Kamis, 20 Juni 2019 adalah sebuah perjalanan yang patut untuk aku abadikan dalam hidupku.
Pukul 04.00 pagi aku sudah bersiap untuk berangkat ke kantor Dispora Kab. Kukar. Awalnya Pak Kades sepakat berangkat usai sholat subuh, tapi sampa jam 05.30 WITA belum juga datang menjemputku. Ternyata, beliau masih menunggu salah satu staff desa yang awalnya tidak mau ikut berangkat ke Tenggarong. Alhasil, aku berangkat dari rumah hampir jam setengah 6. Untungnya pihak Dispora memberikan kompensasi waktu atas ketidakdisiplinanku. Terlebih lagi, Pak Kades salah alamat, beliau membawaku ke kantor Dispora lama, sementara kantor Dispora sudah pindah ke wilayah Stadion Aji Imbut.
Pertama kali aku masuk kota tenggarong, aku sedikit tercengang karena ada beberapa bangunan yang aku lihat tidak selesai dikerjakan alias mangkrak. Padahal, ada beberapa taman kota yang konsepnya terlihat sangat menarik.
Aku juga tercengang ketika masuk ke stadion Aji Imbut yang terkenal sebagai stadion termahal versi
6 Stadion Termahal di Asia Tenggara. Sebelum masuk ke sini, yang terlintas di pikiranku adalah sebuah stadion dengan berbagai fasilitas lengkap, baik dan ramai pengunjung. Aku membayangkan stadion ini seperti supermarket atau Bandara Internasional. Eh, ternyata sangat jauh dari yang aku bayangkan. Stadion ini seperti bangunan mati. Hampir semua bangunannya terlihat tidak pernah tersentuh aktivitas manusia. Pantas saja kalau Mitra Kukar tak mau lagi memakai stadion ini sebagai rumah latihan mereka. Padahal, bangunan di sini termasuk bangunan yang lengkap. Tapi, entah kenapa tidak terawat sama sekali dan ini sangat disayangkan. Terlebih lagi bagi orang dari kampung sepertiku, melihat bangunan sebesar ini terbengkalai begitu saja.
Apakah APBD tidak cukup untuk membiayai perawatan gedung sebesar ini? Lalu, pemerintah diam saja dan membiarkan bangunan ini mangkrak. Sepertinya gedung ini hanya akan diperbaiki dan dipoles menjelang laga nasional atau internasional. Kalau melihat kondisinya, miris sekali. Padahal, bisa saja pemerintah membuat sekolah di dalamnya supaya aktivitas di stadion ini bisa hidup daripada dibiarkan mangkrak, hanya membuat kondisi gedung rapuh termakan cuaca.
Yah, itulah pengalaman pertama kali aku masuk ke Stadion Aji Imbut. Aku merasa payah karena aku tidak bisa melakukan apa-apa. Rasanya hati ini sudah nggak sabar pengen cabutin rumput kalau melihat rumput yang sudah meninggi di taman stadion tersebut. Tapi, memang begitulah kondisinya. Orang yang setiap hari ada di dalamnya saja mungkin tidak akan bisa merawat stadion sebesar itu hanya dengan tenaga beberapa orang.
Bukan hanya bangunan luar, tapi ruangan di dalamnya juga terlihat tidak begitu terawat. Saat aku baru sampai, aku langsung pamit ke kamar kecil dan ... kalau nggak kebelet banget karena udah 2 jam menahan pipis di dalam mobil, aku nggak bakal mau masuk ke toilet. Tak perlu aku gambarkan kondisinya seperti apa. Aku hanya berharap di sini ada sekolah, ada banyak murid-murid nakal yang dihukum membersihkan seluruh toilet yang ada di stadion ini supaya toiletnya layak untuk digunakan.
Oke, cukup di sini kesan pertama aku masuk ke stadion Aji Imbut. Kalau mau bahas kekurangannya, tulisanku tidak akan selesai dalam waktu seminggu.
Aku mau cerita soal pengalaman presentasi Pemuda Pelopor yang aku jalani di sana. Alhamdulillah, presentasi berjalan dengan baik. Komentar juri ada yang positif dan ada yang negatif. Positifnya, saya mendapat ilmu baru dan bisa memperbaiki kekurangan saya ke depannya. Negatifnya, ada kritik juri yang benar-benar menjatuhkan mental saya. Karena apa? Mungkin cukup aku yang tau bagaimana mentalku begitu jatuh ketika juri menyampaikan kritik sembari tersenyum sinis. It's oke ... apa yang aku lakukan mungkin tidak sesuai dengan harapan mereka. Tapi, yang aku lakukan selama ini bukan untuk pemerintah, aku melakukannya untuk masyarakat. Selama masyarakat di sekitar memberikan dukungan positif, artinya aku tidak boleh berhenti melangkah.
Ini pertama kalinya aku mengikuti seleksi dan memang mengerjakan presentasinya seorang diri tanpa pendampingan. Sehingga, aku hanya berpikir bagaiamana cara menyampaikan presentasi hanya dalam waktu maksimal 15 menit. Aku hanya menampilkan penjelasan-penjelasan secara deskriptif dan itu adalah salah satu kesalahanku.
It's oke ... apa pun hasilnya nanti, aku yakin kalau juri melakukannya untuk mendapatkan yang terbaik. Dan ini menjadi sebuah pengalaman yang berharga bagiku. Terlebih aku bisa bertemu dengan Pak Ahmad Junaidi dan foto bersama beliau. Hal yang selama ini sulit aku lakukan karena setiap kali bertemu dengan beliau di dalam sebuah acara di mana aku tidak mungkin mengakrabkan diri. Walau aku tahu beliau tidak pernah keberatan bila aku menyapa, tapi aku selalu menjaga posisiku sebagai perempuan dan masyarakat biasa. Ada saatnya aku bertegur sapa dan diskusi, ada saatnya aku tidak mengganggu acara inti beliau.
Terima kasih untuk Kepala Desa Beringin Agung, Bapak Zazuli, S.Pd.I dan Eks. Camat Samboja, Bapak Ahmad Junaidi yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada kami, Saya dan Adi Saputera, perwakilan dari Samboja untuk mengikuti seleksi Pemilihan Pemuda Pelopor di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Semoga apa yang saya lakukan bisa memberikan banyak manfaat untuk masyarakat.