Setelah mendapatkan izin dari
semua keluarga keraton untuk mempersunting puteri mahkota mereka, kini giliran
Nanda yang membawa Ayu untuk masuk dan mengambil izin dari keluarga
Perdanakusuma untuk menikah.
“Pagi, Ma ...!” sapa Nanda
sambil menghampiri Nia yang sedang menyiram tanaman di depan rumah mereka.
“Nanda ...!?” Nia langsung
melemparkan alat semprot di tangannya begitu saja dan berlari memeluk tubuh
puteranya itu. “Kamu ke mana aja? Baik-baik di luar sana?” tanyanya sembari
menitikan air mata.
Nanda mengangguk sambil
tersenyum. “Nanda baik-baik saja, Ma. Hari ini Nanda datang ke sini bersama
Ayu.”
Nia langsung menoleh ke arah
Ayu yang berdiri di sebelah Nanda. “Gimana kabar kamu, Sayang?” sapanya sambil
tersenyum manis.
“Baik, Ma. Mmh ... apa Ayu masih
boleh panggil mama?”
“Boleh, dong,” jawab Nia sambil
tersenyum manis. “Sudah beberapa minggu ini, Nanda tidak pulang ke rumah. Mama
tenang kalau ternyata dia bersamamu.”
Ayu tersenyum sambil menatap
wajah Nia. “Ayu baru bertemu Nanda empat hari belakangan ini, Ma.”
“Eh!? Kamu selama ini tinggal
di mana?” tanya Nia dengan kening mengernyit.
Nanda tersenyum sambil
merangkul tubuh Ayu. “Aku tinggal di kantor baruku untuk sementara.”
“Sudah kerja? Kerja di mana?”
tanya Nia penasaran. “Papa kamu itu memang jahat sama anak sendiri.”
“Aku dirikan perusahaan
sendiri, Ma,” jawab Nanda. “Mmh, masih kecil-kecilan. Tapi ... aku senang
menjalaninya. Ayu juga sudah berjanji akan membantuku mengembangkan perusahaan
setelah kami menikah.”
“Kalian mau rujuk lagi?” tanya
Nia dengan wajah sumringah. Ia langsung memeluk dua orang yang ada di depannya
itu. “Mama senang kalau kalian bisa rujuk lagi!”
Nanda tersenyum bahagia saat
niatnya mendapat sambutan baik dari mamanya. Tapi, ia masih khawatir jika Papa
Andre tidak merestuinya dan membuat hati Ayu terluka.
“Masuk, yuk!” ajak Nia sambil
menarik lengan Ayu dan Nanda.
“Papa di rumah?” tanya Nanda.
“Masih di rumah. Jam sepuluh
baru berangkat ke kantor,” jawab Nia sambil melangkah memasuki rumahnya.
“Pa ...! Papa ...! Lihat, siapa
yang datang?” seru Nia ceria sambil menghampiri Andre yang sedang bersantai di
ruang keluarga.
Andre langsung memutar
kepalanya dan menatap wajah Nanda yang ada di sana. “Kamu ...!? Masih punya
nyali masuk rumah ini? Mau apa? Udah bersedia menikah sama Karina?”
“Pa ...!” Nanda langsung
menggenggam tangan Ayu sembari menatap
wajah papanya. “Aku nggak akan menikahi wanita lain selain Ayu.”
Andre tersenyum sinis menatap
Ayu yang berdiri di samping Nanda. “Jangan harap Papa mau menerima wanita ini
jadi mantu Papa. Perempuan ini sudah membuatku masuk rumah sakit, masuk penjara
dan membuat keluarga kita bangkrut. Kalau kamu masih memaksakan diri menikahi
wanita ini, kamu bunuh aja papamu!” sentaknya.
Ayu langsung menitikan air mata
mendengar ucapan Andre. Ia benar-benar tidak menyangka jika pria yang dulu
begitu baik dan menyayanginya sebagai menantu, kini telah berubah menjadi sosok
pria yang begitu membencinya.
“Maafin Ayu, Oom ...! Ayu
memang sudah menghancurkan keluarga ini dan tidak layak untuk ada di sini.
Terima kasih sudah pernah menerima Ayu dengan baik sebagai menantu,” ucap Ayu
sambil menunduk hormat.
“Bagus kalau kamu sadar siapa
dirimu saat ini. Jangan pernah dekati puteraku lagi! Sebagus apa pun dirimu
sekarang, aku tidak tertarik menjadikanmu menantu!” tegas Andre.
Ayu menahan rasa perih yang
begitu menusuk mata, hati dan seluruh tubuhnya. Kalimat yang keluar dari mulut
Andre, benar-benar seperti belati yang sedang menguliti seluruh tubuhnya.
Ayu menahan napas` dan
tersenyum menatap Nanda. “Nan, makasih sudah menjadi pria yang mau menerimaku
apa adanya. Sudah mau menerimaku kembali meski aku sangat menyakitimu. Maaf!
Mungkin, jodoh kita hanya sampai di sini,” ucapnya sembari melepaskan tangan
Nanda.
Nanda menggelengkan kepala
sambil berusaha menggenggam tangan Ayu. Namun, wanita itu terus menepisnya dan
berbalik pergi meninggalkannya.
“Mas, kenapa bicara sekasar itu
sama Ayu? Dia wanita baik-baik. Aku yakin, dia nggak bener-bener salah. Yang
salah memang anak kita, Mas. Nanda saja mau memaafkan Ayu, kenapa kamu tidak
bisa?” tutur Nia sambil menatap wajah Andre.
Andre bergeming dan menatap
wajah Nanda. “Kalau kamu mengejar dia, jangan harap Papa akan menerimamu
sebagai anak Papa lagi!”
Nanda balas menatap tajam ke
arah Andre sambil mengepal erat jari-jari tangannya. “Selama Papa tidak bisa
menerima Roro Ayu, selama itu juga aku tidak akan menginjakkan kakiku ke rumah
ini dan perusahaan Papa!” tegas Nanda.
“Nan, kenapa kamu bicara
seperti itu?” tanya Nia sambil menghampiri puteranya. “Papamu hanya sedang
emosi sesaat. Kamu tidak perlu mengambil hati!”
Nanda menatap wajah mamanya
sejenak. Ia sangat berharap, mamanya bisa membujuk sang papa untuk menerima
kehadiran Ayu lagi dalam hidupnya. “Maafin Nanda, Ma! Mama jaga kesehatan, ya!”
ucapnya. Ia mengecup punggung tangan Nia, mengecup kedua pipi wanita itu dan
melangkah keluar dari rumah tersebut.
Nia menggelengkan kepala
melihat Nanda yang memilih untuk keluar lagi dari rumah itu. “Mas, kenapa kamu
nggak mau berdamai sama anak sendiri? Ayu itu kebahagiaannya Nanda. Kamu tega
banget bikin Nanda menderita, Mas!” ucapnya sambil berlinang air mata.
“Kalau mau aku nggak tega, kamu
urus anakmu itu supaya bener! Dulu disuruh nikah sama Ayu, malah jalan sama
pelacur. Sekarang, disuruh nikah sama Karina yang dari keluarga baik-baik, dia
malah pilih mantan istri yang udah bikin keluarganya bangkrut!” sahut Andre. Ia
benar-benar tidak ingin bernegosiasi dengan siapa pun dan keukeuh dengan
keputusannya sendiri. Ia langsung melangkah pergi meninggalkan Nia begitu saja.
Nia terduduk lemas sambil
terisak. Baru saja puteranya masuk ke rumah,
duduk saja belum, suaminya malah membiarkan Nanda keluar lagi di rumah
itu. “Mas, kamu tega banget sama anak sendiri. Nanda itu anak kita
satu-satunya. Kenapa kamu usir dia lagi?” serunya histeris. “NAN, JANGAN
TINGGALIN MAMA LAGI!” seru Nia sekuat tenaga. Tapi suaranya tetap saja tidak
terdengar oleh Andre, sebab tercekat di tenggorokan dan nyaris tak terdengar.
“Ibu ...!” Asisten rumah tangga
yang ada di sana langsung berlari menghampiri tubuh Nia yang tergeletak di
lantai. “BAPAK ...! IBU PINGSAN!”
Andre yang baru menaiki anak
tangga menuju ke kamar, langsung berbalik dan berlari menghampiri istrinya.
“Nia ...!” panggilnya sembari menepuk lembut pipi wanita itu.
“Pak, akhir-akhir ini ibu
sering sakit. Dia tidak bisa tertekan dan setress. Mungkin, dia rindu dengan
Mas Nanda,” tutur asisten rumah tangga itu sambil menatap wajah Andre.
Andre menghela napas. Ia segera
mengangkat tubuh Nia dan membawanya ke rumah sakit.
Sementara itu ...
Nanda terus menginjak pedal gas
mobilnya, mengikuti taksi yang membawa tubuh Ayu pergi. Ia terus men-dial nomor
ponsel wanita itu, tapi Ayu tetap saja tak menjawab panggilan darinya.
“Ay, berhenti, dong!” pinta
Nanda sambil menatap mobil taksi yang berada di depannya. Jalanan yang terlalu
padat, membuatnya kesulitan untuk mengejar taksi yang dinaiki Ayu.
Begitu sampai di lampu merah
dan taksi yang ditumpangi Ayu berhenti. Nanda langsung keluar dari dalam mobil
begitu saja dan menghampiri taksi yang ada di sana.
“Ay, buka pintunya!” pinta
Nanda sambil mengetuk kaca pintu taksi tersebut.
Ayu tersenyum menatap Nanda
dengan berlinang air mata. Mungkin, Tuhan memang tidak menggariskan takdir
jodohnya dengan Nanda. Sekuat apa pun ia melawan orang-orang di sekitarnya,
tetap saja tidak bisa membuat ia dan Nanda bersatu.
“Pak, buka pintunya! Istri saya
di dalam! Kalau Bapak tetap nggak mau buka, saya akan lapor polisi karena bapak
menculik istri saya!” seru Nanda pada supir taksi yang membawa Ayu.
“Mbak, sebaiknya Mbak keluar
dari taksi saya. Saya tidak mau kena masalah,” pinta supir taksi tersebut.
Ayu menghela napas. Ia
mengulurkan beberapa lembar uang kepada supir taksi tersebut dan bergegas
keluar.
Nanda langsung tersenyum lebar
begitu melihat Ayu keluar dari taksi. Ia menghampiri wanita itu dan memeluknya
begitu erat. “Ay, jangan pergi lagi dari aku! Aku nggak bisa hidup tanpa kamu.
Kalau kamu cinta sama aku, kamu pasti mau bertahan di sisiku. Aku yakin, Papa
Andre akan bersikap baik lagi ke kamu kalau kamu mau bersikap baik juga ke
dia.”
Ayu menghela napas sambil
membalas pelukan Nanda. “Aku juga nggak mau pergi dari kamu. Tapi ... kalau aku
di sisimu, aku akan selalu menyakiti kamu, Nan.”
Nanda menggelengkan kepala
sambil memeluk tubuh Ayu. “Aku akan sakit kalau kamu nggak ada di sisiku,”
bisiknya.
Tiin ... tiin ... tiin ...!
Suara klakson kendaraan
tiba-tiba terdengar riuh saat lampu lalu lintas kembali berubah menjadi warna
hijau. Sedangkan Ayu dan Nanda, asyik berpelukan di tengah jalan dan mengganggu
lalu lintas semua kendaraan di sana.
Ayu dan Nanda tertawa kecil
sambil melepas pelukan mereka.
“Ayo, ikut aku! Kita tunjukan
kalau kita bisa bahagia dan menjadi orang yang lebih baik tanpa Papa!” ajak
Nanda sambil menggenggam pergelangan tangan Ayu dan membawanya masuk ke dalam
mobil.