Nanda melangkahkan kakinya
bersama Karina sembari memegang konsep bisnis yang ada di tangannya. Ia tahu,
tanpa bantuan dari Karina, ia tidak akan bisa melakukan hal seperti ini. Andai
saja Roro Ayu tidak mendapatkan hukuman, ia pasti lebih memilih wanita itu
untuk berada di sisinya dalam keadaan apa pun.
“Ay, hari ini hukumanmu
selesai. Kamu pasti baik-baik aja di sana. Tunggu aku seminggu lagi! Aku akan
datang menjemputmu,” batin Nanda sembari tersenyum manis mengingat wajah manis
Ayu yang selalu mengisi hari-harinya.
“Nan ...!” panggil Karina sambil menjentikkan
jemarinya di hadapan Nanda.
“Eh!?” Lamunan Nanda terbuyar
begitu Karina memanggil namanya.
“Ngelamunin apaan, si?” tanya
Karina sambil menatap wajah Nanda. “Dari tadi dipanggilin nggak denger.”
Nanda tersenyum sambil menatap
wajah Karina. “Lagi mikir aja,” jawabnya. Ia mengedarkan pandangannya ke
seluruh lantai mall tersebut. Galaxy Mall adalah salah satu property dan usaha
milik sahabat papanya.
Jika ia mau, ia bisa saja
meminta bantuan sang papa untuk mendapatkan kerjasama dengan Galaxy. Tapi ia
tidak ingin melakukannya. Kali ini, ia ingin berusaha dengan tangannya sendiri
meski masih ada bantuan Karina di sana. Tak bisa dipungkiri kalau dihidup ini
... ia tidak akan bisa hidup seorang diri.
“Nan, lihat produk ini!” tutur Karina
sambil menunjukkan beberapa sample produk yang sudah ia pilih. “Catet deh
kelebihan dan kekurangan tiap produk. Kita cari lagi produk yang sama!” ajak
Karina lagi.
Nanda mengangguk sambil
tersenyum. “Aku kerjain di kantor aja untuk review produknya. Harus aku cobain
dulu juga ‘kan?”
Karina mengangguk-anggukkan
kepala sambil mengendus aroma sabun mandi yang baru ia ambil di tangannya.
Untuk proposal bisnis kali ini, Nanda memilih untuk memproduksi berbagai bahan
kebutuhan sehari-sehari dan produk pertama yang akan mereka kerjakan adalah
sabun mandi. Ia juga tidak tahu mengapa pria ini memilih produk sabun mandi.
Padahal, sudah ada banyak perusahaan yang memproduksi produk yang sama. Mau
tidak mau, mereka harus melakukan riset untuk produk sabun yang sudah beredar
di pasaran.
“Nan, kenapa kamu pilih bisnis
sabun mandi, sih?” tanya Karina sambil memilih semua produk sabun lain yang ada
di rak di hadapannya.
“Karena semua orang pakai
produk ini setiap hari,” jawab Nanda santai.
“Kalau gitu konsepnya, apa
proposal bisnismu bisa diterima? Beras juga semua orang makan setiap hari,
Nan.”
“Beras masih bisa digantikan
sama bahan pokok lain. Gandum, ubi, kentang dan lain-lain,” jawab Nanda santai
sambil membantu membawa trolly belanjaan mereka. “Kalau orang mandi, sabun
mandinya bisa diganti sama yang lain?”
“Bisa. Pakai shampoo buat di
badan, hahaha.” Karina tergelak sambil membayangkan dirinya sendiri mandi
menggunakan shampoo di tubuhnya.
“Kenapa ketawa? Kamu pernah
sabunan pakai shampoo gitu?” tanya Nanda sambil ikut tertawa.
“Pernah. Waktu aku SMP dan ikut
kegiatan pencinta alam. Aku lupa bawa sabun, Nan. Mandinya di sungai gitu,
terus posisiku udah basahan dan cuma ada shampoo doang. Goblok ‘kan?”
“Hahaha.” Nanda tergelak sambil
mengacak rambut Karina. “Aku nggak nyangka kalau kamu bisa sekonyol itu.”
Karina ikut terkekeh. “Udah,
deh. Nggak usah bercanda terus! Kita cepet balik ke kantor kamu dan kelarin
proposal secepatnya. Deadline kita cuma satu minggu, loh.”
Nanda mengangguk sambil
tersenyum manis. Ia merangkul pundak Karina sembari melangkah menuju kasir.
“Thank’s, ya! Kamu udah mau jadi temen terbaik di saat aku terpuruk,” ucapnya.
Karina mengangguk sambil
tersenyum. “Kalau nggak bisa dicintai sebagai istri, masih bisa dicintai
sebagai sahabat ‘kan?”
Nanda mengangguk sambil
tersenyum.
“Sarangheo ...!” ucap Karina
sembari membentuk jari tangannya menyerupai simbol cinta. “Sebagai sahabat.
Ingat! Harus carikan aku jodoh yang jauh lebih baik dari kamu. Supaya aku punya
alasan yang tepat buat batalin perjodohan kita.”
“Kamu mau jodoh yang gimana?”
tanya Nanda sambil menatap wajah Karina. Ia sudah menganggap Karina seperti
adiknya sendiri dan ia lebih nyaman bersamanya dengan cara seperti ini.
“Mmh ... yang ganteng, pinter,
dewasa dan sayang sama aku,” jawab Karina sambil tersenyum lebar.
“Gampanglah. Di mall ini juga
banyak. Lihat, tuh!” ucap Nanda sambil menunjuk ke arah salah satu staff toko
tersebut.
Karina langsung mengerutkan
wajahnya. “Nggak SPB juga kali, Nan.”
“Kamu nggak cari yang kaya
‘kan?”
“Nggak. Tapi nggak di bawah
standar juga!” seru Karina kesal.
“Hahaha.” Nanda tergelak. Ia
dan Karina terus bercanda dan segera keluar dari toko tersebut untuk mengurus
bisnis mereka.
Di sudut lain ... air mata Ayu
jatuh berderai ketika melihat Nanda terlihat mesra dan bahagia bersama wanita
lain. Hari ini adalah hari di mana ia menyelesaikan penebusan dosa dan ia
sengaja datang ke Surabaya untuk memberi Nanda kejutan. Tak disangka, ia akan
bertemu dengan pria itu ketika ia sedang memilih beberapa barang yang akan ia
bawakan untuk Nanda.
“Nan, sebenarnya kamu cinta
sama aku atau nggak?” lirih Ayu dengan derai air mata. “Kenapa kamu masih jalan
sama cewek lain di belakangku?”
“Ndoro Puteri ...!”
Ayu langsung menoleh ke arah
pelayan keraton yang ikut bersamanya. “Jangan panggil aku seperti itu! Panggil
Mbak Ayu saja!” pintanya.
Pelayan itu mengangguk. “Sudah
selesai belanjanya?”
Ayu tersenyum dan meletakkan tumbler
couple di tangannya ke rak semula. Tadinya, ia sudah memilih tumbler itu untuk
ia berikan pada Nanda. Tapi, ia memilih mengurungkan niatnya setelah melihat
apa yang terjadi di depan matanya.
“Mbak, kita kembali ke Solo
aja, ya!” pinta Ayu sambil melangkah tak bersemangat. Air matanya terus menetes
dan tidak bisa ia hentikan dengan mudah.
“Eh!? Kita baru sampai di kota
ini. Katanya, mau kasih surprise buat Mas Nanda?” tanya pelayan itu.
Ayu menggeleng. “Nggak jadi,
Mbak. Dia baru aja ngirim pesan kalau dia lagi sibuk dan nggak ada di kota ini.
Salahku yang nggak kasih kabar dia lebih dulu.”
“Mbak Ayu nggak usah berbohong.
Tadi aku lihat Mas Nanda sama ...?” Pelayan itu menatap wajah Ayu dengan
perasaan tak karuan.
Ayu tersenyum sambil mengusap
air matanya. “Anggap aja kita nggak lihat apa-apa.”
Pelayan itu mengangguk. “Sri
boleh peluk Ndoro Puteri?”
Ayu mengangguk dan langsung
memeluk tubuh pelayannya itu. “Hiks ... hiks ... hiks ...!” Tangisnya langsung
pecah begitu saja.
“Sabar, ya! Hati manusia memang
mudah berubah-ubah. Kalau nanti dia datang lagi ke keraton, Sri yang akan kasih
pelajaran untuk dia! Sri nggak akan biarkan dia bikin Ndoro Puteri nangis
lagi,” ucap pelayan itu penuh semangat.
Ayu menggeleng sembari
mengeratkan pelukannya. “Nggak perlu, Mbak Sri. Kamu nggak perlu melakukan apa
pun untuk Ayu. Ayu baik-baik aja. Ayu baik-baik aja, kok.”
Pelayan bernama Sri itu
langsung memeluk erat tubuh Ayu. Ia berusaha menghibur majikannya itu dan
membawanya kembali ke Solo. Rumah yang mungkin kejam bagi orang lain, tapi
tetap nyaman bagi Ayu karena di sana ... tidak ada orang yang akan menyakitinya
dan membuatnya menangis sesenggukan seperti ini.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Salah paham adalah hal yang
wajib untuk menguji cinta sejati.
So, biarkan dulu Ayu salah
paham. Biar bikin Nanda makin uring-uringan. Wkwkwk