“Orang-orang itu sedang berusaha menipumu?” tanya Cakra
saat Chessy menghampirinya kembali.
Chessy mengangguk. “Apa aku kelihatan bodoh banget hari
ini?”
Cakra menggeleng. “Aku perkenalkan kamu dengan beberapa
pengusaha besar di kota ini.”
Mata Chessy berbinar mendengar ucapan Cakra.
Cakra merangkul pinggang Chessy. Ia segera melangkah
menghampiri empat pria paruh baya yang sedang asyik membicarakan bisnis mereka.
“Selamat malam, Tuan Cakra!” sapa salah seorang pria
dengan cepat begitu mengetahui jika Cakra menghampirinya.
“Malam,” balas Cakra. Hampir semua pengusaha besar
sangat mengetahui sosok Cakra. Satu-satunya pewaris di keluarga Hadikusuma.
“Ternyata rumor kalau Presdir Galaxy akan datang di
pesta ini, benar. Kami pikir, Presdir Galaxy tidak akan sudi berkunjung ke
pesta bisnis yang kecil seperti ini.”
Cakra tersenyum menanggapi ucapan pria paruh baya yang
menyapanya dengan tangan terulur ke arahnya. “Aku tidak berpikiran sesempit
itu. Jika ada waktu, aku pasti datang ke acara apa pun yang mengundangku,”
sahutnya sembari menyambut uluran tangan dari pria paruh baya berjas cokelat
itu.
“Wah ... tentunya keberuntungan yang bisa membuat Tuan
Cakra hadir hari ini.”
Cakra hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan orang yang
ada di hadapannya itu.
“Apakah rumor jika Tuan Cakra sudah beristri itu benar?”
tanya pria yang lain sambil memperhatikan Chessy yang berdiri tepat di sisi
Cakra.
Cakra mengangguk. “Perkenalkan, ini istri saya!”
Chessy tersenyum ke semua orang yang ada di hadapannya
dan segera mengulurkan tangan untuk berkenalan.
“Istri Presdir ini cantik banget. Dia berasal dari
keluarga mana? Kenapa aku nggak pernah mengenalnya?” batin seseorang sambil
memperhatikan wajah Chessy dengan seksama.
“Selera seorang Presdir memang sangat tinggi. Perempuan
ini cantik banget. Kulitnya mulus sempurna. Wajahnya sangat imut dan bibirnya
indah sepertu buah delima. Rasanya aku ingin ...”
Cakra memperhatikan wajah orang-orang yang ada di
hadapannya saat mereka sibuk mengagumi Chessy dalam hati mereka.
“Ehem ...!” Cakra berdehem. “Dia adalah puteri dari
keluarga Mahendra. Saat ini dia memimpin Han Group yang berhasil aku akuisisi
sebulan lalu.”
Semua orang di sana tersentak mendengar ucapan Cakra.
“Bagaimana perusahaan keluarga Handoko bisa diakuisisi
oleh Galaxy? Kesalahan apa yang sudah diperbuat oleh keluarga itu?” tanya
seseorang dalam hati yang mendengar pernyataan Cakra.
Sejak dulu, keluarga Hadikusuma dikenal sangat berbahaya
dalam dunia bisnis. Semakin hari, perusahaannya semakin besar dan memiliki
banyak pengaruh di berbagai negara di Asia-Eropa. Galaxy World berhasil menjadi
salah satu perusahaan terbesar yang menguasai semua sektor bisnis.
“Selamat malam, Nona!” sapa seorang pria sambil
mengulurkan tangannya ke arah Chessy. “Perusahaan saya sudah lama bekerjasama
dengan Han Group. Semoga, peralihan kepemimpinan ini bisa terus membuat
kerjasama kita berkembang dengan baik. Saya akan selalu memenuhi apa pun yang
Nona butuhkan,” jelasnya memperkenalkan diri.
“Salam kenal, Pak!” Chessy membalas uluran tangan pria
paruh baya itu sambil tersenyum manis.
Tak hanya itu. Cakra juga memperkenalkan Chessy dengan
pengusaha-pengusaha besar yang sangat berpotensi menjadi mitra bagi perusahaan
yang baru saja dipimpin oleh istrinya itu.
Nona Mang memperhatikan Chessy dan Cakra yang terlihat
mendominasi di pesta perjamuan tersebut. Ia semakin merasa kesal karena seharusnya
dialah yang menjadi pusat perhatian dalam pesta itu.
“Bell, do something for me!” pinta Nona Mang sambil
berbisik di telinga Arabella.
Arabella memperhatikan Chessy yang masih berdiri
berangkulan dengan Cakra. “Emang nggak bahaya kalau kita nyinggung menantu
keluarga Hadikusuma?” tanyanya berbisik.
“Jangan sampai ketahuan!” sambar Nona Mang. “Lo kelarin
Chessy! Gue yang bakal ngalihkan perhatian Cakra.”
Arabella mengangguk. Ia segera melangkah pergi menjauhi
Nona Mang untuk menjalankan aksinya.
***
“Chess, gue mau ngomong penting sama lo. Berdua aja,
bisa?” bisik Arabella saat menghampiri Chessy yang masih bersama Cakra.
Chessy menatap wajah Arabella selama beberapa detik,
kemudian menoleh ke arah Cakra.
Cakra mengangguk kecil, memberi isyarat pada istrinya
jika ia mengizinkan istrinya itu untuk berbincang dengan Arabella. Ia harap,
hubungan Chessy dan Arabella bisa membaik seperti dulu. Ia sudah mengetahui
bagaimana masa lalu Chessy. Arabella adalah satu-satunya sahabat wanita yang
dimiliki oleh istrinya itu.
Chessy mengangguk ke arah Arabella sebagai tanda setuju.
Senyum di bibir Arabella langsung merekah begitu ia
Chessy bersedia untuk ikut dengannya. Ia langsung menggandeng mesra lengan
Chessy. “Gue kangen banget masa-masa indah saat kita masih temenan, Ches. Lo
udah punya suami yang lebih dari segala-galanya dari Adit. Seharusnya, lo nggak
dendam sama gue, kan? Meski gue salah, gue juga berperan penting sama hidup lo
saat ini. Kalau bukan karena gue, lo nggak bakal kenal dan nikah sama Cakra,
kan?” cerocos Arabella sambil melangkah memasuki lift, menuju ke rooftop gedung
tersebut.
Chessy memilih untuk diam. Ia setuju dengan ucapan
Arabella. Tapi ia tidak bisa menerimanya begitu saja. Baginya, kesalahan
Arabella dan Adit di masa lalu, tetaplah menjadi luka yang mendalam. Tidak akan
semudah itu dilupakan hanya karena statusnya saat ini yang sudah menjadi istri
Cakra.
Beberapa saat kemudian, Arabella dan Chessy sudah berada
di rooftop gedung tersebut. Mereka bisa menyaksikan pemandangan di sekitar
sambil menikmati semilir angin malam kota tersebut.
“Lo mau ngomong apa, Bel? To the point, aja!” pinta
Chessy.
Arabella tersenyum menanggapi pertanyaan Chessy. “Gue
mau minta maaf ke elo, Chess. Nggak usah sinis gitu, dong! Walau gimana pun,
kita ini pernah jadi sahabat baik.”
Chessy bergeming.
“Sejak lo jadi istri Cakra, sikap lo berubah banget,
Chess. Gue tahu, saat ini kita udah beda strata. Lo udah punya segalanya dan
nggak mau berteman lagi sama gue,” ucap Arabella.
Chessy langsung memutar kepalanya menatap Arabella. Sebelah
alisnya terangkat dengan kening sedikit mengenyit. “Lo salah, Bel. Gue nggak
pernah berubah. Lo yang bikin gue berubah. Gue nggak mau berteman sama lo bukan
karena status sosial gue saat ini, tapi karena sakit hati sama lo!”
Arabella menundukkan kepala sambil memasang wajah muram.
“Gue minta maaf, Chess!” ucapnya lirih. “Gue juga nggak bisa mengendalikan diri
gue sendiri. Gue sayang banget sama Adit.”
Chessy menatap Arabella selama beberapa saat, kemudian
menghela napas. “Sudahlah. Nggak ada gunanya juga aku kayak gini. Sudah
waktunya aku melepaskan masa lalu supaya aku bisa hidup tenang sama masa
depanku,” batinnya.
“Sebenarnya, gue udah maafin lo dari dulu, Bel. Cuma ...
gue nggak bisa balikin hubungan kita kayak dulu lagi. Gue ngerasa ... kita
sudah jadi orang asing dan biarkan aja kayak gini terus. Gue pengen hidup
tenang bareng Cakra,” ucap Chessy sambil menatap wajah Arabella.
“Jadi, lo udah nggak mau berteman sama gue kayak dulu
lagi, Chess?” tanya Arabella dengan mata berkaca-kaca. “Chess, lo tahu sendiri
kalau gue juga nggak punya siapa-siapa di kota ini. Satu-satunya saudara yang
gue punya, cuma lo aja, Chess.”
“Kalo lo ngerasa gue saudara lo, kenapa lo khianati
gue, Bel? Lo nggak tahu gimana sakitnya dikhianati sama orang terdekat?”
batin Chessy dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat semua hal yang telah ia
jalani bersama Arabella. Mereka kerap membeli makanan satu porsi dimakan berdua
karena tidak punya cukup uang.
“Lo yang bodoh, Bell! Hubungan kita nggak akan jadi
kayak gini kalo lo nggak selingkuh sama Adit. Gue sama Adit boleh nggak
berjodoh. Gue bisa ikhlas ngelepasin dia. Tapi kenapa harus lo yang ada di
antara kami?” ucap Chessy penuh kekecewaan. Air matanya jatuh perlahan karena
tak kuasa lagi untuk membendungnya.
“Iya. Gue tahu, Chess. Makanya, gue di sini pengen minta
maaf sama lo. Gue pengen perbaiki hubungan kita lagi. Bisa, kan?” tanya
Arabella sambil menitikan air mata menatap Chessy.
Chessy mengangguk kecil. Ia sudah cukup lelah dengan
rasa sakitnya sendiri. Sudah saatnya ia harus melepaskan semuanya.
Arabella tersenyum. Ia segera menghapus air matanya dan
mendekap tubuh Chessy. “Thank’s, Chess! Gue bakal berusaha jadi temen baik lo
kayak dulu lagi.”
Chessy mengangguk setuju dan membalas pelukan Arabella.
Tiba-tiba, segerombolan pria berpakaian serba hitam,
menarik tubuh Chessy dan Arabella bersamaan.
“Kalian siapa!?” seru Arabella sambil berusaha
melepaskan diri dari pria yang sedang mencengkeram lengannya.
“Nggak penting kami siapa. Yang penting, kami bisa
dapatkan Nyonya Galaxy yang sangat berharga ini,” jawab seorang pria yang
sedang mencengkeram lengan Chessy.
“Kalian mau apa?” tanya Chessy.
“Hahaha. Kami mau apa? Tentu saja mau uang suamimu.”
Chessy tersenyum sinis. “Jangan berharap kamu bakal
dapetin uang dari dia sepeserpun!”
“Nggak usah banyak bicara! Kita lihat saja nanti. Ikut
kami!” sentak pria tersebut.
“TOLONG ...!” teriak Arabella.
PLAK ...!
Salah seorang pria yang berada di samping Arabella
langsung menampar Arabella hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.
“Diam kamu!” sentak pria tersebut.
“Bel, lo nggak papa?” tanya Chessy dengan perasaan tak
karuan. Ia berusaha untuk berteriak dan memberontak. Namun, gerombolan pria
yang ada di sana langsung menahan tubuh Chessy dan merekatkan lakban di mulut
Chessy agar wanita itu tidak bersuara.
“LEPASIN DIA!” seru Arabella.
“Kalau kamu masih teriak lagi, pisau ini akan melukai
kamu!”
“Gue nggak takut!” sambar Arabella.
“Oh, ya?” pria itu langsung menggoreskan pisau tersebut
ke lengan Arabella.
“Aaargh ...!” Arabella berteriak histeris.
Chessy berusaha memberontak saat melihat Arabella
dilukai oleh para pria itu. Namun, tenaga yang ia miliki tak mampu untuk
melawan banyaknya pria yang ada di sana.
“Kamu kasih tahu ke Tuan Galaxy kalau istri tercintanya
ada di tangan kami. Kami minta tebusan Lima Milyar!” ucap pria itu sambil
menatap Arabella.
“Cepat bawa pergi perempuan ini!” perintah pria itu
sambil menunjuk Chessy.
“Yang satunya, bos?”
“Nggak perlu dibawa! Dia nggak berguna. Nggak ada
harganya,” jawab pria yang dipanggil bos.
“Lepasin!” seru Chessy.
“Berisik!” salah seorang pria langsung mengeluarkan sapu
tangan yang sudah diisi obat bius dan menempelkan di hidung chessy dengan erat.
“CHESSY ...!” teriak Arabella sekuat tenaga.
Chessy masih berusaha memberontak, tapi pandangan
matanya semakin meredup. Lamat-lamat, suara Arabella yang terus memanggil
namanya semakin menghilang. Dalam ingatan terakhirnya, ia hanya melihat luka
dan dan darah segar yang keluar dari lengan Arabella. “Maafin gue udah bikin lo
luka, Bel,” batinnya hingga ia tidak lagi sadarkan diri.
Arabella tersenyum sinis saat melihat Chessy sudah tak
sadarkan diri karena pengaruh obat bius yang diberikan oleh preman-preman itu. “Gue
nggak akan biarin lo hidup bahagia terus, sementara gue menderita,”
batinnya.