Kimpton_House |
Lagi-lagi aku ada di salah satu rumah temanku cuma untuk ngumpul bareng. Sebenarnya, ini rumah temannya temanku. Awalnya aku tidak mengenal si pemilik rumah. Namun, karena temanku sering mengajak aku ke kedainya. Akhirnya aku bisa mengenal dan akrab dengan si pemilik rumah.
Mas Andri, si pemilik kedai tempat kami ngumpul sebenarnya masih sebaya denganku. Hmm ... walau ku akui usiaku 2 tahun lebih muda darinya. Hampir setiap malam aku dan teman-temanku berkumpul di kedai Mas Andri. Kedainya berada tepat di sebelah rumahnya.
Awalnya ... semua terasa biasa saja. Kami ngumpul dan bermain game online secara bersama-sama. Kebetulan di kedai Mas Andri ada fasilitas wifi gratis. Jadi, kami bisa numpang bermain bersama sambil ngopi. Tak ada hal yang aneh ketika kami berkumpul bermain Mobile Legend atau PUBG.
Sesekali kami bermain gitar sambil bermain bersama. Untuk melepas penat sejenak di sela-sela bermain game. Aku sama saja seperti yang lain, menikmati sebuah kebersamaan dalam sebuah ikatan pertemanan. Tidak ada yang berbeda, hanya saja tiba-tiba hatiku berubah.
Hari itu, tiba-tiba aku merasakan hal yang berbeda ketika melihat Starla, istri dari Mas Andri. Aku merasa aku sudah gila. Aku mulai menyukai sosok wanita yang awalnya terlihat biasa saja. Bagaimana bisa perasaanku menjadi berbeda. Apa iya aku menyukai seorang wanita yang sudah bersuami dan punya anak? Sementara aku sendiri belum pernah menikah.
Starla adalah wanita yang istimewa di mataku. Tidak, tidak hanya di mataku, tapi juga di mata masyarakat sekitar. Dia wanita yang humble, ramah, baik dan menginspirasi. Bagaimana tidak? Hampir semua yang dilakukan Starla selalu menjadi pusat perhatian warga sekitar. Misalnya ... ketika ia membawa nama baik Kelurahan tempat tinggalku. Tidak hanya sekali, tapi sudah berkali-kali. Ada banyak piala dan penghargaan yang berjejar rapi di ruang tamunya. Aku rasa hampir semua orang mengetahuinya. Dia wanita yang inspiratif, cerdas, dengan penampilan apa adanya. Tidak pernah menunjukkan kehebatannya di depan orang lain. Bahkan ia selalu bisa menghibur dengan celoteh-celotehan lucunya. Bagiku dia sosok wanita yang sempurna. Betapa beruntungnya Mas Andri bisa mendapatkan Starla. Wanita impian hampir semua pria. Wait! Tidak hanya itu, dia juga termasuk wanita yang selalu menjaga auratnya.
Aku sudah mengenal banyak wanita. Namun, tidak ada wanita yang seperti Starla. Entah kenapa Tuhan menciptakan stock wanita seperti Starla itu sangat langka. Apa karena aku bukan laki-laki yang baik, hingga aku belum juga dipertemukan oleh wanita yang baik di usiaku yang menginjak 27 tahun.
Aku pernah pacaran dengan Selvi, anak Pak Lurah yang terkenal cantik dan keren. Tapi ... bagiku dia terlalu manja. Aku paling tidak suka dengan sifatnya yang suka merengek. Aku putuskan untuk meninggalkannya. Jelas aku ingin wanita mandiri seperti Starla. Dia wanita yang jarang mengeluh. Bahkan aku menyaksikan sendiri dia dengan senang hati dan bahagia ketika harus berpanas-panasan mengangkut batu bata. Duh, andai aku jadi Mas Andri, tidak akan aku biarkan perempuanku bekerja sekeras itu walau untuk membangun rumah sendiri.
Hmm ... lagi-lagi pikiranku tertuju pada Starla tiap kali ingin menceritakan wanita lain. Ada apa sebenarnya dengan perasaanku, ini sangat aneh!
Aku pernah pacaran dengan Nayla, anak Pak Haji di kampungku. Dia baik, agama baik dan agamis. Harusnya aku senang memiliki wanita seperti itu. Tapi ... aku kurang nyaman dengan wanita yang agamanya lebih baik dariku. Telingaku rasanya panas setiap kali mendengar ceramah-ceramahnya. Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Akhirnya aku memilih pergi meninggalkannya.
Elsa juga salah satu wanita yang pernah jadi pacarku. Anaknya baik, ceria dan mandiri. Hanya saja, dia punya sisi negatif yang bisa dibilang membuatku senang dan juga tidak. Senangnya, dia wanita yang mudah diajak tidur bareng. Karena sebelum menjadi pacarku, dia juga sudah pernah tidur dengan beberapa temanku. Wanita seperti dia hanya cocok dijadikan teman tidur, bukan untuk menjadi seorang istri.
Maria adalah wanita yang juga pernah menjadi pacarku. Anaknya jelas cantik, supel tapi materialistis. Hmm ... wanita matre memang wajar. Tapi kalau sampai menguras dompet, sepertinya aku harus berpikir dua kali menjadikannya pasangan hidup. Bisa-bisa aku bangkrut dalam sekejap.
Entah berapa wanita yang sudah dekat denganku. Tapi tak satu pun yang bisa menarik hatiku untuk menjalin hubungan lebih serius dengan ikatan pernikahan.
Berbeda ketika aku melihat Starla. Ada rasa ingin membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia setiap kali sosoknya ada di depanku. Aku selalu berusaha mengalihkan pandangan dan perhatianku pada ponsel pintar yang aku genggam. Namun, hatiku tetap saja tidak bisa berkata bohong. Dia terlalu mengagumkan untuk aku lewatkan.
Setiap kali aku mencoba mencari sisi jelek dari Starla, saat itu juga aku justru semakin kagum dengan wanita yang satu ini. Aku ingin mencari sisi jelek dari tubuhnya agar bisa kubenci, namun aku gagal. Aku cari sifat jelek yang ada dalam dirinya, dan aku juga gagal. Dia wanita yang baik, teman yang baik, sahabat yang baik, istri yang baik, ibu yang baik, tetangga yang baik dan warga yang baik. Setidaknya itulah yang aku temukan dalam pencarianku mencari keburukan Starla.
Aku sendiri tidak paham kenapa hatiku harus terpincut pada Starla. Aku benar-benar seorang Senior alias Senang Istri Orang. Starla jelas sah sebagai istri dari Mas Andri. Mereka keluarga yang terlihat harmonis dan bahagia. Ah, haruskah aku hadir untuk menghancurkan kebahagiaan seindah itu?
Semakin aku tepis rasa suka itu, justru semakin kuat bersarang di hatiku. Aku hampir tersiksa karena ini. Bagaimana kalau teman sepermainan mengetahui perasaanku kali ini? Haruskah aku menjadi bahan tertawaan? Jelas mereka akan bilang kalau aku ini gila!
"Riz, kok ngelamun? Entar kesambet loh." Aku gelagapan ketika wanita itu menyapaku sembari menyuguhkan secangkir kopi yang aku pesan.
"Eh ... oh ... eh ... Starla. Mas Andry mana?" tanyaku mengalihkan perhatian.
"Lagi ke rumah Pak RT sebentar. Ada keperluan katanya." Mbak Starla memberikan minuman pada teman-temanku yang lainnya.
Tiba-tiba si kecil muncul dan bergelayut manja di kaki Starla. Dengan sabar dia mengangkat tubuh mungil anaknya dan menggendongnya sambil mengajaknya menyanyikan lagu anak-anak.
Ah, Dia memang pandai membahagiakan anaknya. Andai saja aku punya istri sebaik dia, pastilah hidupku bahagia sekali.
Starla hanya keluar ke kedai untuk mengantarkan pesanan minuman. Kemudian tubuhnya menghilang di balik pintu rumahnya. Aku terus memandangi pintu itu, berharap dia dan putera kecilnya muncul dan menemani kami bercerita seperti biasanya. Tapi sepertinya dia memilih di dalam rumah karena Mas Andry memang tidak ada di kedai. Biasanya dia mengajak kami bercanda renyah bersama Mas Andry. Mas Andry juga laki-laki yang tidak cemburuan, dia terlihat ikut tertawa mendengar candaan Starla di antara kami. Starla memang pantas mendapat pendamping sebaik Mas Andry. Kalau aku yang di sana, aku pasti sudah marah dibakar rasa cemburu.
"Rizal...!!!" Telingaku rasanya mau pecah ketika Aron dengan sengaja memanggil namaku tepat di kuping sebelah kanan.
"Apa sih?"
"Ngelamun mulu! Ayo, main!" ajak Aron dan yang lainnya.
Aku menganggukkan kepala dan kembali fokus bermain game bersama mereka. Aku tidak mungkin bercerita tentang Starla kepada mereka. Kami hanya bercerita seputar pekerjaan dan bisnis. Tidak ada hal lain yang kami ceritakan. Yah, sesekali cerita soal wanita jadi selingan juga sih.
Keesokan harinya aku berangkat ke tempat kerja seperti biasa. Di sisi jalan terparkir sebuah motor dengan seorang wanita berdiri di sisinya.
"Starla? Kamu ngapain di sini?" tanyaku saat menghampiri.
"Motorku mogok." Starla menatapku dengan wajah iba. Duh, wajahmu bikin duniaku mau runtuh. Apa tidak bisa memberiku senyum? Senyummu itu indah..
"Bengkel masih agak jauh dari sini. Mau kubawakan ke bengkel motornya? Kamu pakai motor aku!"
"Nggak ngerepotin? Kamu kan mau berangkat kerja?"
"Nggak masalah. Kerjaanku santai kok."
"Ya udah kalau gitu. Makasih banyak ya!"
"Belum juga aku nolongin, udah makasih aja," celetukku.
Starla tergelak. Akhirnya kami saling bertukar motor, dia memakai motorku sedangkan aku memilih mendorong Starla sampai ke bengkel.
"Sudah lama mogoknya? Kayaknya kamu sudah keringatan? Abis dorong motor?" tanyaku sok tahu.
"Iya. Mogoknya di balik gunung sana. Aku mau ke bengkel lumayan jauh. Jadi harus aku dorong dengan susah payah."
"Kenapa nggak telpon suami atau teman, minta bantuan?" tanyaku.
"Nggak ada pulsa, hehehe."
"Ya ampun ... hari gini masih nggak punya pulsa."
"Yah, aku kan nggak kerja. Mana ada biaya buat belu pulsa, hihihi..."
"Emang suami ndak ngasih?" tanyaku penasaran.
Starla menggelengkan kepala. "Dia nggak pernah ngasih uang selain uang jajan anaknya."
Aku mengerutkan kening mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Starla. Ini kenyataan yang mengejutkan bagiku. Apa benar Mas Andry tidak pernah memberikannya uang?
"Apa maksudnya Mas Andry selama ini tidak menafkahi kamu?" tanyaku lagi.
Starla menggelengkan kepalanya. "Semua kebutuhanku selalu dia penuhi," jawabnya sambil tersenyum.
"Oh ... Alhamdulillah kalau begitu." Aku menarik napas lega karena kekhawatiranku tidak terjadi. Aku tidak bisa membiarkan wanita sebaik dia tidak mendapatkan kebahagiaannya. Kalau sampai beneran Mas Andry tidak membuat hidup Starla bahagia, akulah orang pertama yang akan merebut Starla dari tangannya.
"Makasih ya pinjaman motornya. Nanti aku susulkan ke bengkel. Aku jemput adikku pulang sekolah dulu," pamit Starla membuyarkan lamunanku. Duh, aku habis mikirin apa sih barusan? Bisa-bisanya niat jahat itu bersarang di otakku.
Starla segera melajukan motorku menuju sekolah adiknya, sementara aku mendorongkan motor Starla sampai ke bengkel terdekat.
Aku mengipas-ngipas tubuhku sesampainya di bengkel. Keringat deras bercucuran dari sela-sela rambutku. Sepertinya aku kehausan dan bengkel ini tidak menjual minuman satu pun. Aku memilih diam dan menahan rada haus ketimbang harus mencari warung yang jaraknya lumayan jauh.
Hampir 30 menit aku berada di bengkel, Starla dan adiknya menyusul ke bengkel untuk mengembalikan motorku.
"Riz, makasih banyak ya bantuannya!" Starla tersenyum sembari menyerahkan kunci motor milikku.
"Iya, sama-sama." Aku meraih kunci tersebut dan berbicara dengan petugas bengkel kalau Starla adalah pemilik motor yang aku bawa.
"Anisa mau pulang sama Kakak?" Aku memberikan tawaran pada Anisa, adik Starla.
Anisa menggelengkan kepalanya.
"Gak papa Nisa pulang duluan bareng Mas Rizal. Mbak nunggu motornya selesaj dulu."
Anisa akhirnya menganggukkan kepala setelah melewati rayuan maut.
Akhirnya aku mengantar Anisa pulang terpebih dahulu.
"Anisa kelas berapa sekarang?" tanyaku basa-basi.
"Kelas 5 SD."
"Oh ... tinggalnya bareng Mbak Starla dan Mas Andry ya?"
"Iya."
"Mas Andry baik banget ya?" tanyaku kepo.
"Gak juga. Dia sering marahin Mbak Starla," jawab Anisa.
"What!? Seriusan? Marahin kenapa?"
"Nggak tau, Kak."
"Mereka sering berantem?" tanyaku lagi.
Anisa menganggukkan kepala. Aku mengantarkannya sampai rumah dan langsung berangkat ke tempat kerja.
Hmm... di luar terlihat sangat bahagia dan harmonis. Tapi tidak begitu si dalamnya.
Starla memang pandai sekali menyembunyikan masalahnya. Sampai-sampai aku tidak tahu kalau sebenarnya hidupnya bermasalah dan tidak.bahagia.
Kalau begini terus, bisa-bisa aku beneran merebut Starla dari tangan Mas Andry. Ah, tapi aku tidak akan setega itu. Starla terlihat sangat bahagia dan mencintai Mas Andry.
Aku menyukai wanita yang salah. Aku jatuh hati pada wanita yang sudah menjadi milik orang lain. Berhari-hari hati dan pikiranku disiksa oleh perasaan yang aku sendiri tidak mengerti. Sepertinya aku memang sudah gila. Bagaimana bisa aku senang sama istri orang sedangkan masih banyak wanita single dan baik di dunia ini.
Aku berusaha menepis jauh perasaanku. Semoga perasaan kagum ini hanya sementara karena aku belum juga menemukan wanita yang lebih baik dari Starla. Akan ada hari yang menggantikan perasaanku pada Starla atau justru semakin membuatku gila.
Bisakah aku tidak peduli dengan omongan orang? Bisakah aku tidak peduli cibiran orang ketika mereka tahu aku menjadi Senior alias senang istri orang?
Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana aku tersiksa dengan perasaan ini. Kalau boleh memilih, aku akan jatuh cinta pada wanita lain yang belum menjadi milik orang. Kenapa Tuhan menambatkan hatiku pada wanita yang jelas-jelas sudah menjadi istri orang? Ini benar-benar gila, aku sudah hampir gila karena perasaan ini.
Aku selalu berusaha menghindari pertemuan dengan Starla. Entah kenapa, Tuhan sepertinya menakdirkan kami untuk sering bertemu. Aku mencoba mencari pacar lain supaya aku bisa move on dari Starla. Tapi, tetap saja pikiranku tertuju pada wanita istimewa itu sekalipun aku sedang jalan bersama wanita lain.
Maaf ... jika suatu hari nanti aku merebut Starla dari tangan suaminya, atau aku memilih hidup sendiri seumur hidupku sampai aku temukan wanita sebaik Starla.
Ditulis oleh Rin Muna
Samboja, 5 Maret 2019
______________________
Dilarang keras menyalin,mengutip, memperbanyak dan menyebarluaskan konten ini tanpa mencantumkan link atau izin tertulis dari penulis.
©Copyright www.rinmuna.com