Ayu mengerjapkan mata perlahan
saat ia mendengar kumandang adzan subuh dari masjid yang berada di komplek
perumahannya. Ia membuka mata dan mengangkat tubuhnya perlahan.
“Nan, sholat subuh!” pinta Ayu
sambil meraba kasur di sebelahnya. Namun, ia
menemukan ranjang itu kosong. Ayu menoleh ke kasur itu sejenak dan
mengedarkan pandangannya. Ia langsung turun dari ranjang dan memeriksa suaminya
itu ke kamar mandi.
“Dia ke mana pagi-pagi gini?
Tumben banget? Nggak ngantor ‘kan?” gumam Ayu. Rasa penasarannya bercampur
khawatir, bergelayut di dalam dadanya. Ia bergegas keluar dari kamar sambil
terus memanggil nama suaminya itu.
“Hhh ... hhh ... hhh ...” Ayu
berusaha menarik napas sambil memegangi pinggangnya yang terasa sangat pegal
setelah mengelilingi rumahnya. Ia tidak bisa melihat sosok Nanda di rumah itu.
Namun, mobil pribadinya masih terparkir baik di carport dan semua pintu rumah
terkunci dengan rapat.
“Kamu ke mana, sih? Nggak
diculik orang ‘kan? Masa iya ada orang yang bisa nyulik kamu?” tanya Ayu sambil
melangkah masuk ke dalam kamar. Ia menghampiri nakas dan meraih ponsel
miliknya.
Ayu mengernyitkan dahi saat
melihat belasan panggilan tak terjawab dari Sonny. “What happen?” gumamnya.
“Apa Nanda lagi sama Sonny?” Ia langsung men-dial nomor ponsel Sonny, tapi tak
kunjung mendapatkan jawaban.
“Ada apa, Son?” Ayu akhirnya
mengirimkan pesan singkat ke nomor kontak Sonny. Ia akhirnya memilih untuk
menelepon mama mertuanya. Namun, Nanda juga tidak ada di rumah itu.
TING!
Ayu langsung melihat pop-up
notifikasi dari akun LinkedIn miliknya. “Ayu, ini Arlita. Kamu blokir nomorku?
Bisa ke rumah sakit, sekarang? Nanda harus dioperasi dan aku nggak punya uang
buat bayar biaya operasi dia. Jangan kasih tahu keluarga dia dan keluarga kamu
dulu, ya!”
Ponsel yang ada di tangan Ayu,
langsung meluncur ke lantai begitu saja. “Na-nanda lagi sama Lita?” ucapnya
lirih dengan tubuh gemetaran. Detik berikutnya, ia berusaha menguatkan diri dan
menjaga kesadarannya.
Ayu melangkah perlahan menuju
lemari pakaiannya, meraih sweeter tebal warna peach dan memakainya. Ia segera
mengambil ponselnya yang terjatuh ke lantai, mengambil dompet dan memasukkan ke
dalam tas tangannya. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, ia langsung bergegas
keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil.
Ayu terdiam sejenak saat setir
mobilnya menempel ke perutnya yang sudah membesar. Ia mencoba menggeser mundur
kursi yang ia duduki, tapi macet. “Ini gimana? Kenapa deket banget sama setir?”
gumamnya sambil menggerakkan setirnya perlahan. Ia berusaha keras menjaga
keseimbangannya. Membawa mobil itu perlahan hingga ia sampai ke salah satu
rumah sakit yang sudah diberitahukan Arlita lewat pesan singkat.
Setelah memarkirkan mobilnya
dengan baik, Ayu langsung melangkah masuk ke dalam pintu IGD. Ia menghampiri
Arlita yang duduk di ruang tunggu.
“Di mana suamiku?” tanya Ayu
dingin.
Arlita langsung mengangkat
wajahnya dan bangkit dari kursi. “Dia di dalam, Yu. Kata dokter, dia harus secepatnya
dioperasi. Tapi, limit kartu kredit dia nggak cukup buat bayar uang mukanya,”
ucap Arlita sambil menyodorkan kartu kredit Nanda ke hadapan Ayu.
Ayu langsung menyambar kasar
kartu dari tangan Arlita. “Harusnya kamu sadar kalau kamu itu nggak berguna
buat Nanda! Buat apa masih berhubungan sama dia di belakangku!?”
Arlita menitikan air mata
sambil menatap wajah Ayu. “Yu, kamu tahu kalau aku dan Nanda udah pacaran
selama bertahun-tahun. Kami masih saling mencintai, Yu. Bolehkah aku tetap di
sisi dia, Yu?” pintanya.
“Pikirkan dulu apa gunamu di
sisi dia! Kalau cuma buat puasin nafsu doang, semua orang juga bisa!” sahut Ayu
kesal sambil melangkah memasuki pintu utama ruang IGD. “Oh ya, satu lagi. Aku
nggak akan membiarkan ada dua mama untuk anakku! Aku nggak cinta sama Nanda,
tapi aku butuh dia untuk anak kami. Aku diam bukan berarti lemah, Lit. Aku udah
kasih kesempatan kamu supaya berubah dan ninggalin Nanda. Kalau kamu masih
keukeuh main gila sama suami orang, aku bakal hancurkan hidupmu perlahan!”
ancam Ayu sambil masuk ke dalam pintu tersebut dengan langkah pasti.
“Kamu yang ngerebut dia dari
aku, Yu! Harusnya aku yang marah!” seru Arlita. Ia menarik napas dalam-dalam
sambil menahan kekesalan di dalam hatinya. Sejak ia diusir keluar dari
apartemen Nanda, kebenciannya terhadap Ayu semakin menjadi-jadi. “Aku pasti
rebut Nanda lagi dari kamu!”
Ayu langsung melangkah
menghampiri meja resepsionis yang ada di ruang IGD tersebut. “Mbak, saya istri
dari pasien atas nama Ananda Putera Perdanakusuma,” ucap Ayu sambil menyodorkan
copy dokumen kartu keluarga dan kartu identitas milik Nanda.
“Ananda Putera Perdanakusuma.
Pasien yang harus operasi di bagian penisnya ya? Ini tagihannya! Setelah
dibayar, barulah bisa dilakukan tindakan oleh dokter,” ucap perawat yang bertugas
di meja resepsionis dan kasir.
“Operasi apa, Sus?” Mata Ayu
nyaris terbelalak mendengar ucapan dari perawat itu.
“Operasi penis, Bu. Penisnya
hancur karena terlibat perkelahian dengan temannya sendiri. Untuk lebih
jelasnya, silakan tanyakan ke polisi itu!”
Ayu langsung memutar kepala
menatap dua pria berseragam polisi yang terlihat sedang berbincang serius. Ia
menatap tagihan yang ada di tangannya dan harus segera membayar untuk
menyelamatkan suaminya.
“Aaargh ...!” Suara Nanda
terdengar menggema ke semua ruangan itu. Ayu langsung berlari ke arah sumber
suara dan membuka tirai yang menutupi salah satu ranjang pasien di sudut
ruangan.
“Na-Nanda ...!?” Mulut Ayu
terbuka lebar saat melihat alat kelamin milik Nanda sudah dipenuhi darah. Juga
wajah tampannya yang sudah babak belur.
“Maaf, Bu ...! Anda siapa?”
“Saya istrinya, Suster.”
“Tagihan untuk operasi sudah
dibayar?”
Ayu terdiam sambil menatap
kertas tagihan di tangannya.
“Cepat dibayar supaya dokter
bisa segera melakukan operasi!” pinta perawat yang ada di sana.
“Ayu, tolong! Sakit banget!”
pinta Nanda sambil berusaha meraih lengan Ayu. “Aku udah kasih kartuku ke Lita
dan dia belum bayarin tagihanku sampai sekarang. Aku sakit, Yu!” rintihnya.
Ayu menghela napas. “Limit
kartu kredit kamu udah habis, Nan. Kamu terlalu banyak menggunakan uangmu buat
menyenangkan wanita itu. Sekarang, kamu butuh uang cash delapan ratus juta
untuk operasi. Bisa dapet dari mana? Aku minta sama Oom Andre?”
“Jangan kasih tahu papa, Ay!
Please ...!” pinta Nanda sambil menatap nanar ke arah Ayu.
“Kami akan kasih anastesi dulu,
Bu. Tolong segera lakukan pembayaran!” pinta perawat yang ada di sana. Ia tidak
tahan mendengar Nanda yang terus berteriak kesakitan ketika anestesi yang
mereka suntikan sudah habis.
“Nggak usah dianastesi, Suster.
Dia kuat, kok. Cowok kayak dia, nggak butuh anastesi,” pinta Ayu. Meski
kasihan, ia sangat kesal dengan Nanda yang masih diam-diam punya hubungan
dengan Arlita.
“Ay, kamu ...!?” Nanda
menggigit bibirnya, menahan rasa nyeri di bagian alat vitalnya.
“Aku bayar biaya operasi kamu
dulu. Baik-baik di sini, ya! Harus kuat, dong! Bentar lagi jadi papa,” pinta
Ayu. Ia tersenyum manis sambil menepuk pipi Nanda, kemudian bergegas pergi
untuk melunasi tagihan rumah sakit agar Nanda bisa segera diselamatkan.
Setelah selesai membayar
tagihannya, Ayu langsung bernapas lega. Ia tidak lagi peduli dengan uang
tabungannya yang terkuras habis. Ia harap, kejadian ini bisa membuat Nanda
berubah menjadi pria yang baik dan bertanggung jawab.
Ayu mengedarkan pandangannya.
Ia langsung menghampiri dua orang polisi yang ada di sana. “Pak, saya boleh
tahu ... apa yang sebenarnya terjadi sama suami saya?” tanya Ayu.
Dua orang polisi itu langsung
menoleh ke arah Ayu. “Suaminya yang mana?”
“Yang dari tadi teriak-teriak
kesakitan karena itunya luka,” jawab Ayu dengan nada malu-malu.
“Oh itu ... gini, Mbak ...!”
Dua orang polisi itu langsung menceritakan kronologi kejadian dari versi Arlita
dan Sonny. Mereka juga mengatakan kalau telah menahan Sonny untuk dimintai
keterangan karena kasus perkelahian tersebut.
Ayu menghela napas kecewa. Yang
ia tahu, Sonny tidak pernah marah sampai seperti ini. Jika dia sampai memukul
Nanda, itu artinya kesalahan Nanda memang tidak termaafkan. Mungkinkah Sonny
tahu kalau selama ini Nanda tidak pernah memperlakukannya sebagai istri dengan
baik?
“Son, kamu boleh marah. Tapi
tidak dengan menghancurkan dirimu sendiri seperti ini,” tutur Ayu dalam hati.
Ia bergegas melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit. Ia berniat menjenguk
Sonny yang sudah ditahan pihak kepolisian Reserse Kriminal kota Surabaya
sembari menunggu Nanda yang masih harus menjalani operasi selama beberapa jam
ke depan.
“Son, why you so stupid!”
((Bersambung...))