Tuesday, February 4, 2025

Bab 48 : Pesona Kakak Ipar

 


“Harusnya, pegawai kecil kayak kamu cukup tahu diri. Masuk ke tempat ini, bener-bener nggak cocok.” Bellina menghampiri Yuna yang sedang berdiri seorang diri.

 

Yuna hanya tersenyum kecil sambil menggoyang-goyangkan gelas minumnya.

 

Di belakang mereka, ada Amara yang terlihat sangat angkuh dan elegan. Ia bisa mendengar semua pembicaraan Yuna dan Bellina, namun tidak begitu memperdulikan.

 

“Yeriko itu bukan pria sembarangan. Dia nggak mungkin mau menikah sama kamu kalau kamu bukan wanita penggoda. Apa yang diharepin sama cewek miskin kayak kamu kalau bukan kekayaan Yeriko?”

 

Yuna tersenyum sinis ke arah Bellina.”Harusnya kamu ngomong kayak gitu sama diri kamu sendiri!”

 

Bellina tersenyum ke arah Yuna. “Aku? Aku bukan cewek miskin kayak kamu. Aku sama Lian, kami sederajat. Sedangkan kamu? Cuma itik kampung yang pengen jadi angsa. Kamu pikir, kamu kelihatan cantik pakai gaun kayak gini?” Bellina menarik gaun Yuna.

 

Yeriko langsung datang menghampiri Yuna. Ia melindungi tubuh Yuna dari cengkeraman Bellina. “Jangan ganggu istriku!” sentak Yeriko sambil menatap kesal ke arah Bellina.

 

“Aku nggak ganggu dia. Jelas-jelas dia yang mengganggu banget. Sampah kecil kayak gini, nggak seharusnya ada di tempat ini,” sahut Bellina.

 

Amara yang ada di belakang Bellina melangkah maju dan ikut mencibir Yuna. “Oh ... ternyata istri kamu ini cuma orang miskin yang nggak punya bisnis sama sekali? Nggak malu ambil dia jadi istri?”

 

Yeriko menatap tajam ke arah Bellina dan Amara. Ia tidak mengucapkan apa pun. Namun, dari raut wajah dan tatapan yang dingin. Membuat Bellina dan Amara ketakutan.

 

“Kalian nggak punya hak sama sekali menentukan siapa yang pantas jadi istriku!” tegas Yeriko. Ia meraih lengan Yuna dan membawa istrinya meninggalkan dua wanita yang telah menyerang istrinya itu.

 

Bellina sangat kesal dengan kehadiran Yuna dalam acara tersebut. Di dalam hatinya, masih ada dendam yang membara. Melihat Yuna lebih unggul darinya, ia merasa sangat khawatir kalau Lian akan kembali ke sisi Yuna.

 

Bellina melangkahkan kakinya mendekati meja dan minum beberapa gelas wine. Ia merasa hatinya sangat kesal dan membuatnya menenggak beberapa gelas wine yang ada di depannya.

 

Lian yang melihat Bellina minum banyak, langsung menghampiri Bellina. “Kenapa minum banyak banget?”

 

Bellina menjatuhkan kepalanya ke dada Lian dan menangis tersedu.

 

“Kenapa?” tanya Lian.

 

“Sayang, kamu tahu kan kalau Yuna nggak pernah suka sama hubungan kita. Dia habis maki-maki aku habis-habisan. Padahal, aku Cuma mau ngucapin selamat ke dia.”

 

“Sudahlah. Suatu hari, dia pasti bisa menerima aku jadi kakak iparnya dengan baik,” sahut Lian sambil menatap tubuh Yuna yang sedang bersama Yeriko dengan rekan-rekan bisnisnya.

 

Lian terus menatap Yuna yang terlihat sangat cantik dengan gaun dan make up yang ia kenakan. Matanya hampir tak berkedip dan terus mengikuti setiap gerak-gerik Yuna secara diam-diam.

 

Bellina menyadari sikap Lian yang masih memerhatikan Yuna diam-diam. Ia merasa, Yuna mulai menjadi ancaman bagi hubungannya dengan Lian. Ia sangat khawatir, bukan hanya khawatir, ia juga sangat takut kehilangan Lian.

 

Sementara, di seberang sana terlihat Yuna dan Yeriko sedang berbincang asyik Lutfi.

 

“Kakak Ipar, kamu cantik banget hari ini,” puji Lutfi.

 

Yeriko tersenyum dan langsung menarik tubuh Yuna ke dalam dekapannya. “Gimana? Serasi kan?”

 

Lutfi manggut-manggut menanggapi pertanyaan Yeriko. “Nggak nyangka kalau bakal dapet kakak ipar secantik ini,” lanjut Lutfi.

 

Yeriko tertawa kecil melihat Lutfi.

 

“Eh, itu tunangannya Chandra?” tanya Yuna sambil menatap Chandra yang sedang bersama dengan Amara.

 

Yeriko dan Lutfi menganggukkan kepala. “Kenapa?”

 

“Cantik banget!” puji Yuna tanpa berkedip menatap Amara. “Tapi ...” Yuna menundukkan kepala, mengingat kejadian yang terjadi beberapa menit lalu saat ia dan Bellina sedang berdebat.

 

“Nggak usah dipikirkan! Sifatnya dia memang seperti itu,” tutur Yeriko.

 

“Hah!? Kenapa? Dia nindas Kakak Ipar?” tanya Lutfi.

 

Yuna menggelengkan kepala sambil tersenyum.

 

“Hmm ... dia memang cantik dan kaya. Tapi ... sifatnya nggak begitu baik. Aku masih nggak ngerti kenapa Chandra bisa tergila-gila sama perempuan kayak gitu,” celetuk Lutfi.

 

Yeriko langsung menepuk lengan Lutfi sambil mengerdipkan matanya.

 

Lutfi meringis. “Kakak Ipar, kamu tahu nggak kenapa banyak pria kaya suka sama cewek cantik daripada cewek pintar?”

 

Yuna mengerutkan kening dan menggelengkan kepala.

 

“Karena ... cewek cantik bisa diajak bersenang-senang. Hahaha. Tapi, lebih beruntung lagi kalau bisa dapetin cewek cantik dan pintar.”

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi. Ia tidak mengerti kenapa Lutfi tiba-tiba mengatakan hal seperti itu.

 

“Kakak Ipar, kamu lebih suka cowok yang serius atau lucu?”

 

“Hmm ... yang lucu.”

 

“Kenapa?”

 

“Asyik aja. Pasti nggak pernah kesepian.”

 

“Gimana dengan dia?” tanya Lutfi sambil menunjuk Yeriko dengan dagunya.

 

Yuna langsung menatap Yeriko. “Dia pria yang serius. Sangat membosankan!” bisik Yuna sambil menahan tawa.

 

“Hmm ...” Yeriko hanya berdeham mendengar candaan Yuna dan Lutfi.

 

Lutfi tertawa kecil melihat wajah Yeriko yang masih begitu serius. “Kakak Ipar, kamu tahu kalau Yeriko nggak pernah pacaran. Sampai-sampai, dia harus dicarikan jodoh sama kakeknya. Siapa sangka, dia malah milih kamu. Kamu pasti orang yang spesial. Kamu mau dengar nggak cerita lucu waktu Yeriko dijodohin sama cewek-cewek cantik pilihan kakeknya?”

 

“Oh ya?” Wajah Yuna terlihat sangat berbinar dan antusias mendengar cerita dari Lutfi. “Ceritain dong!” pintanya sambil melirik Yeriko.

 

“Ada cewek yang tiba-tiba ditaruh di pesawat waktu perjalanan ke London. Cewek itu agresif banget. Yeriko mau lari tapi nggak bisa ke mana-mana. Jalan satu-satunya cuma lompat dari dalam pesawat. Dia bener-bener bikin kegaduhan di dalam pesawat. Hahaha.”

 

Yuna tergelak mendengar cerita Lutfi. “Loh? Bukannya dia bos. Harusnya di kelas bisnis kan? Kenapa bisa ada cewek bisa deketin?”

 

“Kan udah diatur sama Kakek,” sahut Lutfi tak bisa menahan tawanya.

 

Yuna tertawa kecil. “Nggak nyangka ya kalau kamu juga bisa bertingkah konyol dan memalukan. Aku pikir ...” Yuna menatap wajah Yeriko yang mengunci rapat-rapat bibirnya sembari mengangkat dagu.

 

Lutfi menggaruk kepalanya yang tidak gatal menghadapi tatapan tajam Yeriko yang hampir menyayat lehernya. “Mmh ... Kakak Ipar, aku ke sana dulu ya!” pamitnya sambil membalikkan tubuhnya perlahan.

 

“Mau ke mana?” tanya Yeriko menahan langkah Lutfi.

 

Lutfi menelan ludah mendengar pertanyaan Yeriko.

 

“Sudahlah! Jangan marah!” pinta Yuna sambil menatap Yeriko. “Aku nggak akan bergosip ke mana-mana, kok.”

 

Lutfi tersenyum sambil berbalik menatap Yuna dan Yeriko. “Aha, bener banget! Nggak ada orang lain yang tahu cerita ini kecuali aku, Chandra dan Kakak Ipar.”

 

Yuna tertawa kecil. “Gimana dengan orang lain yang ada di pesawat itu?”

 

Lutfi tertawa kembali. “Iya juga ya?”

 

“Lut, itu ada Mr. David!” Yeriko menunjuk seorang pria berwajah eropa. Ia langsung menarik Lutfi menghampiri orang tersebut.

 

Yuna tersenyum, ia memilih untuk mencicipi beberapa makanan yang terhidang di atas meja. Memberikan kesempatan pada Yeriko untuk berbincang dengan banyak pebisnis lainnya.

 


((Bersambung ...))

 

Bab 47 : Our Glamour Time

 


Yeriko menghentikan mobilnya di halaman rumah. Ia mengambil payung yang ada di belakang kursinya karena hujan deras.

 

“Buat apa pakai payung?” tanya Yuna saat melihat Yeriko memegang sebuah payung.

 

“Hujannya deres banget. Walau udah di depan rumah, pasti basah.”

 

“Takut basah? Ini kan cuma hujan air. Kamu belum pernah main hujan?”

 

Yeriko mengernyitkan dahinya. “Aku bukan anak kecil.”

 

“Katanya ... ciuman di bawah air hujan itu jauh lebih romantis,” tutur Yuna sambil keluar dari mobil.

 

Yuna menarik lengan Yeriko dan mengajaknya berlari di tengah hujan. Awalnya, Yeriko sangat khawatir dengan kesehatan Yuna. Namun, ia ikut menikmati bermain di tengah hujan deras yang mengguyur.

 

“Yun, sudah main hujannya! Ntar sakit!” teriak Yeriko.

 

“Ayo ... tangkap aku!” seru Yuna sambil berlari.

 

Yeriko langsung mengejar Yuna. Yuna terus berlari menghindar. Yeriko tidak menyerah begitu saja, ia terus mengejar Yuna hingga ia bisa meraih lengan Yuna dan menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.

 

Yeriko langsung mengecup bibir Yuna, membuat Yuna tertegun sesaat.

 

“Sudah kan? Sekarang kita masuk!” pinta Yeriko.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia berjinjit dan langsung membalas ciuman Yeriko.

 

Yeriko memeluk tubuh Yuna perlahan sembari menikmati ciuman hangat di tengah hujan. Ia merasa bibir Yuna jauh lebih manis dan membuatnya tak ingin berhenti mengulum dan menikmatinya.

 

“Ayo, kita masuk!” ajak Yeriko sambil mengangkat tubuh Yuna dan menggendongnya masuk ke dalam rumah. Mereka pergi mandi dan tidur bersama, saling manghangatkan dalam selimut.

 

Keesokan harinya ...

 

“Bagus nggak?” tanya Yuna sambil menatap tubuhnya di depan cermin.

 

Hari ini, Yuna akan menemani Yeriko pergi ke acara pertemuan bisnis tahunan. Yeriko sudah menyiapkan pakaian yang sangat mahal untuk Yuna. Juga perhiasan berharga ratusan juta.

 

“Cantik,” jawab Yeriko sambil berdiri di samping Yuna. Ia sudah terlihat rapi dengan setelan jas berwarna navy.

 

Yuna menoleh ke arah Yeriko. “Kamu juga ganteng banget!” puji Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna.

 

“Aku tahu, ini sepatu edisi terbatas dengan harga selangit. Gimana kamu bisa dapetin ini?” tanya Yuna sambil mengeluarkan high heels dari dalam kotak dan memakainya. “Apa ini nggak pemborosan?”

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia berjongkok dan membantu Yuna memakai sepatunya. “Kamu sekarang sudah jadi Nyonya Yeriko. Semua orang akan memperhatikan kamu. Sudah sepantasnya aku ngasih semua ini. Kita akan ketemu banyak pebisnis besar se-Asia dan Nyonya Ye harus terlihat sebagai wanita yang terhormat.”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia merasa sangat senang karena bisa mengenakan pakaian dan perhiasan mahal. Jika tidak menikah dengan Yeriko, mungkin ia tidak akan pernah memakai baju mahal seumur hidupnya.

 

Usai bersiap, mereka bergegas menuju hotel tempat diadakannya acara pertemuan.

 

Saat di lobi, mereka berpapasan dengan Lian dan Bellina.

 

“Hai ...!” sapa Bellina sambil tersenyum ramah pada Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis menanggapinya. “Senyummu jauh lebih jelek daripada marah-marah,” celetuk Yuna dalam hati.

 

“Nggak nyangka kalau bisa ketemu di tempat ini. Ini bukan pertemuan biasa. Pastinya, kamu bisa di sini karena nikmati harta kekayaan orang lain kan? Pegawai kecil kayak kamu, nggak mungkin bisa pakai pakaian mahal kalau bukan morotin harta orang lain,” bisik Bellina di telinga Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menahan diri agar tidak membuat keributan dan tetap menjaga nama baik suaminya. Ia memilih untuk tersenyum dan tidak terpancing dengan ucapan Bellina.

 

Bellina tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kenapa? Kamu nggak bisa ngelak lagi kalau kamu memang sengaja memanfaatkan kekayaan orang lain.”

 

Yeriko tidak tahan mendengar ucapan Bellina. Ia tidak bisa melihat istrinya diperlakukan begitu rendah oleh saudaranya sendiri. Ia merangkul pinggang Yuna dan menatap tajam ke arah Bellina.

 

“Kamu pikir, kamu lebih baik dari Yuna?” Yeriko menatap Bellina. Wajah dinginnya berhasil membuat bibir Bellina membeku.

 

Lian memerhatikan tangan Yeriko yang melingkar di pinggang Yuna. Ia merasa sangat kesal melihat Yuna dan Yeriko. “Pak Yeriko, senang bertemu dengan Anda.” Lian tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Yeriko.

 

Yeriko menyembunyikan tangannya ke dalam kantong jas dan membuang wajahnya. Ia sama sekali tidak berminat menyentuh tangan Lian.

 

Lian menghela napas, ia menarik lengannya perlahan karena Yeriko tak kunjung menyambutnya.

 

Bellina semakin kesal dengan sikap Yeriko yang dingin dan angkuh. Ingin sekali ia memaku Yeriko, namun Lian menahannya agar tidak bertingkah.

 

“Hei, Yer!” sapa Lutfi sambil menepuk bahu Lutfi.

 

“Baru datang?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Lutfi.

 

Lutfi mengangguk. Ia menoleh ke arah Wilian yang berdiri di hadapannya. “Li, ini calon istrimu?” tanya Lutfi sambil menahan tawa melihat Bellina yang berdiri di samping Lian.

 

“Kenapa? Ada masalah?”

 

Lutfi tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Lian. “Aku pikir, kamu pria yang punya selesa tinggi. Ternyata, cuma segini doang?”

 

“Kamu ...!?” Bellina maju selangkah dan hampir menyerang Lutfi. Namun, dengan cepat Lian menahannya.

 

Lutfi tersenyum kecil menatap Bellina. “Heh!? Kamu nempel terus sama Lian, udah kayak lintah aja.”

 

Bellina membelalakkan matanya dan menatap kesal ke arah Lutfi.

 

“Kenapa? Kamu nempel terus sama Lian cuma mau menghisap kekayaan dia aja kan?”

 

Bellina terdiam. Ia tidak berani mengatakan sesuatu yang sudah bergumul dalam hatinya. Ia memilih untuk diam saat mengingat identitas Lutfi.

 

Yuna tersenyum kecil saat Bellina tidak bisa melawan Lutfi. Ia langsung menatap Bellina yang berdiri di depannya. “Kasihan banget sih, kamu. Bahkan orang luar aja bisa tahu siapa kamu sebenarnya,” celetuk Yuna.

 

Bellina terdiam, ia hanya bisa menahan emosi dalam dirinya karena Lutfi, Yeriko, dan Yuna bersama-sama menyerang dirinya.

 

Lian tidak bisa berkata-kata. Hampir semua orang mengatakan kalau Bellina hanya menipunya. Sengaja mendekati dirinya hanya karena harta. Hatinya kini mulai goyah, ia merasa sangat menyesal karena telah memilih Bellina.

 

Lian tak bisa mengalihkan pandangannya dari Yuna yang terlihat sangat cantik, elegan dan seksi.

 

“Masuk, yuk!” ajak Yeriko saat ia menyadari kalau Lian menatap Yuna dengan tatapan yang tak biasa. Ia langsung mengajak Yuna dan Lutfi untuk masuk ke aula pertemuan.

 

Bellina menyenggol lengan Lian yang masih menatap kepergian tiga orang yang berdiri di hadapannya. “Bisa nggak, nggak lihatin Yuna kayak gitu?” protesnya.

 

“Biasa aja,” sahut Lian. Ia teringat saat dirinya bersama dengan Yuna selama tujuh tahun, tapi ia belum pernah mencium Yuna. Kini, Yuna telah menjadi istri orang lain dan tidak akan pernah kembali lagi ke sisinya.

 

“Ayo, masuk!” ajak Bellina sambil merangkul lengan Lian. Mereka melangkah masuk ke aula, mengikuti Yuna dan Yeriko. Ia semakin kesal dan iri saat Yuna berhasil merebut perhatian semua orang yang ada di aula tersebut.

 

Di belakang Bellina dan Lian, ada sosok Chandra dan Amara yang juga tampil memukau. Hampir semua tamu sudah mengenal keduanya dan tidak terlalu suka dengan kehadiran Amara.

 

Yeriko dan Yuna berhasil menjadi pusat perhatian semua orang, ke mana pun mereka pergi, semua mata terfokus pada pasangan yang terlihat sangat serasi dan membuat semua orang iri.

 

“Malam, Pak Yeri!” sapa salah satu rekan bisnis Yeriko.

 

“Malam!” balas Yeriko tersenyum.

 

“Wah, sepertinya tahun ini ada yang baru!” sapa rekan lainnya sambil melirik Yuna yang ada di samping Yeriko.

 

Yeriko tersenyum. Ia mengerti maksud semua orang yang ada di depannya. “Perkenalkan, ini istri saya!” Yeriko langsung memperkenalkan Yuna pada semua orang yang ada di hadapannya.

 

“Istri? Wah, selamat!” Ucapan selamat untuk pernikahan Yuna dan Yeriko terus berdatangan. Hampir semua orang menyukai Yuna yang cantik, imut dan sangat elegan.

 

Setelah selesai berkenalan dengan beberapa rekan bisnis Yeriko, Yuna merasa sangat lega. Akhirnya, ia memiliki waktu untuk beristirahat. Yuna mengambil segelas anggur merah di atas meja dan memilih tempat untuk menyendiri. Sementara Yeriko masih sibuk membicarakan tentang bisnis dengan beberapa orang yang ada di tempat itu.

 

 ((Bersambung...))

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sunday, February 2, 2025

Bab 46 : Minta Cucu

 



Rullyta telah menyiapkan makan malam mewah untuk menyambut kedatangan menantunya. Di meja makan yang besar, ada beberapa makanan kesukaan Yuna dan berhasil membuat mata Yuna bersinar saat melihatnya.

 

“Ayo, makan!” ajak Rullyta saat semua sudah berkumpul di meja makan.

 

Yuna mengangguk. Ia terlihat sangat bersemangat melihat makanan yang terhidang di atas meja. Dengan perasaan senang, ia mengambilkan makanan untuk Yeriko.

 

“Makasih,” ucap Yeriko sambil tersenyum manis ke arah istrinya.

 

“Yer, gimana perusahaan?’ tanya Nurali di sela-sela makan malamnya.

 

“Baik,” jawab Yeriko santai.

 

Nurali menghela napas menatap Yeriko. “Tapi ... asisten kamu ini belum ada perkembangan juga sampai sekarang.”

 

Riyan langsung melongo mendengar ucapan Nurali. “Bos Besar, aku memang nggak bakat main catur,” sahutnya.

 

Nurali menggeleng-gelengkan kepala. “Kamu sudah lama jadi asisten Yeriko. Apa masih belum bisa mengatur strategi dengan baik? Payah!”

 

“Kek, main catur nggak ada hubungannya dengan perusahaan.”

 

“Ini nih pemikiran anak muda zaman sekarang. Kalau kamu belum bisa mengalahkan Kakek bermain catur, kamu nggak akan bisa menjadi asisten yang hebat. Apa bos kamu ini nggak pernah ngajarin strategi bisnis dengan baik?”

 

“Eh!?” Riyan melongo. “Tuan Muda sudah mengajari saya dengan baik.”

 

Riyan hanya meringis menatap Yuna, ia pura-pura fokus melanjutkan makannya.

 

“Pa, Yeriko sudah terlalu bekerja keras mengurus perusahaan. Apa dia bener-bener nggak ada waktu untuk berlibur?” tanya Rullyta sembari menatap ayahnya.

 

“Tanya sendiri sama Yeri! Bukannya dia yang ngatur?”

 

“Pa ... mereka baru aja nikah. Apa Papa nggak mau kasih hadiah untuk mereka?” tanya Rullyta.

 

“Hmm ... iya juga ya? Sepertinya, Kakek memang belum ngasih kado pernikahan untuk kalian. Kalian mau hadiah apa?” tanya Nurali sambil menatap Yuna dan Yeriko.

 

Yuna dan Yeriko tidak menjawab. Yuna merasa tidak memerlukan hadiah apa pun. Begitu juga dengan Yeriko, ia merasa bisa memberikan apa pun untuk Yuna dan tidak memerlukan hadiah dari kakeknya.

 

“Gimana dengan liburan bulan madu? Kamu pengen bulan madu ke mana?” tanya Rullyta pada Yuna.

 

“Eh ...!?” Yuna tidak bisa menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya. Ia menoleh ke arah Yeriko yang duduk di sampingnya.

 

Yeriko mengangkat kedua alis sambil mengedikkan bahunya.

 

Rullyta tersenyum kecil melihat Yuna, ia merasa menantunya itu sangat lucu. “Yun, biasanya perempuan selalu memimpikan pernikahan yang indah dan megah. Bulan madu ke tempat-tempat yang romantis. Kamu malah bingung kayak gini?”

 

Yuna meringis menanggapi pertanyaan dari Rulyta. “Ma, Yeri masih banyak kerjaan di kantornya. Aku juga gitu. Kami ... belum memikirkan untuk berbulan madu,” jawab Yuna dengan nada yang semakin rendah.

 

“Yer, kamu ini keterlaluan ya! Saking sibuknya sampai nggak sempat ngajak istri kamu liburan untuk berbulan madu. Bahkan, membeli cincin pernikahan aja kamu nggak sempat?” tanya Rullyta sambil menatap Yeriko.

 

“Ck, jangan bikin semuanya jadi runyam, Ma!” pinta Yeriko. “Yuna nggak pernah mengungkit soal cincin pernikahan maupun bulan madu.”

 

“Nggak pernah mengungkit bukan berarti nggak menginginkannya kan? Kamu yang seharusnya lebih ngerti. Kalau kayak gini, gimana kalian bisa ngasih Mama cucu?”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Ma, perkara cucu itu mudah. Nggak harus liburan buat bikin anak. Di rumah aja bisa,” jawab Yeriko.

 

Yuna langsung menyikut lengan Yeriko karena suaminya itu terlalu vulgar. Membuat Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna yang duduk di sampingnya.

 

Yuna merasa, pembicaraan di meja makan terlalu serius dan bisa saja merusak suasana hati dan nafsu makan mereka. “Mmh ... ini enak banget!” seru Yuna sambil mengambil potongan bebek goreng.

 

Rullyta tersenyum menatap Yuna. “Kamu suka?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ambil lagi!” Rullyta langsung memberikan potongan bebek goreng ke piring Yuna.

 

“Makasih, Ma!” ucap Yuna dengan mulut penuh makanan.

 

“Belum kenyang?” bisik Yeriko yang mengetahui kalau Yuna sudah makan cukup banyak.

 

Yuna menggelengkan kepala. Ia memaksakan diri untuk menghabiskan makanan walau perutnya sudah sangat kenyang.

 

Yeriko menghela napas. Ia mengambil sebagian makanan Yuna dan memakannya.

 

“Eh!?” Yuna melongo, ia mengedarkan pandangannya saat melihat Yeriko yang ikut memakan makanan di piringnya.

 

Yeriko tersenyum kecil. Begitu juga dengan semua orang yang ada di ruangan. Mereka tidak hanya tersenyum senang, tapi mulai menggoda Yuna dan Yeriko sebagai pengantin baru yang sangat mesra.

 

Usai makan malam bersama, mereka berbincang di ruang tamu.

 

“Yuna, apa kamu mau menganggap Mama ini seperti mama kamu sendiri?” tanya Rullyta.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Bunda sudah meninggal sebelas tahun yang lalu. Aku seneng banget karena akhirnya bisa punya Mama.”

 

“Mmh ... kalau gitu, apa Mama boleh minta sesuatu sama kamu?”

 

Yuna mengangguk. “Selama Yuna bisa, pasti Yuna kasih buat Mama.”

 

“Kamu pasti bisa. Mama nggak minta macem-macem, kok. Cuma minta satu aja!”

 

“Oh ya? Apa itu?” tanya Yuna.

 

“Mama pengen punya cucu secepatnya!”

 

“Hah!?” Yuna melongo mendengar keinginan Rullyta. Sejak masuk ke rumah keluarga Yeriko, ia sudah beberapa kali mendengar kakek dan mama mertuanya menginginkan seorang cucu. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan dari Rullyta.

 

“Kenapa?” tanya Rullyta saat melihat sikap Yuna  yang gugup. “Kalian ... bukan sandiwara menikah di depan kamu, kan?”

 

Yuna langsung menggelengkan kepala.

 

“Ck, Mama kebanyakan nonton drama. Kami menikah resmi, gimana bisa sandiwara!?” sahut Yeriko kesal.

 

“Kalau gitu, kalian harus secepatnya ngasih Mama cucu!” pinta Rullyta. “Kalian kan tahu, rumah sebesar ini sepi banget. Mama udah nggak sabar pengen nimang cucu di rumah. Kalian boleh kerja siang malam. Asalkan, anak kalian sama Mama,” lanjutnya dengan wajah sumringah.

 

“Mmh ... Ma, ini udah malam. Kami pulang dulu ya!” pamit Yeriko sambil melirik arloji di tangannya.

 

“Cepet banget!?”

 

“Kalau kami nggak pulang secepatnya, gimana bisa bikinin cucu buat Mama?” sahut Yeriko sambil mengedipkan matanya.

 

“Oh .. oke, oke.” Rullyta tersenyum senang menatap Yeriko dan Yuna. “Kalian harus sering-sering mengunjungi kami!” pintanya.

 

Yuna dan Yeriko mengangguk. Mereka langsung berpamitan untuk pulang.

 

“Eh, Riyan mana?” tanya Yuna saat tidak lagi melihat sosok Riyan.

 

“Udah pulang,” jawab Yeriko.

 

“Kapan pulangnya?”

 

“Abis makan, dia langsung pulang.”

 

“Oh ... naik apa? Bukannya dia tadi ngantar kita ke sini?” tanya Yuna sambil keluar dari rumah.

 

“Naik taksi.”

 

“Oh.” Yuna mengikuti langkah Yeriko menuju ke mobil. “Aku boleh nanya sesuatu?”

 

“Apa?”

 

“Mmh ... Papa kamu ... aku nggak lihat dia di album foto kamu. Apa dia ...?”

 

Yeriko menatap tajam ke arah Yuna. Ia merasa sangat kesal setiap kali ada yang menanyakan keberadaan papanya. Pertanyaan Yuna benar-benar telah mengusik hatinya dan membuat suasana hatinya sangat buruk.

 

Yuna menatap mata Yeriko. Ia bisa merasakan emosi yang tersirat dari mata beruang kesayangannya itu. “Sorry ...! Aku nggak akan tanya lagi,” ucapnya sambil memeluk tubuh Yeriko.

 

Yeriko membalas pelukan Yuna. Cahaya rembulan menerpa tubuh mereka.


Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. Ia melihat wajah suaminya jauh lebih tampan sepuluh kali saat tertimpa cahaya bulan. Ia merasa sangat bahagia setiap kali berada dalam pelukan Yeriko.

 

Tuhan ... aku tidak mengerti perasaanku saat ini. Aku merasa sangat nyaman dan bahagia setiap kali berada di sisinya. Biarkan kami seperti ini selamanya,” batin Yuna dalam hati.

 

 

 

 


Saturday, February 1, 2025

Giat Bersama Diskominfo Kukar di Acara Festival Merah Putih Sanga-Sanga Ke-78

Hari ini, 30 Januari 2025, aku bersama KIM Mutiara Borneo mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Festival Kota Juang Sanga-Sanga 2025 bersama Diskominfo Kukar. 
KIM Mutiara Borneo merupakan komunitas yang aku bentuk bersama masyarakat Desa Beringin Agung sebagai wadah untuk belajar dan berbagi banyak hal tentang literasi digital. KIM mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah melalui Diskominfo Kukar. Diskominfo Kukar kerap memberikan pembekalan pada anggota KIM, juga melibatkan teman-teman KIM yang aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan Kominfo Kukar. 
Sebagai mitra kerja, tentunya KIM Mutiara Borneo berperan aktif dalam meliput kegiatan-kegiatan di masyarakat, terutama kegiatan UMKM karena KIM Mutiara Borneo bergerak di bidang UMKM. 
Kali ini, aku bawa salah satu anggota Kim baru yang masih magang untuk ikut liputan. Ini pertama kalinya bagi Helda mengikuti kegiatan KIM. Tapi sudah bekerja dengan sangat baik dalam membantu liputan kegiatan-kegiatan KIM Mutiara Borneo. 
Ini pertama kalinya kami dilibatkan dalam kegiatan pameran Diskominfo Kukar. Semoga, kami bisa terlibat lebih banyak lagi dalam kegiatan Diskominfo Kukar dan kegiatan kemasyarakatan. 
Karena kami semua adalah relawan informasi yang tidak pernah mendapatkan bayaran. Semua berangkar dari kepedulian untuk memajukan daerahnya masing-masing. 





Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas