[Pixabay] |
Clue : Cinta Dua Dunia dari Mba Nur Halifah
Hari ini Megan masuk sekolah seperti biasanya. Tubuhnya sedikit lelah karena harus membantu membereskan rumah Ayura, sepupunya yang baru saja merayakan ulang tahun yang ke-17.
Megan meregangkan otot-ototnya usai menjatuhkan diri ke kursi. Sepertinya hari ini akan diawali dengan pelajaran yang cukup melelahkan. Guru matematika baru saja masuk ke kelas dan membuat tubuh Megan terasa semakin sakit. Ia tidak suka pelajaran matematika, berhitung adalah hal yang paling ia hindari. Tapi ia tetap harus mengikuti jam pelajaran agar tidak mendapat angka merah.
"Hai ...!" Wajah cowok tampan itu berkelebat di depan mata Megan. Ia terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Cowok berkulit putih pucat itu berjongkok tepat di depan mejanya.
"Kamu ngapain di sini?" bisik Megan.
"Aku mau bantu kamu ngerjain soal Matematika. Kamu kesulitan, kan?" Cowok itu tersenyum penuh arti menatap Megan.
Ayura menyenggol lengan Megan. Bulu kuduknya merinding setiap kali melihat tingkah aneh sepupunya itu. Ia tahu, Megan memang bisa melihat makhluk astral. Setiap kali melihat Megan berbicara dengan angin, ia sudah tahu kalau Megan sedang berbicara dengan makhluk yang tidak terlihat. Hal ini yang sering membuat Ayura ketakutan, terutama di malam hari. Ia lebih memilih untuk tidak jalan dengan Megan. Ia tidak siap melihat Megan berbicara dengan makhluk-makhluk astral itu.
Megan menoleh ke arah Ayura yang wajahnya memucat. Ia sadar kalau Ayura pasti ketakutan.
"Tenang ... dia baik, kok," bisik Megan, membuat Ayura mengedikkan bahunya. Ayura tetap saja tidak suka harus bersinggungan langsung dengan makhluk astral itu. Sebenarnya dia sudah terbiasa dengan sikap Megan, ia sudah mengenalnya sejak kecil.
"Apa dia cowok logaritma yang kamu ceritain?" bisik Ayura penasaran.
Megan menganggukkan kepalanya perlahan.
Megan mengenal Ahua, si cowok logaritma yang dimaksud Ayura. Gelar cowok logaritma itu tersemat karena Ahua adalah cowok yang jago Matematika dan Fisika. Ahua meninggal dunia di dalam kelas karena penyakit asmanya kambuh dan tidak dapat ditolong. Sejak itu, arwahnya masih gentayangan karena keluarganya masih belum mengikhlaskan kepergiannya yang tiba-tiba. Ibunya masih terus dirundung kesedihan karena Ahua adalah anak satu-satunya.
Hampir semua murid di sekolah mengenal Ahua, cowok cerdas yang sering mengikuti olimpiade Fisika dan Matematika. Seluruh sekolah juga mengetahui bagaimana Ahua meninggal dunia. Hanya saja, tak ada yang tahu kalau Ahua masih berada di sekolah hingga saat ini. Hanya Megan yang bisa melihat dan berkomunikasi dengan Ahua.
Sejak Ahua mengetahui kalau Megan bisa melihat, mendengar bahkan berkomunikasi dengannya, Ahua terus-menerus hadir di dalam hari-hari Megan. Ia sering muncul tiba-tiba terutama di saat Megan terlihat sedang berpikir keras seperti saat menghadapi pelajaran Matematika.
Ahua ingin agar Megan bisa menjadi penolongnya untuk melepaskan diri dari jerat kepiluan ibunya.
Agar ia bisa beristirahat dengan damai di tempat yang seharusnya.
Ahua tak menyerah begitu saja meski Megan selalu menolak untuk menolongnya. Ia terus mengikuti ke mana pun Megan pergi. Semakin hari membuat Megan semakin muak, banyak mata yang mulai curiga dengan sikap Megan yang sering berbicara sendiri. Tak ada yang tahu kalau Megan adalah anak Indigo kecuali Ayura.
"Sampe kapan kamu bakalan ngikutin aku terus?" sentak Megan saat ia berada di koridor sekolah yang mengarah ke kantin.
"Sampe kamu bisa bantu aku. Please!" Ahua menyatukan kedua telapak tangannya, memohon kepada Megan agar mau membantunya.
"Aku nggak bisa."
"Bisa."
"Enggak ...!"
"Bisa!"
"Gak! Aku gak mau!" teriak Megan. Semua mata tertuju kepadanya karena Megan terlihat berbicara seorang diri.
"Aneh!" celetuk murid-murid yang kebetulan lewat.
"Mungkin dia depresi abis putus dari pacarnya," sahut yang lain dan diikuti gelak tawa.
Megan mengerucutkan bibirnya karena kesal dengan Ahua yang membuatnya tidak bisa mengontrol emosi. Di saat ia diejek teman-temannya, Ahua justru cekikan di hadapannya.
"Gimana? Mau bantu aku, kan?" Ahua tersenyum sambil melirik ke arah murid-murid yang mengejek Megan.
"Oke. Pulang sekolah aku ke rumah kamu." Megan menyerah untuk menolak permintaan Ahua, si hantu ganteng dan cerdas yang super duper jahil.
***
Sepulang sekolah, Megan memenuhi janjinya mengunjungi kedua orang tua Ahua. Ahua menunjukkan jalan dengan cukup baik dan dia tidak berhenti bercerita sampai Megan berada tepat di depan rumahnya.Megan sudah yakin, kalau keluarga Ahua tidak akan percaya dengan apa yang akan dia katakan. Dan itu benar terjadi. Ini tidak hanya membuat Megan kesal, tapi juga membuat Ahua semakin sedih.
Ahua menangis sejadi-jadinya di sudut kamar Megan. Entah apa yang membuat hantu itu mengikuti Megan sampai ke rumahnya. Terlebih ia saat ini justru menangis dan membuat Megan kebingungan.
"Kamu itu cowok, kenapa nangis sih?" celetuk Megan.
"Siapa yang bisa nolongin aku? Nggak ada lagi. Aku bakal gentayangan terus." Ahua semakin terisak.
"Aku bakal nolong kamu. Please, jangan nangis! Aku pusing denger suara kamu nangis terus."
"Seriusan? Tapi, gimana caranya?"
"Aku akan coba terus sampai mereka percaya."
Ahua menghentikan tangisnya dan tersenyum bahagia. "Makasiiih ...!" Ia memeluk Megan, tapi ia sadar kalau dia tidak bisa menyentuh Megan dengan sempurna.
Megan merasakan sekujur tubuhnya dingin karena tubuh Ahua menyelimuti tubuhnya. Baru kali ini ia merasakan dipeluk oleh makhluk astral. Tak bisakah ia menjadi manusia normal seperti yang lainnya? Dipeluk oleh pacar sungguhan, hmm ....
Sejak hari itu, Megan selalu berusaha menyakinkan keluarga Ahua kalau ia bisa melihat arwah Ahua masih berada di bumi, sebab kesedihan ibunya tidak bisa membuatnya pergi ke tempat yang seharusnya.
Penolakan demi penolakan sudah ia lalui. Namun, Megan tidak akan menyerah sampai ia bisa membuat keluarga Ahua percaya kalau dia bukan cewek gila yang sedang berhalusinasi.
"Kamu belum punya pacar?" tanya Ahua saat Megan sedang serius mengerjakan PR Matematika di kamarnya.
"Kenapa?"
"Aku nggak pernah lihat kamu jalan sama cowok."
"Apa kamu nggak sadar kalau setiap hari kita jalan bareng? Bahkan kamu keluar masuk ke kamarku tanpa izin," jawab Megan ngasal. Ia kembali fokus pada angka-angka yang membuatnya pusing.
"Oh ... jadi, itu pacaran?"
"Bukan itu maksudku. Tadi kamu bilang nggak pernah lihat aku jalan sama cowok, kan? Bukan pertanyaan pacarnya," dengus Megan kesal.
Ahua cekikikan di sisinya. Megan semakin kesal. Ia melempar cowok itu dengan pena tapi hanya menembus tubuhnya. Membuat Ahua semakin tertawa.
"Pergi dari sini! Aku pusing banyak tugas. Apa kamu nggak bisa bikin aku tenang?"
"Kenapa aku harus pergi? Sini aku bantu!" Ahua mendekatkan wajahnya tepat bersebelahan dengan wajah Megan. Megan bisa merasakan hawa dingin yang menyentuh pipinya, sebab pipi mereka sebenarnya bertemu, hanya tak bisa bersentuhan layaknya manusia biasa.
Dengan penuh kelembutan, Ahua memandu Megan agar bisa mengerjakan tugas Matematikanya dengan baik. Ini bukan pertama kali ia membantu Megan. Sudah sering ia melakukannya dan membuat Megan mulai ketergantungan dengan cowok itu.
"Apa dulu kamu juga punya pacar?" Giliran Megan yang mengajukan pertanyaan pada Ahua.
Ahua menggelengkan kepalanya. "Aku terlalu sibuk mencintai angka-angka. Sampai aku lupa, kalau masa-masa remaja seharusnya aku isi juga dengan kisah-kisah indah. Tapi semua sudah terlambat. Aku sudah mati terlebih dahulu tanpa tahu bagaimana rasanya jatuh cinta."
"Oh ya?" Megan menoleh ke arah Ahua, tatapan mereka bertemu. Ujung hidungnya bersentuhan dengan hidung Ahua yang bangir. Mereka saling pandang beberapa saat.
Megan merasakan wajahnya menghangat dan degup jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ada rasa sesak di dadanya. Hatinya seolah mengajak berbicara tapi tak mampu ia ungkapkan dengan kata-kata. Hal itu membuat dadanya semakin sesak karena ia sendiri tak tahu apa yang seharusnya ia lakukan.
"Kamu kenapa?" tanya Ahua yang menyadari sesuatu yang aneh terjadi pada Megan.
Megan meraih tangan Ahua dan meletakkan di dadanya. Kali ini Ahua tertegun karena Megan bisa menyentuhnya. "Kamu tahu ini artinya apa?"
Ahua tersenyum penuh arti, tapi tidak mengatakan apa pun.
"Kamu terlalu sering berada di sisiku. Dan sekarang kamu membuat jantungku berdebar-debar. Tolong jangan membuatku jatuh cinta pada hantu, ini konyol!" celetuk Megan.
"Bagaimana kamu bisa menyentuhku?" tanya Ahua.
"Soal itu, aku nggak tau."
Ahua tersenyum, ia kembali mencoba untuk menyentuh Megan. Ia bisa melakukannya sekali saja dan selanjutnya ia gagal atau bisa dibilang tidak begitu sempurna.
"Apa aku bisa kembali menjadi manusia?" tanya Ahua konyol, membuat Megan tertawa terbahak-bahak.
"Aku serius. Aku ingin kembali menjadi manusia. Supaya aku bisa merasakan jatuh cinta ... aku ingin--" Kalimat Ahua terpotong karena tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar.
Megan membukakan pintu kamarnya dan Mama sudah berdiri di depan pintu. "Ada apa, Ma?"
"Ada teman yang cari kamu."
"Siapa?"
"Mama kurang tau. Katanya teman sekolah, namanya Satria."
"Satria?" Megan sedikit bingung karena ia sama sekali tidak punya teman sekelas yang bernama Satria. Ia bergegas keluar dari kamarnya dan melangkah ke teras rumah. Ada seorang cowok yang mengenakan sweeter putih sedang berdiri sembari memandang luasnya langit dari depan rumahnya. Ia memerhatika punggung cowok itu, tetap saja tidak bisa menebak siapa cowok yang sekarang ada di depannya. Sementara Ahua, masih setia mengikuti di belakang Megan.
"Siapa ya?" tanya Megan. Cowok itu membalikkan tubuhnya den tersenyum ke arah Megan.
"Kenalin, nama aku Satria. Aku salah satu kakak kelasmu." Satria menghampiri Megan dan mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Megan sembari menyebutkan namanya.
"Tau rumahku dari mana? Ayo, duduk!" Megan mempersilakan Satria untuk duduk di kursi terasnya.
"Dia teman sekelasku," bisik Ahua di telinga Megan.
Megan mengedipkan matanya sebagai tanda pengganti anggukan. Ia tak ingin kalau Satria melihatnya sebagai cewek yang aneh.
Mereka diam selama beberapa menit.
"Meg, apa benar arwah Ahua gentayangan?" tanya Satria membuka pembicaraan.
"Kamu tahu dari mana soal itu?"
"Keluarga Ahua, kemarin datang ke rumah dan mereka sekarang mulai percaya sama apa yang sudah kamu lakuin selama ini."
"Iya. Dia ada di sini, sekarang."
"Oh ya? Apa yang bisa aku lakuin buat bantu Ahua?" Satria menawarkan diri.
Megan melirik ke arah Ahua yang berdiri di sampingnya. Megan kemudian mengajak Satria berdiskusi dan menyusun rencana untuk membantu Ahua. Ahua tak sekedar teman sekelas Satria, tapi mereka justru bersahabat sejak mereka masih SMP. Itulah yang membuat Satria ingin membebaskan arwah Ahua agar tidak gentayangan.
Megan dan Satria sering bertemu untuk melancarkan rencana yang sudah mereka susun. Di hampir setiap pertemuan mereka, Ahua terlihat sangat kesal. Entah kenapa dia merasa cemburu saat Satria diam-diam mulai memberi perhatian pada Megan. Seharusnya dia senang karena Satria bisa membantu. Tapi, dia merasa tersisihkan saat Megan lebih banyak berdiskusi dan bercanda dengan Satria.
Berkat bantuan Satria, Megan berhasil meyakinkan keluarga Ahua. Dan Ibunya juga sudah bisa mengikhlaskan kepergian Ahua agar arwahnya bisa tenang dan berada di tempat yang baik.
"Megan ... terima kasih karena sudah membantuku. Sudah saatnya aku pergi." Ahua muncul tepat di saat Megan memandangi bintang-bintang dari jendela kamarnya.
Megan menatap Ahua, ia tak bisa menahan kesedihan kala harus kehilangan cowok logaritma yang selama beberapa bulan ini mengisi hari-harinya. Ia tak sekedar membuat Megan bisa mengerjakan soal Matematika, tapi juga membuat Megan mulai menyukai angka-angka itu bermain di kepalanya.
"Please, jangan nangis! Jangan menahanku lagi untuk kembali!" pinta Ahua, ia menyentuh pipi Megan yang basah. Ia tidak tahu bagaimana ia tiba-tiba menyentuh Megan layaknya seperti manusia. Adakah perasaan yang membuatnya bertambah kuat dari biasanya? Ia beranikan diri untuk memeluk Megan terakhir kalinya dan berhasil.
Kali ini Ahua merasakan dirinya bukan Arwah. Ia bisa memeluk Megan dengan baik, menyentuh rambutnya, menyentuh pipinya dan dia bisa merasakan kebahagiaan yang berbeda.
"Andai aku masih hidup, mungkin kamu adalah wanita pertama aku cintai," bisik Ahua di telinga Megan.
"Sekalipun kamu sudah mati, aku tidak bisa memungkiri kalau aku memang ... jatuh cinta sama hantu."
"Kamu tahu kan, aku tidak akan bisa kembali ke sana jika masih ada seseorang yang menahanku?" Ahua mengusap pipi Megan yang masih basah.
Megan menganggukkan kepalanya.
"Aku punya keinginan sebelum aku benar-benar pergi." Ahua menatap wajah Megan, dan ia menyadari kalau gadis yang ada di depannya memang cantik.
"Aku akan bantu mewujudkan itu selama aku masih mampu." Megan tersenyum dan mengusap air matanya yang masih tersisa.
"Tolong kamu ikhlaskan kepergianku. Suatu hari, kamu pasti akan menemukan seseorang yang akan menempati ruang istimewa di hatimu." Ahua menyentuh pipi Megan dengan kedua telapak tangannya.
"Izinkan aku untuk tahu bagaimana rasanya ...." Dengan lembut Ahua menarik wajah Megan mendekat dengan wajahnya. Ia menyentuhkan bibirnya pada bibir Megan.
Megan terkejut dengan apa yang dilakukan Ahua, namun ia bahagia karena ia juga bisa merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan. Ahua kali ini benar-benar hangat, ia seperti manusia sungguhan. Megan memejamkan matanya dan membiarkan bibir manisnya dikecup oleh Ahua. Rasa hangat itu perlahan menjadi dingin, kemudian menghilang.
Megan membuka matanya dan ia tak lagi bisa melihat sosok Ahua di depannya. "Ahua ...!" panggilnya lirih. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan ia menyadari kalau Ahua memang sudah pergi untuk selamanya. Ia tahu ini konyol, ia jatuh cinta pertama kali pada arwah gentayangan yang banyak ditakuti orang-orang normal.
Ia tak perlu menceritakan pada siapa pun tentang kisahnya dengan Ahua. Karena ia tahu, tak akan ada orang yang percaya dengan cerita anehnya, cinta di antara dua dunia yang berbeda.
***
"Meg, katanya di sekolah kita bakal ada anak baru, lho." Ayura melangkahkan kaki masuk ke kelas bersama dengan Megan.
"Oh ya? Kamu tahu dari mana?"
"Kata anak-anak, sih. Soalnya, dia ganteng banget! Aku juga sudah lihat waktu kemarin dia daftar sekolah, semua cewek-cewek di sekolah pada ngomongin dia." Ayura duduk di atas kursi, menyisir rambutnya dengan jemari dan mengeluarkan kaca kecil dari tasnya untuk memastikan kalau penampilannya baik-baik saja. Ia tak ingin ketinggalan dengan cewek-cewek lain untuk merebut perhatian si cowok baru itu.
Megan tersenyum kecut melihat tingkah Ayura.
Tak lama kemudian, jam pelajaran dimulai. Guru Matematika masuk ke dalam kelas bersama cowok dengan seragam dari sekolah yang berbeda.
"Anak-anak, hari ini Bapak bawa cowok ganteng buat kalian." Ucapan Pak Yanto mendapat sambutan riuh dari murid sekelas, kecuali Megan yang justru melongo melihat cowok yang ada di depannya. Ia mengucek matanya berkali-kali untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat.
"Ayo, perkenalkan diri kamu!" pinta Pak Yanto pada murid baru itu.
Murid baru itu menganggukkan kepalanya. "Perkenalkan, nama saya Alex. Saya pindahan dari salah satu sekolah di Jakarta Barat. Saya pindah ke Borneo karena orang tua saya dipindah tugaskan ke sini. Terima kasih."
"Ada pertanyaan lagi?" tanya Pak Yanto. "Sebelum kita mulai pelajaran."
"Sudah punya pacar atau belum?" celetuk Ayura yang duduk di sebelah Megan. Megan menyikut Ayura dengan pertanyaan konyol yang disambut teriakan riuh teman-teman sekelasnya.
"Sekarang belum," jawabnya sambil tersenyum ke arah Megan, bukannya ke Ayura. Hal itu membuat Megan salah tingkah dan menunduk menatap kakinya sendiri.
Perkenalan dengan murid baru hari itu diiringi dengan riuh tawa murid-murid sekelas. Kecuali Megan yang masih merasa aneh dengan kehadiran Alex. Ia masih tidak percaya kalau cowok itu benar-benar ada di hadapannya. Sayangnya, Satria sudah lulus sekolah sebulan yang lalu. Andai saja belum, dia juga pasti akan bilang kalau Alex sangat mirip dengan Ahua, sahabatnya.
Saat jam istirahat tiba, cewek-cewek berebut untuk berkenalan dengan Alex. Alex tidak hanya tampan, dia juga jago Matematika, sama persis seperti Ahua. Ini membuat hati Megan tak karuan. Ia berusaha menyibukkan diri mengerjakan soal Matematika daripada sibuk memikirkan hal aneh yang terjadi dalam hidupnya.
"Suka Matematika, ya?" Tiba-tiba Alex sudah di bangku sebelah Megan, membuat Megan terlonjak dan menjatuhkan penanya ke lantai.
Megan menundukkan tubuhnya untuk mengambil pena itu, bersamaan dengan Alex yang juga ingin mengambilkan pena milik Megan.
"Au ...!" Megan mengaduh karena kepalanya berbenturan dengan kepala Alex.
"Kamu nggak papa? Biar aku aja yang ambil." Alex mengusap kepala Megan dengan cepat dan mengambil pena yang terjatuh di lantai.
Megan langsung menyambar pena yang ada di tangan Alex dan melanjutkan mengerjakan soal Matematika. Ia tak peduli dengan Alex yang masih memerhatikan wajahnya. Matanya fokus menatap buku, walau tidak ada tugas ia tetap terus menghitung agar Alex segera pergi dari sisinya.
Bukannya pergi, Alex malah asyik memerhatikan wajah Megan sambil tersenyum. Ia seperti menemukan gadis lucu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Gadis yang mengalihkan rasa saltingnya dengan mengerjakan soal Matematika yang ada di dalam buku pelajaran.
"Mau dikerjain semua?" Alex masih memandang wajah Megan dengan santai, tangan kirinya ia letakkan di atas meja dan menopang kepalanya.
"Eh!? Enggak."
"Mau dibantuin? Biar cepat selesai. Sebentar lagi pelajaran Bahasa, kan?"
Megan menggelengkan kepalanya.
"Kamu dapet gelang itu dari mana?" tanya Alex sembari menunjuk gelang dengan simbol-simbol logaritma yang tersemat di pergelangan tangan Megan.
"Dikasih."
"Ahau?" Nama yang disebut Alex membuat Megan akhirnya menatap wajah Alex, menunjukkan ekspresi terkejut. Bagaimana dia tahu kalau gelang ini pemberian si Hantu Ahau itu?
"Gimana kamu bisa tau?" tanya Megan penasaran.
"Gelang itu gelang langka. Ahau mendesain sendiri gelang itu. Makanya, ada simbol-simbol Matematika di gelang itu. Dia buat gelang ini waktu usianya masih 12 tahun dan aku tahu kalau gelang ini benda paling berharga yang dia punya. Dia nggak mungkin kasih gelang ini ke sembarang orang."
Megan melongo mendengar pernyataan Alex. Dia sama sekali tidak tahu cerita dibalik gelang itu. Dia hanya mengambilnya di sebuah kotak kecil yang ditunjukkan Ahau di dalam kamarnya ketika ia masih menjalankan misi membantau Ahau.
"Aku punya satu." Alex tersenyum memamerkan gelang yang sama persis dengan gelang yang dikenakan Megan. "Dia ngasih aku lima tahun yang lalu. Katanya, aku harus menjaga baik-baik gelang ini karena dia membuatnya sendiri. Kami sama-sama suka bermain angka, tapi dia memang jauh lebih pandai dibanding aku."
"Kamu perhatikan!" Alex menunjuk simbol-simbol warna emas yang timbul di antara simbol-simbol yang lain. "a log x sama dengan satu. Setelah tanda titik ada simbol meg diakar pakai simbol love dan setelahnya ada huruf C besar pakai simbol derajat di belakangnya." Alex melihat dengan seksama gelang miliknya, sama juga yang dilakukan oleh Megan.
"Punyaku, C besarnya pakai simbol persen." Megan memerhatikan gelang miliknya lebih dekat lagi untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat. Mereka menyocokkan kedua gelang itu dan memang hanya simbol di belakang huruf C itu saja yang berbeda.
"Kamu tahu apa maknanya?" tanya Alex.
"Aku selalu mencoba mencari tahu, tapi tidak berhasil. Aku coba mengartikan a log x sama dengan satu adalah Ahau dan Alex sama dengan satu, kami bersaudara."
"Kalian beneran bersaudara?" tanya Megan kaget.
Alex menganggukkan kepalanya. "Oh, ya. Nama kamu siapa?"
"Megan."
"Meg ... gan!?" Alex terbata menyebut nama Megan. Nama itu cocok dengan simbol yang tertulis di gelang itu. "Apa Ahau sudah tahu kalau kamu yang akan jadi pemilik gelang itu?"
Megan mengedikkan bahunya.
"Bisa jadi, simbol meg yang diakar dengan simbol love ini adalah namamu. Bisa jadi, juga bukan."
Megan mengerutkan keningnya. "Aku rasa tidak, aku baru mengenalnya. Jauh dari gelang ini dibuat."
"Sejak kapan kalian kenal?"
"Sebulan setelah kematian Ahau."
"Bagaimana bisa?" Alex terkejut mendengar pernyataan Megan. Megan ingin menceritakan apa yang terjadi, tapi guru Bahasa Indonesia keburu masuk ke dalam kelasnya dan membuat Alex harus beranjak pergi dari sisi Megan.
Sepulang sekolah, Alex menyegat Megan dan mengajaknya ke suatu tempat untuk menceritakan apa yang terjadi sesungguhnya. Mereka duduk di atas rerumputan yang tumbuh rapi di area Gunung Dub. Tepat di depan mereka, bisa melihat indahnya pemandangan laut dan kota Balikpapan.
Megan menceritakan semuanya secara detil satu per satu. Termasuk tentang bagaimana Ahau dan Megan saling jatuh cinta walau mereka ada di dunia berbeda.
"Konyol!" gumam Alex sambil merebahkan tubuhnya di atas rerumputan.
Megan tersenyum menatap Alex yang sedang memandang langit di atas mereka. Ia merasa Ahau ada di dalam diri Alex. Bukan hanya wajahnya yang mirip, tapi sifat dan perilakunya juga tak jauh berbeda. Ahau suka mengajaknya bercerita sampai membuatnya pusing karena tak mau diam. Sementara Alex lebih banyak diam, dia justru senang mendengarkan cerita dan sering menanggapi dengan celetukan konyol yang membuatnya tertawa dengan gayanya yang tetap cool.
"Jangan liatin gue kayak gitu! Ntar lo jatuh cinta sama gue." Alex melirik Megan dan berbicara dengan bahasa khas anak Jakarta.
Megan mengerucutkan bibirnya dan membuang pandangannya ke arah laut yang membentang luas di hadapannya.
"Si Ahau yang kutu buku dan nggak pernah tertarik sama cewek aja bisa jatuh cinta sama lo. Gimana sama gue yang biasa-biasa aja? Kalau seandainya nanti gue jatuh cinta sama lo, gue pasti bakal ditolak abis-abisan. Secara lo kan demennya sama demit." Alex tergelak sembari melirik punggung Megan yang masih duduk di sisinya.
Megan menoleh ke arah Alex dan menyubit lengannya. Membuat Alex mengaduh. Bukannya berhenti, Alex justru terus-terusan meledek Megan dan membuat mereka kejar-kejaran seperti anak kecil.
Sejak hari itu, mereka selalu bersama walau di luar sekolah. Alex selalu membuat Megan tertawa setiap hari, bukan hanya membuat para cowok dan cewek di sekolah yang cemburu melihat kebersamaan dua sejoli itu. Tapi juga membuat makhluk-makhluk astral juga ikut cemburu.
"Jangan coba-coba berselingkuh dengan hantu hanya karena aku tidak bisa melihat perselingkuhanmu itu!" dengus Alex tepat di depan wajah Megan. Membuat Megan tak mampu menahan tawa melihat ekspresi Alex yang marahnya sengaja dibuat-buat.
Alex memeluk gadis aneh yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
Megan tersenyum bahagia, setidaknya kali ini ia bisa merasakan jatuh cinta pada manusia sungguhan.
Rin Muna
Kutai Kartanegara, 17 Maret 2019