya.

 

Yuna tersenyum sambil merangkul leher Yeriko yang masih asyik bermain di tubuhnya. Ia menghisap kuat bibir Yeriko agar tetap bisa menikmati rasa sakit yang begitu menggoda.

 

Waktu terus bergulir, tak ada satu pun yang bisa menghentikannya. Tapi, Yeriko harus segera menghentikan permainannya saat petang bersiap menyambut mentari yang hangat.

 

Yeriko menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Tubuhnya basah kuyup karena keringat yang mengucur dari tubuhnya. Malam ini, ia bekerja sangat keras. Ia menoleh ke arah Yuna yang berbaring di sisinya dan tersenyum manis.

 

“Mau ke mana?” tanya Yeriko saat Yuna bangkit dari tempat tidur.

 

“Mau mandi. Udah kan?”

 

Yeriko menggeleng, ia menarik kembali tubuh Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Ini sudah pagi, kita belum tidur. Kamu nggak ngantuk?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kalau gitu, kita tidur dulu!” pintanya sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang tak lagi mengenakan pakaian.

 

“Mandi dulu, baru tidur,” sahut Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Mandinya nanti aja!” pinta Yeriko sambil memejamkan matanya.

 

“Tapi ...”

 

Yeriko langsung membenamkan kepala Yuna ke dadanya.

 

Yuna tersenyum bahagia dan terlelap dalam pelukan Yeriko.

 

 

 

Beberapa jam kemudian ...

 

Yuna membuka matanya perlahan, ia memicingkan mata sambil mencari-cari ponselnya.

 

“Jam berapa ini?” tanya Yuna sambil meraih ponsel dan melihat jam yang ada di ponselnya.

 

“Nggak usah pedulikan ini jam berapa. Aku masih ngantuk banget.”

 

“Ini udah jam dua siang!” seru Yuna sambil menepuk dada Yeriko.

 

“Emang kenapa?” tanya Yeriko sambil membuka sebelah matanya.

 

“Aku laper,” jawab Yuna lirih.

 

Yuna langsung bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya. “Aku juga laper.”

 

“Ayo, bangun!” ajak Yuna.

 

Yeriko mengangguk dan langsung turun dari tempat tidur.

 

“Aw ...!” teriak Yuna sambil memegangi pinggulnya saat akan turun dari tempat tidur.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna.

 

“Sakit,” jawab Yuna lirih.

 

Yeriko langsung menghampiri Yuna. “Apanya yang sakit?”

 

“Badanku sakit semua. Kayaknya, tulang-tulangku pada rontokan,” jawab Yuna lemas.

 

Yeriko tertawa kecil. Ia langsung mengangkat tubuh Yuna dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Yeriko meletakkan tubuh Yuna perlahan ke dalam bathtub dan menyalakan kran air.

 

“Udah pesen makanan?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko yang duduk di hadapannya.

 

“Belum.”

 

“Laper,” rengek Yuna.

 

“Iya, aku pesenin makan. Mau makan apa?” tanya Yeriko sambil mengambil ponselnya.

 

“Apa aja,” jawab Yuna.

 

Yeriko langsung memesan beberapa makanan dan minuman. Ia kembali masuk ke kamar mandi dan ikut berendam di dalam bathtub bersama Yuna.

 

“Yun, makasih untuk malam ini,” bisik Yeriko.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Aku juga makasih karena kamu sudah melakukan banyak hal buat aku. Selalu sabar menghadapi aku yang masih kekanak-kanakkan ini.”

 

“Apa saat ini kamu bahagia?” tanya Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Sangat bahagia,” jawabnya sambil memainkan hidungnya ke hidung Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil dan langsung mengulum bibir Yuna.

 

Dering ponsel Yeriko, membuyarkan kemesraan mereka.

 

“Makanan?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Siapa?”

 

“Nomer baru,” jawab Yeriko sambil menatap nomor yang tertera di layar ponselnya.

 

“Itu makanan yang kamu pesan kali. Angkat!” pinta Yuna.

 

Yeriko langsung menekan menu answer dan menjawab telepon. “Halo ...!”

 

“Halo ... ini Pak Yeriko?”

 

“Iya.”

 

“Aku Wilian Wijaya. Tunangannya Bellina, sepupu Yuna.”

 

“Oh. Ada apa?”

 

“Malam ini ada waktu? Aku mau ngajak kalian makan malam”

 

“Di mana?”

 

Lian menyebutkan salah satu restoran mewah yang ada di sebelah utara kota Surabaya.

 

“Oke.” Yeriko langsung mematikan teleponnya.

 

“Siapa?” tanya Yuna.

 

“Mantan pacarmu!”

 

“Hah!? Kok, bisa dapet nomer telepon kamu?”

 

Yeriko mengedikkan pundaknya.

 

“Kirain makanan,” celetuk Yuna. “Kenapa dia telepon kamu?”

 

“Ngajak nge-date.”

 

“Hah!?”

 

Yeriko tersenyum ke arah Yuna. “Bercanda.”

 

“Hmm ... kirain, kamu suka sama laki-laki juga.”

 

“Nggak lah. Aku cuma suka kamu,” sahut Yeriko.

 

“Kali aja kamu abnormal,” celetuk Yuna.

 

“Apa!?”

 

“Abnormal!”

 

Yeriko langsung menjepit hidung Yuna. “Apa semalam masih kurang?” dengus Yeriko sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna.

 

“Kurang apa?” tanya Yuna sambil menahan senyumannya.

 

“Kurang membuktikan kalau aku laki-laki normal. Mau nambah lagi?” tanya Yeriko sambil menelungkupkan tubuhnya ke atas ke tubuh Yuna.

 

“Yang semalam masih sakit,” sahut Yuna.

 

“Sakit atau enak?”

 

Yuna tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Yeriko. “Sakit, sakit enak,” jawabnya sambil meringis.

 

Yeriko tersenyum dan langsung mencium Yuna. Tangannya mulai berjalan perlahan di atas tubuh Yuna yang terendam di dalam air.

 

“Siapa lagi sih! Ganggu aja!” celetuk Yeriko saat ponselnya kembali berdering. Ia langsung menjawab panggilan telepon tersebut. “Oke. Tunggu sebentar!” Ia keluar dari bathtub dan langsung memakai handuk.

 

“Siapa?” tanya Yuna.

 

“Makanan yang aku pesen tadi,” jawab Yeriko sambil keluar dari kamar mandi. Ia bergegas mengambil makanan yang ia pesan dan meletakkannya di atas meja.

 

“Mana makanannya?” tanya Yuna saat Yeriko kembali masuk ke kamar mandi.

 

“Hah!? Mau makan di sini?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku udah laper banget. Kamu pesen makanan apa?”

 

“Ada roti, mau?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko bergegas mengambilkan roti dan minuman untuk Yuna.

 

“Makasih!” ucap Yuna manja saat Yeriko memberikan makanan kepadanya.

 

“Masih mau berendam?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguk sambil menyuap roti ke mulutnya.

 

“Aku mandi duluan.”

 

Yuna mengangguk, ia menikmati suasana hatinya yang sedang bahagia.

 

“Lian ngajak makan malam bareng,” tutur Yeriko sambil menyalakan shower dan membasahi tubuhnya.

 

“Makan sama kamu doang?”

 

“Kita.”

 

“Nggak mau ah!”

 

“Kenapa?”

 

Yuna menatap kiss mark yang ada di dadanya. Ia langsung keluar dari bathtub dan menatap tubuhnya di cermin.

 

“Kamu bikin kiss mark banyak banget. Aku malu ketemu sama orang,” tutur Yuna sambil memerhatikan beberapa kiss mark yang ada di leher dan dadanya.

 

“Malu kenapa? Kita udah nikah, nggak ada yang aneh kan?”

 

“Iya, sih.” Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menghampiri Yeriko dan mandi bersama seperti biasanya.

 

((Bersambung ...))


 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas