Wednesday, January 22, 2025

Bab 2 - Broken Heart

 


Yuna merayap di dinding lorong menuju toilet. Matanya setengah terpejam dan langkah kakinya tak teratur.

 

Yuna memicingkan mata saat melihat cowok bertubuh tinggi berdiri di hadapannya. Setelah menatapnya dua kali, Yuna tersenyum menggoda, ia melangkahkan kaki dan menjatuhkan tubuhnya ke dada cowok itu.

 

“Hei, ganteng ...!” sapa Yuna. “Aku cantik nggak?”

 

Cowok bertubuh tinggi itu langsung mengangkat kedua tangan sambil mengerutkan kening. Tubuhnya serasa digelayuti ulat bulu yang menjijikkan. Ia mendorong pundak Yuna menggunakan jari telunjuknya.

 

Yuna terhuyung dan hampir jatuh ke lantai jika cowok itu terlambat menangkap tubuhnya. Cowok itu menyandarkan Yuna ke dinding dan melepas tubuh Yuna perlahan.

 

Cowok menggelengkan kepala saat mencium aroma alkohol yang tajam dari tubuh Yuna.

 

Yuna terus tersenyum dengan mata setengah terpejam.

 

“Cewek gila!” umpat cowok itu sambil berlalu pergi meninggalkan Yuna sendirian.

 

Yuna tak menghiraukan ucapan cowok tersebut. Yuna melangkahkan kakinya perlahan memasuki toilet. Ia tak menyadari kalau ia masuk ke dalam pintu toilet dengan ikon “Male”.

 

Yuna merayap menuju westafel. Kepalanya terasa berdenyut. Ia memegangi perutnya sendiri. Ia merasa ada badai besar yang terus berputar di dalam perut hingga ia mengeluarkan semua isi perutnya ke dalam westafel.

 

“Uweeeek ...!” Yuna tak bisa mengendalikan dirinya. Ia tak peduli dengan beberapa pria yang lalu lalang di belakangnya sembari menatap aneh ke arah Yuna.

 

Yuna membuka kran air westafel begitu badai di dalam perutnya berhenti. Perlahan, ia mencuci mulut dan memercikan air ke wajahnya sendiri.

 

Yuna bergidik sambil menggelengkan kepala. Ia menatap bayangannya sendiri di depan cermin. Ia tak bisa melihat dengan jelas bayangannya sendiri karena menjadi beberapa bayangan yang semakin membuat kepalanya pening.

 

Yuna menjatuhkan tubuhnya ke lantai sambil menyandarkan kepalanya ke dinding.

 

“Yuna!” seru Jheni sambil menghampiri Yuna. “Kamu kucariin ke mana-mana, nggak ada. Sekalinya di sini.”

 

Jheni langsung menarik lengan Yuna dan membantunya berdiri. “Kita pulang sekarang!”

 

“Aku nggak mau pulang,” sahut Yuna sambil memejamkan mata.

 

“Mau tidur di sini? Bahaya, Yun. Apalagi kamu masuk ke toilet cowok. Untungnya sepi dan nggak ada yang sembrono sama kamu. Kalo kamu dibawa pergi sama laki-laki gimana?” cerocos Jheni.

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Jheni. “Aku nggak pernah berharga di mata siapa pun.”

 

“Ck, nggak usah ngomong aneh-aneh! Aku antar kamu pulang sekarang juga.” Jheni memapah Yuna keluar dari toilet pria. Beberapa cowok memandang mereka saat keluar dari toilet.

 

Jheni tak peduli dengan tatapan mata yang beragam. Orang yang tidak mengenal mereka, pasti akan menganggap Yuna adalah perempuan nakal yang suka menggoda laki-laki di dalam bar.

 

Jheni memapah Yuna menuju mobilnya. “Badannya kecil tapi berat banget!” celetuknya saat memasukkan Yuna ke dalam mobil.

 

Jheni menarik napas dalam-dalam dan membuangnya dengan cepat. Ia menutup pintu mobil belakangnya dan melangkah menuju bagian kemudi. Tanpa pikir panjang, ia langsung melajukan mobilnya dan membiarkan Yuna berbaring di kursi belakang.

 

“Yun, malam ini kamu tidur di rumahku aja ya!” pinta Jheni.

 

Yuna tak menyahut. Ia tak bisa lagi diajak bicara karena sudah tertidur pulas.

 

Jheni menoleh ke arah Yuna sambil menggelengkan kepala perlahan. “Kamu baru aja balik dari Melbourne dan sudah sekacau ini.”

 

Jheni bergegas membawa Yuna untuk menginap di rumahnya.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

“Hmm ...” Yuna bergumam sambil memejamkan mata. Ia bisa merasakan kalau warna gelap yang tergambar di dalam matanya berubah menjadi cahaya putih dan terasa hangat.

 

Yuna membuka matanya perlahan. Ia memicingkan mata menatap jendela kamar yang terbuka lebar. Dari balik jendela, cahaya matahari masuk kamar dengan leluasa dan menimpa dirinya.

 

Yuna tak peduli dengan matahari yang sudah meninggi dan terasa begitu hangat menyentuh kulitnya. Ia memilih menarik selimut dan membenamkan tubuhnya kembali, memenuhi keinginan si malas untuk kembali menutup kelopak matanya rapat-rapat.

 

(You still have all of my ... You still have all of my ... You still have all of my heart ...)

 

Baru beberapa detik Yuna membenamkan tubuhnya ke dalam selimut, terdengar lagu All My Heart milik Sleeping With Sirens keluar dari ponselnya.

 

“Siapa sih nelpon pagi-pagi gini!?” umpat Yuna sambil menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

 

Yuna meraih ponsel yang ada di atas meja, ia menatap nama yang tertera di layar ponsel sebelum ia menjawab panggilan.

 

Yuna langsung menggeser ikon anser dan meletakkan ponsel di telinganya. “Halo ... Oom! Ada apa?” tanya Yuna dengan nada tak bersemangat.

 

“Baru bangun tidur?” tanya seseorang di seberang sana.

 

“He-em.”

 

“Kata Belli, kamu sudah balik dari Melbourne. Kenapa nggak kabarin Oom?”

 

“Baru nyampe kemarin sore. Masih capek. Mau istirahat dulu.”

 

“Oh, nanti malam bisa makan malam bareng Oom dan Tantemu?”

 

“Jam berapa?”

 

“Jam tujuh.”

 

“He-em.”

 

“Oke. Oom tunggu di Bujana Coffee Shop nanti malam!”

 

“Iya.”

 

Yuna langsung melempar ponselnya begitu saja ke atas kasur. Ia membuka matanya lebih lebar dan baru menyadari kalau ia sedang tidak di dalam kamarnya sendiri.

 

“Aku di mana?” tanya Yuna sambil menatap tubuhnya yang sudah mengenakan piyama berwarna ungu muda.

 

Yuna mengedarkan pandangannya. “Huft ... kirain aku di mana,” celetuk Yuna saat mendapati bingkai foto yang menunjukkan wajah Jheni sedang tersenyum manis.

 

Yuna mengetuk-ngetuk keningnya, matanya masih terasa berat dan kepalanya sedikit berdenyut. Ia merebahkan kembali tubuhnya ke atas kasur, melanjutkan mimpi-mimpinya yang tertunda.

 

 

 

Sesuai janjinya, jam tujuh malam Yuna memasuki kawasan Aston Bojonegoro City Hotel. Ia melangkah perlahan menuju Bujana Coffee Shop untuk menemui Oom dan Tantenya.

 

“Halo ... Fristi Ayuna! Kamu makin cantik aja. Nggak kangen sama tantemu?” sapa Melan begitu melihat keponakannya datang menghampirinya. Ia langsung memeluk Yuna dengan mesra.

 

Yuna hanya tersenyum kecil. “Dasar nenek sihir! Pinter banget kalo akting,” celetuk Yuna dalam hati.

 

“Ayo, duduk!” pinta Tarudi. “Oom senang, kamu mau makan malam bersama kami malam ini.”

 

Yuna hanya tersenyum dan duduk di salah satu kursi, tepat berhadapan dengan Melan, tantenya sendiri. Ia tak banyak bicara saat berhadapan dengan dua orang yang sedang bersamanya.

 

“Udah lama nunggu?” Suara Bellina memecahkan suasana yang terasa canggung.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Bellina yang berdiri di sebelahnya sambil memeluk lengan Wilian. Yuna mencibir dan menundukkan kepalanya.

 

“Belum. Kami juga baru nyampe, kok. Ayo duduk!” sahut Melan.

 

“Malam, Tante ...!” sapa Lian. Ia melirik sejenak ke arah Yuna yang terus menundukkan kepala sambil mengaduk teh hangat di hadapannya.

 

“Ah, nggak usah sungkan kayak gini!” sahut Melan. “Kita sudah lama kenal. Ayo duduk!”

 

Lian menganggukkan kepala. Ia segera duduk di sebelah Bellina yang sudah duduk berdampingan dengan ibunya.

 

Lian menarik napas dalam-dalam. Satu keluarga yang ada di hadapannya tidak ada yang berbicara. Mereka terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.

 

“Mmh ... malam ini, ada yang mau saya sampaikan sama Oom dan Tante,” tutur Lian memecah suasana hening.

 

“Oh ya? Silakan ... silakan!” Tarudi terlihat sangat antusias melihat Lian bersama dengan puteri kesayangannya.

 

“Mmh ...” Lian menggenggam tangan Bellina perlahan.

 

Bibir Yuna langsung mencibir begitu melihat Lian menggenggam tangan Bellina. “Menjijikkan!” makinya dalam hati.

 

“Kami akan bertunangan. Saya akan segera mengajak keluarga untuk melamar Bellina,” ucap Lian sambil menatap Bellina penuh kehangatan. Ia mengecup punggung tangan Bellina dengan mesra.

 

Yuna menggigit bibir sambil melirik kesal ke arah Lian. “Dasar cowok brengsek!” makinya sambil meremas sendok yang ada di tangannya.

 

“Oh ya?” Tarudi dan Melan saling pandang, kemudian tersenyum bahagia.

 

“Tapi ... bukannya selama ini kamu pacaran sama Ayuna?” tanya Melan sambil menunjuk Yuna. Ia menatap Lian dan Yuna bergantian.

 

Yuna mengunci mulutnya rapat-rapat. Apa pun yang keluar dari mulutnya saat ini tidak akan berguna. Lian sudah mengkhianatinya selama bertahun-tahun.

 

“Kami sudah putus,” jawab Lian sambil menatap Yuna.

 

Mata Yuna terasa perih saat mendengar ucapan Lian. Bukan hanya matanya, tapi juga hatinya, juga seluruh tubuhnya terasa sangat perih karena tersayat-sayat. Ucapan Lian, benar-benar seperti belati yang sedang menyiksa perasaannya secara perlahan.

 

“Saya hanya mencintai Bellina. Dia satu-satunya wanita yang akan menjadi istri untuk saya,” tutur Lian penuh percaya diri. Ia melirik ke arah Yuna sejenak. “Maaf!” bisiknya dalam hati.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ia berusaha sekuat tenaga membendung air di matanya agar tidak tumpah seperti yang sudah terjadi semalam.

 

Jangan nangis, Yun! Jangan nangis!” bisik Yuna dalam hati. “Mereka bakal makin bahagia kalau lihat kamu nangis.” Yuna mencoba menenangkan perasaannya sendiri.

 

 

(( Bersambung ... ))

Baca terus kisah seru mereka ya! Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

Perfect Hero Bab 1 - Perselingkuhan yang Kejam | a Romance Novel by Vella Nine

 


“Na ... na ... na ... na ...” Yuna melenggang memasuki rumah Wilian. Di tangan kirinya tergantung sebuah paper bag berisi hadiah yang yang sengaja ia siapkan untuk pacarnya.

 

Yuna menghentikan langkah kaki saat mendengar suara wanita mendesah dan mengerang dari arah kamar Wilian. Dari ujung dahinya keluar keringat dingin dan dadanya naik turun lebih cepat dari biasanya.

 

Perlahan, Yuna melangkahkan kaki menyusuri lorong menuju kamar Wilian. Langkahnya kembali terhenti saat kakinya menginjak kain yang tercecer di lantai. Yuna membungkukkan badan dan mengambil kain dari bawah kakinya.

 

Yuna membelalakkan mata saat melihat mini dress yang ada di tangannya. Ia meremas mini dress tersebut sambil mengeratkan gigi-giginya. Tanpa banyak berpikir, ia langsung melangkahkan kaki dan membuka lebar pintu kamar Wilian yang sudah terbuka selebar lima sentimeter.

 

 “Ya Tuhan ...! Dugaanku bener,” bisik Yuna dalam hati sambil menatap Wilian dan sepupunya yang sedang asyik melakukan hubungan suami-istri.

 

“Ternyata ini yang kalian lakuin di belakang aku!” seru Yuna.

 

Wilian dan Bellina langsung menghentikan aksinya, mereka menoleh ke arah Yuna bersamaan. “Yuna?” Mereka saling pandang, sama sekali tidak menyangka kalau Yuna akan datang saat mereka sedang bersenang-senang.

 

Wilian langsung melepas alat vitalnya dari tubuh Bellina dan bergegas mencari CD miliknya yang berserak di lantai kamar.

 

“Yuna, kamu kapan datangnya? Kenapa nggak kabarin aku dulu?” tanya Wilian sambil mengenakan pakaiannya dan melangkah mendekati Yuna.

 

“Kalo aku kabarin dulu, aku nggak akan tahu kelakuan asli kamu di belakangku!” seru Yuna dengan mata memerah.

 

Wilian terdiam sesaat.

 

“Kamu nyari ini?” tanya Yuna sambil melemparkan mini dress di tangannya ke arah Bellina.

 

“Yun, maafin aku. Aku nggak bermaksud buat ...”

 

“Diam kamu!” sentak Yuna.

 

“Sejak kapan kalian main di belakang aku?” Yuna menatap wajah Wilian penuh amarah.

 

Wilian hanya menundukkan kepala.

 

“JAWAB! SEJAK KAPAN KALIAN KAYAK GINI DI BELAKANG AKU!” Nada suara Yuna makin meninggi.

 

Bellina tersenyum sinis. Ia merasa, tak perlu lagi menyembunyikan hubungan gelapnya di depan Ayuna. Perlahan, ia melangkahkan kaki dan bergelayut manja di tubuh Wilian.

 

“Kita udah kayak gini sejak tujuh tahun yang lalu,” tutur Bellina sambil tersenyum ke arah Yuna. “Iya kan, Sayang,” lanjutnya sambil menatap Wilian penuh kehangatan.

 

Mata Yuna terasa sangat perih, di setiap sudutnya mengeluarkan air mata yang tak bisa ia bendung lagi.

 

“Brengsek kamu ya! Selama itu kamu main di belakang aku dan masih bilang kalau kamu bakal ngelamar aku!?” seru Yuna sambil mendorong dada Wilian yang bidang.

 

Dada Yuna semakin sesak dan sakit sehingga membuatnya sulit mengeluarkan kalimat untuk memaki dua orang yang ada di hadapannya.

 

“Seharusnya kamu sadar diri, kenapa pacar kamu bisa selingkuh!” sahut Bellina.

 

“Kamu yang sadar diri! Kamu lihat-lihat dong, Lian itu pacarnya siapa! Dia itu pacar aku, Bel. Saudara kamu sendiri!” teriak Yuna sesenggukan.

 

Bellina tersenyum sinis menatap Yuna. “Pacar? Pacar yang nggak bisa ngasih kepuasan buat pacarnya sendiri? Kamu itu cuma pajangan buat Lian, nggak bisa ngasih kenikmatan dan kesenangan buat dia.”

 

“Lian ... bener apa kata dia?” Yuna menatap Lian bersama derai air mata.

 

Wilian menganggukkan kepala.

 

“Kamu bilang sayang ke aku, selama ini bohong!? Kamu bilang mau ngelamar aku, itu juga bohong!?”

 

Wilian terdiam.

 

“Aku jauh-jauh datang dari Melbourne buat kasih kamu kejutan. Aku selalu setia sama kamu dan berharap kalo kamu bakal ngelamar aku saat aku pulang. Tapi kamu malah kayak gini. Kenapa kamu tega ngelakuin ini semua? Kenapa?” tutur Yuna sesenggukan.

 

“Karena aku lebih sayang sama Bellina daripada sama kamu. Dia bisa ngasih apa yang nggak pernah kamu kasih ke aku,” sahut Wilian.

 

PLAK ...!

 

Telapak tangan Yuna mendarat dengan keras di pipi Wilian. Ia masih berharap Wilian akan menyesali perbuatannya. Tapi, tidak terlihat penyesalan sedikit pun dari wajah Wilian.

 

Wilian tersenyum kecil sambil memegangi pipinya. “Sebaiknya kamu pergi dari sini dan jangan pernah ganggu kami!” pintanya.

 

“Kalian bener-bener menjijikkan!” seru Yuna.

 

Yuna menghentakkkan kaki dan berlari keluar dari kamar Wilian. Meninggalkan air mata kepedihan yang berjatuhan di lantai kamar Wilian. Dadanya terasa sangat sesak dan sakit. Hatinya tercabik-cabik dan jatuh berkeping-keping saat keluar dari halaman rumah Wilian.

 

“Dasar cowok brengsek! Ngeselin! Nyebelin!” seru Yuna. Ia melempar kotak hadiah dan menginjak-injak sampai tak berbentuk lagi.

 

Yuna mengusap air mata saat melihat seseorang sedang membakar sampah di tepi jalan perumahan. Ia langsung mengambil hadiah yang sudah ia injak-injak, perlahan ia mendekati api dan memasukkan hadiah ke dalam api yang sedang berkobar.

 

Aku sudah menghabiskan banyak waktu bikin sweeter rajut ini. Sikapmu hari ini bener-bener udah bikin semuanya jadi abu. Bahkan aku nggak akan pernah lihat kamu pake ini.”

 

Ngapain sih aku nangisin cowok brengsek kayak dia!” teriak Yuna. Tapi, air matanya tetap saja jatuh berderai. Yuna merogoh ponsel di saku celananya. “Jhen, kamu di mana?” tanyanya begitu Jheni menjawab telepon.

 

“Huaa ... temenin aku jalan!” pinta Yuna.

 

“Kamu kenapa?” tanya Jheni.

 

“Temenin aku ke bar sekarang juga! Aku mau cerita di sana.”

 

“Kamu di mana sekarang?”

 

“Masih di pinggir jalan, deket rumah Lian.”

 

“Aku jemput kamu di sana!” Jheni langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

Yuna menaikkan kedua alisnya begitu panggilannya terputus. Ia menunggu beberapa saat sampai mobil Jheni datang menghampirinya.

 

Yuna langsung menyandarkan kepalanya begitu masuk ke dalam mobil Jheni. Kepalanya terasa berdenyut dan kelopak matanya seperti menahan beban puluhan kilogram.

 

“Kamu baik-baik aja?” tanya Jheni.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Jheni tak banyak bertanya. Ia menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi ke bar, tempat ia dan Yuna biasa menghabiskan waktunya bersama.

 

Sesampainya di bar, Yuna langsung memesan sepuluh botol bir.

 

“Yun, kamu beneran pesen bir sebanyak ini?”

 

Yuna tersenyum. Ia membuka salah satu tutup botol bir yang sudah ada di hadapannya. “Malam ini, aku pengen senang-senang!” serunya.

 

Jheni hanya tersenyum kecil sambol memerhatikan Yuna yang terus menenggak bir satu per satu di hadapannya.

 

“Yun, sebenarnya kamu kenapa?” tanya Jheni.

 

Yuna memangis sejadi-jadinya di tengah hiruk-pikuk bar.

 

“Yun, jangan nangis kayak gini!” pinta Jheni berbisik sambil mengedarkan pandangannya. “Ntar dikira aku yang macem-macemin kamu!”

 

Yuna sesenggukan. “Lian, Jhen ... Lian!” seru Yuna yang sudah mulai dipengaruhi alkohol.

 

“Iya. Lian kenapa?”

 

“Aku sengaja nggak kasih tahu dia kalo aku pulang sore ini. Rencananya, aku mau kasih kejutan. Aku udah siapin sweeter yang aku rajut sendiri. Aku harap dia bisa seneng sama hadiah yang aku kasih dan secepatnya ngelamar aku. Tapi ... malah aku yang dibuat terkejut,” tutur Yuna bersama derai air mata.

 

“Waktu aku dateng ke rumahnya, dia lagi asyik main di ranjang sama Bellina.” Tangis Yuna makin menjadi.

 

“What!? Bellina sepupu kamu itu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Tega banget sih dia! Bener-bener nggak punya perasaan. Dia tahu kan kalo kamu pacarnya Lian?” Jheni ikut tersayat melihat penderitaan Yuna.

 

Yuna mengerucutkan bibir dan menjatuhkan wajahnya ke atas meja. Ia menatap botol bir yang ada di hadapannya. “Aku kurang apa sih? Kenapa Lian sampe selingkuh di belakang aku? Lebih parahnya lagi, dia udah selingkuh sama Belli sejak tujuh tahun belakangan ini.”

 

“Kamu yang sabar ya!” Jheni mengelus rambut Yuna perlahan. “Mungkin, Tuhan punya rencana yang lebih indah. Lian bukan cowok yang baik buat kamu. Pasti ada cowok yang bisa lebih menghargai dan mencintai kamu lebih dari apa pun.”

 

Yuna tersenyum kecil. “Apa aku masih pantes buat dicintai? Aku udah nggak punya siapa-siapa lagi. Bellina, keluargaku satu-satunya malah nusuk aku dari belakang. Lian, satu-satunya orang yang aku harap bisa nemenin aku, ternyata dia malah milih cewek lonte itu.”

 

Yuna menertawakan dirinya sendiri. “Aku memang payah!” celetuknya. Ia terus menenggak bir yang ada di hadapannya.

 

Jheni menatap Yuna, hatinya ikut tersayat melihat sahabatnya begitu menderita. Matanya terasa perih, ia tak bisa lagi membendung air matanya untuk Yuna. Ia langsung merengkuh tubuh Yuna yang mungil. Begitu banyak penderitaan yang telah ia saksikan dalam hidup Yuna. Ia harap, sahabatnya itu bisa menemukan kebahagiaan.

 

“Yun, aku harap akan ada orang yang bisa mengeluarkan kamu dari penderitaan-penderitaan yang sudah kamu alami selama ini. Kamu perempuan yang baik, kenapa harus terus menderita seperti ini?” tuturnya Jheni lirih.

 

 

(( Bersambung ... ))

Baca terus kisah seru mereka ya! Jangan lupa kasih komentar juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tuesday, January 21, 2025

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 


“Tuan Cakra, bisa kita bicara sebentar? Ada beberapa penawaran bisnis yang ingin saya sampaikan ke Anda,” pinta Nona Mang begitu ia sudah berada di hadapan Cakra.

”Apa hanya Tuan Cakra yang diajak untuk membicarakan bisnis di perjamuan ini, Nona?” tanya salah seorang pria paruh baya yang sedang berbincang bersama Cakra.

”Tentu tidak,” jawab Nona Mang sambil tersenyum manis. ”Tentunya kita semua ingin menjadi partner bisnis yang sustainable dengan Galaxy World. Bukankah begitu?”

”Perusahaan Nona Mang men-supply 70% energy di kota ini. Pastinya akan berperan besar pada operasional Galaxy World,” ucap salah seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat Cakra.

Cakra hanya tersenyum tipis. ”Galaxy World sudah mendapatkan supply besar dari perusahaan energi di Arab Saudi. Jika ingin bekerja sama dengan Galaxy, bekerjasamalah dengan perusahaan-perusahaan kontraktor yang sudah lebih dahulu membersamai kami. Aku juga tidak mengurus kerjasama bisnis. Semua diurus oleh Direktur Pengembangan Bisnis. Kalian bisa langsung ajukan kerjasama dengan beliau.”

”Tapi Tuan Cakra adalah pemilik Galaxy World. Apa pun yang Tuan Cakra perintahkan, tentu akan dituruti oleh semua orang-orang Tuan Cakra. Apakah kami benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bekerjasama dengan Galaxy World?” tanya salah seorang lagi yang ada di sana.

”Selalu ada kesempatan. Tapi bukan aku yang mengurusnya. Aku sudah membayar mahal orang lain agar mereka bekerja untukku. Aku tidak ingin repot mengurus kerjasama bisnis kecil-kecilan seperti ini,” sahut Cakra.

Nona Mang langsung menatap kesal ke arah Cakra. ”Sialan! Bisa-bisanya dia meremehkan para pengusaha yang ada di sini,” batinnya. ”Sebesar apa bisnis Galaxy sampai menganggap kami sebagai bisnis kecil-kecilan?

Cakra menatap tajam ke arah Nona Mang. ”Galaxy World memiliki penghasilan 500 Kuadriliun US Dollar setiap tahunnya. Mana mungkin kami menganggap perusahaan dengan pendapatan 5 Milyar per tahun sebagai perusahaan besar yang layak untuk bersanding dengan perusahaan kami.”

Nona Mang membelalakkan matanya dan menelan saliva dengan susah payah. Ia berusaha menghitung  berapa banyak kekayaan yang dimiliki oleh pria tampan yang ada di hadapannya itu. ”Gila! Dia bener-bener penguasa dunia? Kenapa nggak gue aja yang jadi istrinya? Kenapa dia malah milih Chessy yang jelas-jelas anak yatim-piatu dan sangat miskin,” batinnya.

Sementara, semua orang yang ada di sana hanya saling pandang dan berusaha berkomunikasi lewat tatapan mata ketika mendengar jumlah penghasilan yang dimiliki oleh perusahaan Galaxy World. Tak ada satu orang pun yang berani mengeluarkan kata-kata. Mereka merasa tidak layak mengajukan diri sebagai partner bisnis Galaxy World karena penghasilan dari perusahaan mereka hanya bernilai milyaran per tahunnya.

”Kondisikanlah niatmu, Nona! Aku mau hadir ke sini karena istriku. Jika bukan karena dia, aku tidak akan muncul di tempat umum,” ucap Cakra sambil menatap tajam ke arah Nona Mang.

Nona Mang hanya terdiam sambil menahan kekesalan di dalam hatinya. Ia sangat mengagumi Cakra yang tampan dan kaya raya. Tapi ia juga sangat membenci sikap Cakra yang dingin, ketus, dan kejam.

Cakra hanya tersenyum sinis mendengar pergumulan di dalam hati Nona Mang. Ia memeriksa arloji yang ada di tangan kirinya. Sudah lebih dari empat puluh lima menit, Chessy tak kunjung muncul kembali di hadapannya. Membuat ia sangat mengkhawatirkan Chessy karena ia juga tidak mampu menangkap suara Chessy dari radius 5 kilometer.

Ke mana Chessy?” batinnya. ”Bukankah tadi aku masih bisa mendengarkan pembicaraan dia dan sahabatnya?

”Tolong ...!” seru Arabella sambil melangkah memasuki ballroom tempat perjamuan bisnis tersebut.

Cakra langsung memutar kepalanya begitu ia mendengar suara Arabella muncul dari salah satu pintu ballroom. Ia bisa melihat luka dan darah yang mengucur di lengan Arabella.

Tanpa pikir panjang, Cakra langsung berlari menghampiri Arabella. ”Di mana istriku?”

”Dia dibawa pergi sama orang yang nggak kami kenal. Aku sudah berusaha nolong dia. Tapi ... penjahar itu melukaiku dan aku nggak bisa melawan,” jawab Arabella lirih sembari menatap wajah Cakra.

”ALVARO ...!” teriak Cakra sekuat tenaga.

Alvaro yang berjaga di luar ruang ballroom bersama anggotanya, langsung berlari menghampiri Cakra begitu mendengar teriakan dari adik sepupunya itu.

”Ada apa, Cak?” tanya Alvaro.

”Kamu tidak menjaga isriku?”

”Bukannya dia di dalam sama kamu?” balas Alvaro.

”Dia pergi keluar bersama wanita ini sementara aku sibuk membicarkan bisnis dengan banyak orang di sini,” jawab Cakra. ”Kenapa kamu biarkan istriku jauh darimu?”

”Aku nggak tahu keluarnya dari mana. Dari pertama datang, dia selalu sama kamu,” sahut Alvaro.

”Aku tidak ingin kita berdebat berlama-lama. Cepat temukan istriku!” perintah Cakra.

Alvaro mengangguk.

”Minta anak buahmu yang lain untuk memeriksa sistem keamanan di gedung ini!” perintah Cakra lagi.

Alvaro mengangguk. Ia segera memberikan komando kepada anak buahnya agar bergerak cepat sesuai perintah Cakra.

Cakra segera melangkah keluar bersama Alvaro untuk mencari keberadaan istrinya. Ia harap, para penjahat yang menculik istrinya itu masih berada dalam jangkauannya.

Arabella tersenyum sinis sambil menatap punggung Cakra yang bergerak pergi. ”Rasain lo, Chess! Gue nggak akan biarin lo hidup bahagia dan pamer kebahagiaan di depan gue. Gue yakin kalau saat ini Chessy sudah dibawa keluar dari kota Jakarta,” batinnya.

Cakra langsung menghentikan langkahnya begitu ia mendengar suara isi hati Arabella. Lengannya menahan tubuh Alvaro agar tidak melangkah leih dahulu meninggalkannya.

”Kenapa, Cak!” tanya Alvaro penasaran.

”Tangkap wanita itu!” perintah Cakra sambil menunjuk tubuh Arabella.

Alvaro mengangguk. Ia segera memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menyeret Arabella keluar dari tempat pesta tersebut.

Arabella membelalakkan matanya mendengar perintah Cakra. ”What the hell? Gue juga korban di sini. Kenapa kalian malah mau nangkap gue, hah!?” serunya pada beberapa pria bertubuh kekar yang menghampirinya.

”Ini perintah,” sahut salah seorang pria yang ada di sana.

”Kalian nggak lihat tangan gue luka kayak gini, hah!? Bukannya ditolongin, malah mau nangkap gue? Manusia nggak punya hati!” seru Arabella kesal.

”Bawa dia ke rumah sakit dan jangan dilepaskan sampai aku menemukan istriku!” perintah Cakra.

Empat orang anak buah Alvaro mengangguk dan segera menjalankan perintah dari Cakra.

”Gila kalian, ya!” sentak Arabella. Ia menoleh ke dalam ballroom dan menatap Nona Mang yang berdiri sangat jauh darinya. Ia ingin meminta pertolongan pada atasannya itu. Tapi anak buah Cakra sudah lebih dulu menyeretnya keluar dari gedung tersebut.

”Cak, kamu yakin kalau dia terlibat dalam kasus penculikan Chessy?” tanya Alvaro sambil menatap wajah Cakra begitu.

”Kamu masih meragukanku?” tanya Cakra balik.

”Nggak. Cuma masih heran aja. Bukannya dia sahabat baik istrimu. Tangan dia juga luka parah karena nolongin Chessy. Bisa jadi ...”

”Aku paling benci manusia penuh sandiwara!” sambar Cakra.

Alvaro terdiam. Ia langsung mengerti maksud dari Cakra dan memeriksa ponsel untuk mengetahui hasil kerja anak buahnya yang ia perintahkan mengecek CCTV gedung tersebut.

”CCTV di gedung ini sengaja dimatikan saat kejadian, Cak. Semua CCTV mati. Artinya, penculikan ini sudah direncanakan sebelumnya dan mereka mengetahui sistem keamanan di gedung ini tidak terlalu baik,” ucap Alvaro.

Cakra terdiam sambil mengedarkan pandangannya ke arah luar gedung. ”Kalau begitu, kamu cek CCTV yang berseberangan dengan gedung ini dan juga CCTV jalan. Periksa semua nomor kendaraan yang keluar-masuk gedung ini dan kepemilikannya. Cepat!” perintahnya lagi.

Alvaro mengangguk. Ia bergegas menuruti perintah Cakra dan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk memeriksa seluruh CCTV terdekat dan memeriksa kepemilikan setiap kendaraan yang lewat melalui data kepolisian yang terintegrasi.

Cakra terdiam sambil memejamkan mata untuk menangkap suara-suara yang kemungkinan berhubungan dengan istrinya. ”Aku pasti menemukanmu, Chessy. Maafkan aku yang lalai menjagamu.

 

(Bersambung ...)

 

 

 

Thursday, January 16, 2025

Bab 118 - Sandiwara Arabella

 



“Orang-orang itu sedang berusaha menipumu?” tanya Cakra saat Chessy menghampirinya kembali.

Chessy mengangguk. “Apa aku kelihatan bodoh banget hari ini?”

Cakra menggeleng. “Aku perkenalkan kamu dengan beberapa pengusaha besar di kota ini.”

Mata Chessy berbinar mendengar ucapan Cakra.

Cakra merangkul pinggang Chessy. Ia segera melangkah menghampiri empat pria paruh baya yang sedang asyik membicarakan bisnis mereka.

“Selamat malam, Tuan Cakra!” sapa salah seorang pria dengan cepat begitu mengetahui jika Cakra menghampirinya.

“Malam,” balas Cakra. Hampir semua pengusaha besar sangat mengetahui sosok Cakra. Satu-satunya pewaris di keluarga Hadikusuma.

“Ternyata rumor kalau Presdir Galaxy akan datang di pesta ini, benar. Kami pikir, Presdir Galaxy tidak akan sudi berkunjung ke pesta bisnis yang kecil seperti ini.”

Cakra tersenyum menanggapi ucapan pria paruh baya yang menyapanya dengan tangan terulur ke arahnya. “Aku tidak berpikiran sesempit itu. Jika ada waktu, aku pasti datang ke acara apa pun yang mengundangku,” sahutnya sembari menyambut uluran tangan dari pria paruh baya berjas cokelat itu.

“Wah ... tentunya keberuntungan yang bisa membuat Tuan Cakra hadir hari ini.”

Cakra hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan orang yang ada di hadapannya itu.

“Apakah rumor jika Tuan Cakra sudah beristri itu benar?” tanya pria yang lain sambil memperhatikan Chessy yang berdiri tepat di sisi Cakra.

Cakra mengangguk. “Perkenalkan, ini istri saya!”

Chessy tersenyum ke semua orang yang ada di hadapannya dan segera mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Istri Presdir ini cantik banget. Dia berasal dari keluarga mana? Kenapa aku nggak pernah mengenalnya?” batin seseorang sambil memperhatikan wajah Chessy dengan seksama.

“Selera seorang Presdir memang sangat tinggi. Perempuan ini cantik banget. Kulitnya mulus sempurna. Wajahnya sangat imut dan bibirnya indah sepertu buah delima. Rasanya aku ingin ...”

Cakra memperhatikan wajah orang-orang yang ada di hadapannya saat mereka sibuk mengagumi Chessy dalam hati mereka.

“Ehem ...!” Cakra berdehem. “Dia adalah puteri dari keluarga Mahendra. Saat ini dia memimpin Han Group yang berhasil aku akuisisi sebulan lalu.”

Semua orang di sana tersentak mendengar ucapan Cakra.

“Bagaimana perusahaan keluarga Handoko bisa diakuisisi oleh Galaxy? Kesalahan apa yang sudah diperbuat oleh keluarga itu?” tanya seseorang dalam hati yang mendengar pernyataan Cakra.

Sejak dulu, keluarga Hadikusuma dikenal sangat berbahaya dalam dunia bisnis. Semakin hari, perusahaannya semakin besar dan memiliki banyak pengaruh di berbagai negara di Asia-Eropa. Galaxy World berhasil menjadi salah satu perusahaan terbesar yang menguasai semua sektor bisnis.

“Selamat malam, Nona!” sapa seorang pria sambil mengulurkan tangannya ke arah Chessy. “Perusahaan saya sudah lama bekerjasama dengan Han Group. Semoga, peralihan kepemimpinan ini bisa terus membuat kerjasama kita berkembang dengan baik. Saya akan selalu memenuhi apa pun yang Nona butuhkan,” jelasnya memperkenalkan diri.

“Salam kenal, Pak!” Chessy membalas uluran tangan pria paruh baya itu sambil tersenyum manis.

Tak hanya itu. Cakra juga memperkenalkan Chessy dengan pengusaha-pengusaha besar yang sangat berpotensi menjadi mitra bagi perusahaan yang baru saja dipimpin oleh istrinya itu.

Nona Mang memperhatikan Chessy dan Cakra yang terlihat mendominasi di pesta perjamuan tersebut. Ia semakin merasa kesal karena seharusnya dialah yang menjadi pusat perhatian dalam pesta itu.

“Bell, do something for me!” pinta Nona Mang sambil berbisik di telinga Arabella.

Arabella memperhatikan Chessy yang masih berdiri berangkulan dengan Cakra. “Emang nggak bahaya kalau kita nyinggung menantu keluarga Hadikusuma?” tanyanya berbisik.

“Jangan sampai ketahuan!” sambar Nona Mang. “Lo kelarin Chessy! Gue yang bakal ngalihkan perhatian Cakra.”

Arabella mengangguk. Ia segera melangkah pergi menjauhi Nona Mang untuk menjalankan aksinya.

 

***

 

“Chess, gue mau ngomong penting sama lo. Berdua aja, bisa?” bisik Arabella saat menghampiri Chessy yang masih bersama Cakra.

Chessy menatap wajah Arabella selama beberapa detik, kemudian menoleh ke arah Cakra.

Cakra mengangguk kecil, memberi isyarat pada istrinya jika ia mengizinkan istrinya itu untuk berbincang dengan Arabella. Ia harap, hubungan Chessy dan Arabella bisa membaik seperti dulu. Ia sudah mengetahui bagaimana masa lalu Chessy. Arabella adalah satu-satunya sahabat wanita yang dimiliki oleh istrinya itu.

Chessy mengangguk ke arah Arabella sebagai tanda setuju.

Senyum di bibir Arabella langsung merekah begitu ia Chessy bersedia untuk ikut dengannya. Ia langsung menggandeng mesra lengan Chessy. “Gue kangen banget masa-masa indah saat kita masih temenan, Ches. Lo udah punya suami yang lebih dari segala-galanya dari Adit. Seharusnya, lo nggak dendam sama gue, kan? Meski gue salah, gue juga berperan penting sama hidup lo saat ini. Kalau bukan karena gue, lo nggak bakal kenal dan nikah sama Cakra, kan?” cerocos Arabella sambil melangkah memasuki lift, menuju ke rooftop gedung tersebut.

Chessy memilih untuk diam. Ia setuju dengan ucapan Arabella. Tapi ia tidak bisa menerimanya begitu saja. Baginya, kesalahan Arabella dan Adit di masa lalu, tetaplah menjadi luka yang mendalam. Tidak akan semudah itu dilupakan hanya karena statusnya saat ini yang sudah menjadi istri Cakra.

Beberapa saat kemudian, Arabella dan Chessy sudah berada di rooftop gedung tersebut. Mereka bisa menyaksikan pemandangan di sekitar sambil menikmati semilir angin malam kota tersebut.

“Lo mau ngomong apa, Bel? To the point, aja!” pinta Chessy.

Arabella tersenyum menanggapi pertanyaan Chessy. “Gue mau minta maaf ke elo, Chess. Nggak usah sinis gitu, dong! Walau gimana pun, kita ini pernah jadi sahabat baik.”

Chessy bergeming.

“Sejak lo jadi istri Cakra, sikap lo berubah banget, Chess. Gue tahu, saat ini kita udah beda strata. Lo udah punya segalanya dan nggak mau berteman lagi sama gue,” ucap Arabella.

Chessy langsung memutar kepalanya menatap Arabella. Sebelah alisnya terangkat dengan kening sedikit mengenyit. “Lo salah, Bel. Gue nggak pernah berubah. Lo yang bikin gue berubah. Gue nggak mau berteman sama lo bukan karena status sosial gue saat ini, tapi karena sakit hati sama lo!”

Arabella menundukkan kepala sambil memasang wajah muram. “Gue minta maaf, Chess!” ucapnya lirih. “Gue juga nggak bisa mengendalikan diri gue sendiri. Gue sayang banget sama Adit.”

Chessy menatap Arabella selama beberapa saat, kemudian menghela napas. “Sudahlah. Nggak ada gunanya juga aku kayak gini. Sudah waktunya aku melepaskan masa lalu supaya aku bisa hidup tenang sama masa depanku,” batinnya.

“Sebenarnya, gue udah maafin lo dari dulu, Bel. Cuma ... gue nggak bisa balikin hubungan kita kayak dulu lagi. Gue ngerasa ... kita sudah jadi orang asing dan biarkan aja kayak gini terus. Gue pengen hidup tenang bareng Cakra,” ucap Chessy sambil menatap wajah Arabella.

“Jadi, lo udah nggak mau berteman sama gue kayak dulu lagi, Chess?” tanya Arabella dengan mata berkaca-kaca. “Chess, lo tahu sendiri kalau gue juga nggak punya siapa-siapa di kota ini. Satu-satunya saudara yang gue punya, cuma lo aja, Chess.”

Kalo lo ngerasa gue saudara lo, kenapa lo khianati gue, Bel? Lo nggak tahu gimana sakitnya dikhianati sama orang terdekat?” batin Chessy dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat semua hal yang telah ia jalani bersama Arabella. Mereka kerap membeli makanan satu porsi dimakan berdua karena tidak punya cukup uang.

“Lo yang bodoh, Bell! Hubungan kita nggak akan jadi kayak gini kalo lo nggak selingkuh sama Adit. Gue sama Adit boleh nggak berjodoh. Gue bisa ikhlas ngelepasin dia. Tapi kenapa harus lo yang ada di antara kami?” ucap Chessy penuh kekecewaan. Air matanya jatuh perlahan karena tak kuasa lagi untuk membendungnya.

“Iya. Gue tahu, Chess. Makanya, gue di sini pengen minta maaf sama lo. Gue pengen perbaiki hubungan kita lagi. Bisa, kan?” tanya Arabella sambil menitikan air mata menatap Chessy.

Chessy mengangguk kecil. Ia sudah cukup lelah dengan rasa sakitnya sendiri. Sudah saatnya ia harus melepaskan semuanya.

Arabella tersenyum. Ia segera menghapus air matanya dan mendekap tubuh Chessy. “Thank’s, Chess! Gue bakal berusaha jadi temen baik lo kayak dulu lagi.”

Chessy mengangguk setuju dan membalas pelukan Arabella.

Tiba-tiba, segerombolan pria berpakaian serba hitam, menarik tubuh Chessy dan Arabella bersamaan.

“Kalian siapa!?” seru Arabella sambil berusaha melepaskan diri dari pria yang sedang mencengkeram lengannya.

“Nggak penting kami siapa. Yang penting, kami bisa dapatkan Nyonya Galaxy yang sangat berharga ini,” jawab seorang pria yang sedang mencengkeram lengan Chessy.

“Kalian mau apa?” tanya Chessy.

“Hahaha. Kami mau apa? Tentu saja mau uang suamimu.”

Chessy tersenyum sinis. “Jangan berharap kamu bakal dapetin uang dari dia sepeserpun!”

“Nggak usah banyak bicara! Kita lihat saja nanti. Ikut kami!” sentak pria tersebut.

“TOLONG ...!” teriak Arabella.

PLAK ...!

Salah seorang pria yang berada di samping Arabella langsung menampar Arabella hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.

“Diam kamu!” sentak pria tersebut.

“Bel, lo nggak papa?” tanya Chessy dengan perasaan tak karuan. Ia berusaha untuk berteriak dan memberontak. Namun, gerombolan pria yang ada di sana langsung menahan tubuh Chessy dan merekatkan lakban di mulut Chessy agar wanita itu tidak bersuara.

“LEPASIN DIA!” seru Arabella.

“Kalau kamu masih teriak lagi, pisau ini akan melukai kamu!”

“Gue nggak takut!” sambar Arabella.

“Oh, ya?” pria itu langsung menggoreskan pisau tersebut ke lengan Arabella.

“Aaargh ...!” Arabella berteriak histeris.

Chessy berusaha memberontak saat melihat Arabella dilukai oleh para pria itu. Namun, tenaga yang ia miliki tak mampu untuk melawan banyaknya pria yang ada di sana.

“Kamu kasih tahu ke Tuan Galaxy kalau istri tercintanya ada di tangan kami. Kami minta tebusan Lima Milyar!” ucap pria itu sambil menatap Arabella.

“Cepat bawa pergi perempuan ini!” perintah pria itu sambil menunjuk Chessy.

“Yang satunya, bos?”

“Nggak perlu dibawa! Dia nggak berguna. Nggak ada harganya,” jawab pria yang dipanggil bos.

“Lepasin!” seru Chessy.

“Berisik!” salah seorang pria langsung mengeluarkan sapu tangan yang sudah diisi obat bius dan menempelkan di hidung chessy dengan erat.

“CHESSY ...!” teriak Arabella sekuat tenaga.

Chessy masih berusaha memberontak, tapi pandangan matanya semakin meredup. Lamat-lamat, suara Arabella yang terus memanggil namanya semakin menghilang. Dalam ingatan terakhirnya, ia hanya melihat luka dan dan darah segar yang keluar dari lengan Arabella. “Maafin gue udah bikin lo luka, Bel,” batinnya hingga ia tidak lagi sadarkan diri.

Arabella tersenyum sinis saat melihat Chessy sudah tak sadarkan diri karena pengaruh obat bius yang diberikan oleh preman-preman itu. “Gue nggak akan biarin lo hidup bahagia terus, sementara gue menderita,” batinnya.

 

 ((Bersambung))

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Sunday, November 10, 2024

Selamat Ulang Tahun untuk Diriku Sendiri


Selamat ulang tahun untuk diriku sendiri. 
Aku sudah melakukan banyak hal hebat selama 33 tahun belakangan ini. 

Setiap tanggal 09 November adalah hari di mana aku selalu menangis dengan deras. Mengingat begitu banyak hal yang telah aku jalani selama setahun terakhir. Bahkan selama 33 tahun ini. 
Semua orang bisa merayakan hari ulang tahunnya dengan bahagia, tapi tidak denganku. 
Sejak kecil, aku ingin seperti teman-teman yang lain. Bisa merayakan hari ulang tahun dengan bahagia. Seolah punya keluarga yang sangat menyayanginya. Tapi aku menyadari, keinginanku itu tidak akan sejalan dengan kehidupanku. 
Aku cuma anak orang miskin. Jangankan berharap mendapatkan kue, hadiah ulang tahun, atau kejutan ulang tahun lainnya. Memimpikannya saja aku sudah ketakutan. Aku takut, tidak bisa membalas apa yang orang lain kasih ke aku meski mereka tak pernah memintanya. 
Saking tidak pernah merayakan ulang tahun, aku bisa mengingat berapa kali aku mendapatkan kejutan ulang tahun seumur hidupku. 
Pertama, aku mendapatkan kejutan ulang tahun saat aku masih tinggal di panti asuhan. Keponakanku kerap memberikan kejutan sederhana. Meski nilainya tak seberapa, tapi selalu ada doa yang berharga di dalamnya. 
Kedua, aku mendapatkan kejutan ulang tahun saat aku berumur 17 tahun. Saat itu, aku duduk di bangku kelas 2 SMA. Aku tidak pernah mengharapkan sebuah kejutan karena aku menyadari kalau aku bukanlah siapa-siapa. Tapi sahabat-sahabatku memberikan kejutan kecil saat pulang sekolah. Sungguh, aku tidak akan pernah melupakan bagaimana mereka menyayangiku. 
Ketiga, aku mendapatkan kejutan ulang tahun dari siswa-siswi SMP Negeri 5 Samboja saat aku membantu mereka menggarap project lomba membuat film. Aku benar-benar tidak menyangka jika anak-anak itu mau repot-repot menyisihkan uang jajannya untuk sekedar memberiku kejutan. 
Keempat, aku mendapatkan kejutan ulang tahun dari ibu-ibu Mamuja. Komunitas ibu-ibu yang aku bentuk pada tahun 2019 lalu. Sesungguhnya, aku sedikit malu kalau dikasih kejutan di saat usiaku tak lagi muda. 
Kelima, aku mendapatkan kejutan ulang tahun dari kakak kelasku. Saat itu aku sedang sakit dan harus berkegiatan di luar. Aku sengaja meminta tolong dia untuk mengantarkanku. Ternyata, dia menyiapkan sebuah kejutan saat mengantarku. 
Setelahnya ... aku tidak lagi mendapatkan kejutan-kejutan setiap kali ulang tahun. Aku merasa sangat malu karena usiaku sudah tua. Sebenarnya, bukan hanya malu, tapi takut dikerjai. Oleh karenanya, tanggal lahirku di media sosial selalu aku sembunyikan. Aku berharap, hari ulang tahunku hanya bisa aku rayakan sendiri bersama orang-orang yang aku cintai. Salah satunya adalah pasangan hidup dan keluargaku. 
Hal yang paling menyedihkan memang ketika orang yang paling dekat dengan kita (read: belahan jiwa), ternyata tidak mengingat hari ulang tahun kita. Jangankan kejutan kecil, bahkan ucapan dan doa pun tak ada. Sementara, kita dibanjiri ucapan dan doa dari teman-teman lain yang kesehariannya tidak begitu akrab dengan kita. 

Setiap hari ulang tahun, aku memilih untuk menyembunyikannya dari orang luar. Mungkin, hanya orang-orang tertentu yang menyadari hari ulang tahunku sampai aku memberikan ucapan selamat ulang tahun pada diriku sendiri.  Tidak pernah ada satu orang pun yang mengucapkan Selamat Ulang Tahun saat pergantian hari. Seumur hidupku, yang kuingat kalau pertama kali yang mengucapkan Selamat Ulang Tahun padaku setiap pergantian tahun adalah chatboot dari JNE dan Kaskus. 

Terkadang, terbesit rasa pilu saat membaca ucapan Ulang Tahun dari sebuah chatboot. Seringkali aku bertanya pada diriku sendiri, "Apa aku nggak punya siapa-siapa di dunia ini sampai yang ngucapin ulang tahun harus robot?"
Tapi kemudian aku belajar tentang banyak hal dari diriku sendiri. Aku memilih untuk menjadikan hari kelahiranku adalah hari yang tepat untuk mawas diri. Aku tidak lagi menginginkan euforia yang berlebihan. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekatku. Mungkin, lebih banyak berdialog dengan pasangan tentang masa lalu dan masa depan kita. Itupun kalau pasanganku bersedia. Kau tidak, ya harus terima kenyataan untuk bermonolog saja. 

Ternyata, sudah 33 tahun aku dilahirkan ke dunia ini. Sungguh, waktu yang sangat cepat. Rasanya, aku belum melakukan apa-apa untuk keluargaku. Waktu hidupku hanya tinggal 50% saja, itupun jika Allah mengizinkan. 

Aku merasa hidupku masih sangat kacau. Aku bahkan masih belum memiliki tujuan  yang jelas. Terlebih saat aku memutuskan untuk membesarkan anak-anakku seorang diri. Rasanya sangat berat. Aku pikir, aku tidak akan bisa melalui hari-hari yang berat ini. Ternyata,  aku sudah bisa berjalan sejauh ini. 

Selain harus menjadi tulang punggung keluarga satu-satunya, aku juga harus memenuhi kewajibanku sebagai seorang ibu di rumah. Ditambah lagi dengan banyaknya kagiatan sosial yang ada di taman bacaku. Rasanya sangat berat ketika menjalani semuanya sendiri. Tapi aku sudah kuat melewatinya meski harus tertatih-tatih dibumbui derai airmata. 

Selamat ya untuk diriku sendiri yang sudah begitu hebat menjalaninya. Orang lain, belum tentu bisa sekuat aku. Maka, jangan menyerah hanya karena omongan orang-orang ingin membuatku jatuh. Jangan menyerah karena hari-hari yang aku hadapi semakin sulit dan sakit.  Kamu bisa, Rin! 










Tuesday, November 5, 2024

Welcome Pustanda Kemendikdasmen


Nggak pernah terpikir dalam benakku kalau aku bakal kembali ke tempat ini lagi. 
Kembali ke tempat yang sama dengan cerita yang berbeda.
Ada baiknya, kita mengabadikan setiap momen yang terjadi dalam diri kita. Supaya kita bisa mengukir sejarah untuk anak-cucu di masa depan. 
Aku bukan orang yang tidak punya privasi. Tapi aku juga senang berbagi cerita dan mengabadikannya. Bagiku, setiap momen yang aku jalani sangatlah berharga. 
Meski aku rajin membagikan kegiatan-kegiatanku di sosial media, aku juga punya privasi yang tidak untuk konsumsi publik. 
Selama aku membagikannya, artinya sudah menjadi info publik. Tidak ada yang perlu dirahasiakan karena aku tidak sedang melakukan kesalahan atau keburukan.
Mari kita abadikan cerita hari ini...

Hari ini difasilitasi Forum TBM Pusat (Kang Opik, dkk.) untuk bisa menjadi bagian dari kegiatan Diseminasi Nasional Bidang Penerjemahan Tahap II yang diselenggarakan oleh Pustanda Kemendikdasmen (Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) di The Sultan Hotel & Residence Jakarta. 

Terima kasih sudah diberi kesempatan untuk mengenal para pejuang literasi di seluruh Indonesia yang semangat dan effort-nya luar biasa untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat melalui literasi. 

Perjuangan dan rasa lelah yang aku lakukan selama ini (yang sering bikin aku pengen nyerah dan udahan aja), ternyata nggak ada apa-apanya dibanding mereka. Terutama untuk teman-teman yang bergerak di wilayah Timur Indonesia. Mereka rela menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk mengambil sumbangan buku. Harus keluar tenaga, waktu, dan uang. Tapi ngasih akses bacaan ke masyarakat secara gratis. Kira-kira, dari mana para penggerak komunitas ini bisa makan kalau semua harus ditanggung sendiri? 

Sunday, November 3, 2024

Kelas Bahasa Inggris Gratis di Rumah Literasi Kreatif

 


Rabu, 30 Oktober 2024

Sudah beberapa minggu terakhir ini, aku harus mengajar Bahasa Inggris sendirian. Biasanya, ada relawan yang membantuku mengajar di sini. Aku memasang tarif Rp 50.000 per bulan untuk membayar relawan pengajarku. 

Tapi kali ini, aku harus memulai mengajar sendirian lagi karena relawan yang biasa membantuku mengajar, sudah bekerja di kota lain. Sementara, aku tidak bisa konsisten mengajar karena kegiatanku padat. Sering libur, membuatku sungkan untuk meminta iuran pendidikan. Jadi, semua aku kembalikan seperti semula. Aku tidak mematok biaya atah iuran untuk belajar di Rumah Literasi Kreatif. Para orang tua yang menitipkan anaknya untuk belajar, hanya diminta untuk berdonasi seikhlasnya. Donasi akan digunakan untuk menambah koleksi buku bacaan penunjang kegiatan, alat peraga pendidikan dan fasilitas lain yang dibutuhkan agar anak-anak bisa tetap belajar secara gratis di Rumah Literasi Kreatif, terutama bagi orang tua yang tidak mampu. 


Donasi yang kalian berikan, tentu akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kegiatan-kegiatan di taman baca Rumah Literasi Kreatif. 

Untuk warga yang ingin putera-puterinya belajar Bahasa Inggris gratis, bisa langsung ke Rumah Literasi Kreatif setiap Hari Rabu dan Jumat, pukul 14.00 WITA. 

Bagi teman-teman yang ingin menjadi relawan pengajar, Rumah Literasi Kreatif sangat terbuka dan senang agar kebermanfaatan kegiatan di Rumah Literasi Kreatif bisa lebih besar lagi. Yayasan Rumah Literasi Kreatif akan memberikan sertifikat volunteer bagi teman-teman mahasiswa yang giat mendedikasikan dirinya untuk masyarakat melalui Rumah Literasi Kreatif. 




Zoom Meet Bersama Pengelola TBM Se-Indonesia untuk Persiapan Kegiatan Pustanda


Jumat, 01 November 2024

Forum TBM Pusat Jakarta memfasilitasi 65 Pengelola taman bacaan masyarakat untuk mengikuti kegiatan Diseminasi Nasional Bidang Penerjemahan Tahap II. Kegiatan ini merupakan kegiatan dari Pustanda (Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa) Kemdikbudristek yang akan dilaksanakan pada tanggal 5-8 November 2024 di The Sultan Hotel & Residence Jakarta. Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarkan produk-produk penerjemahan berupa buku cerita anak yang dapat dipergunakan sebagai bahan penunjang literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM). 
Demi mempersiapkan diri dengan baik, Forum TBM membuka sesi diskusi melalui zoom pada tanggal 01 November 2024 pukul 03.00 PM Waktu Jakarta. 
Diskusi ini membahas persiapan kegiatan dan sharing session. Dengan banyak melihat kegiatan-kegiatan dari komunitas lain, maka kami bisa terinspirasi untuk terus bergerak maju, tidak menyerah dengan kekurangan dan kendala yang kami alami. 
Semoga, akan ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh Rumah Literasi Kreatif untuk membantu peran pemerintah dalam memajukan kesejahteraan masyarakat melalui literasi. 
#literasi #literature #literacy #samboja #kukar #kaltim #sekolahkomunitas #komunitas #literasikreatif 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas