Saturday, February 8, 2025

Perfect Hero Bab 66: Pria-Pria Pengejarmu | a Romance Novel by Vella Nine

 


Andre melihat-lihat foto masa kecilnya bersama dengan Yuna. Setiap potret yang tergambar, mengingatkan banyak hal tentang kebersamaannya dengan Yuna.

 

“Dulu, kamu imut dan cantik. Sekarang, kamu jauh lebih cantik dan lucu,” ucap Andre sambil tersenyum menatap potret masa lalunya bersama Yuna.

 

Tatapan mata Andre berhenti pada potret di taman bermain, saat ia dan Yuna membuat istana pasir. Mereka berperan menjadi raja dan ratu di istana pasir. Di dalam potret tersebut, terlihat jelas Yuna kecil sedang mencium pipi Andre kecil.

 

“Yun, apa kamu masih ingat kalau kita pernah menjadi raja dan ratu di istana pasir? Aku pengen, kamu tetap jadi ratu di istana yang aku bangun.”

 

Andre meraih map berwarna hijau yang ada di sampingnya. Ia langsung membaca informasi penyelidikan tentang kehidupan Yuna beberapa tahun belakangan ini.

 

Andre tertegun melihat begitu banyak penderitaan yang telah dialami oleh Yuna. “Yun, aku bener-bener nggak tahu kalau kamu sudah mengalami banyak kesulitan selama ini. Aku benar-benar tidak berguna. Membiarkan kamu menerima banyak penderitaan dan memilih menikah dengan orang lain untuk membiayai rumah sakit ayah kamu.”

 

Andre mengerutkan wajahnya mengingat wajah Yeriko. “Kamu udah maksa Yuna menikah sama kamu?” tanyanya pada bayangan Yeriko yang semu. “Bener-bener pria yang licik!”

 

Andre menundukkan kepala saat mengingat wajah Yuna yang begitu bahagia menceritakan pernikahan dan suaminya. “Yun, sebenarnya kamu menikah karena mencintai laki-laki itu atau karena terpaksa? Aku terlambat datang. Andai aku nggak pergi, mungkin bisa bersama kamu selamanya,” tuturnya sambil tersenyum.

 

“Aargh ...!” teriak Andre sambil menendang meja dan menjambak rambutnya sendiri. Pikirannya sangat kacau. Apa pun tentang Yuna, membuatnya tidak bisa berpikir dengan baik. Ia membenci dirinya sendiri, juga tak rela Yuna menjadi milik orang lain.

 

“Aku harus bisa bikin kamu kembali sama aku!” tegas Andre pada dirinya sendiri.

 

Di saat yang sama, Lian terus mondar-mandir di ruangannya saat mendengar kabar dari asistennya kalau Yuna tidak masuk kerja karena sakit. Perasaannya makin tak karuan. Ingin sekali menemui gadis itu, tapi kini ia sudah menjadi istri orang lain. Bagaimana bisa ia menerobos masuk ke dalam rumah tangga Yuna dan Yeriko.

 

“Ran ... Rani!” teriak Lian memanggil asistennya.

 

Rani langsung masuk ke dalam ruangan Lian. “Ada apa, Pak?”

 

“Gimana kabarnya Yuna?”

 

“Kan saya udah bilang tadi pagi kalau dia sakit.”

 

“Sekarang masih sakit?”

 

“Nggak tahu, Pak.”

 

“Kenapa nggak tahu?”

 

Rani mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Lian.

 

“Eh, maksud aku ... kamu nggak ada hubungi dia lagi? Dia dirawat di rumah sakit atau nggak?”

 

“Oh ... sebentar, Pak.” Rani keluar dari ruangan Lian dan kembali menelepon nomor Yuna.

 

Lian mondar-mandir sambil menunggu kabar Yuna. Ia langsung menoleh ke arah pintu begitu pintu itu terbuka. “Gimana, Ran?”

 

“Handphone-nya nggak aktif, Pak.”

 

Lian menghela napas kesal. “Ya sudah. Balik ke ruang kerjamu lagi!” perintah Lian.

 

Lian memijat keningnya dan langsung duduk di kursi. “Yuna ... kamu bener-bener bikin aku khawatir. Kamu sakit apa?” Lian terus bertanya-tanya dalam hati. Ia tidak bisa bekerja dengan tenang. Ia berusaha menelepon Yuna tapi nomor Yuna tetap tidak aktif.

 

“Aargh ...!” teriak Lian sambil melempar ponselnya karena kesal. Ia tak lagi peduli dengan ponselnya yang sudah tergeletak di lantai dan menjadi beberapa bagian. Ia sangat kesal karena Yuna tak lagi memberinya kesempatan untuk bisa masuk kembali ke dalam hatinya.

 

 

 

Di rumah Yeriko ...

 

Yuna terbangun dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya sudah lebih baik. Ia menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan waktu pukul 13.00 WIB. Ia langsung mencari ponselnya di atas meja. “Kok mati?” Yuna mengerutkan kening dan langsung menyalakan ponselnya.

 

Saat ponselnya baru saja menyala, di layar ponselnya langsung ada panggilan masuk dari kantornya.

 

“Halo ...!” sapa Yuna begitu ia menjawab panggilan telepon.

 

“Halo ... Mbak Yuna masih sakit?”

 

“Iya. Kenapa?”

 

“Nggak papa. Tadi, Pak Lian meminta saya untuk memastikan keadaan Mbak Yuna.”

 

“Oh ... aku udah enakan, kok. Cuma demam. Besok udah masuk kerja.”

 

“Oke, Mbak. Cepet sembuh ya! Oh ya, ini Mbak Yuna dirawat di rumah atau di rumah sakit?”

 

“Di rumah.”

 

“Baiklah. Biar saya sampaikan ke Pak Lian.”

 

“Oke. Sampaikan maafku karena nggak bisa masuk kerja hari ini.”

 

“Iya, Mbak. Selamat istirahat. Maaf, mengganggu.”

 

“He-em.”

 

Rani langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

Yuna menghela napas lega karena pihak kantornya sudah mengetahui kalau ia tidak bisa masuk kerja karena sakit.

 

Yuna menyempatkan membaca dan membalas chat dari sahabatnya, Jheni. Ia tersenyum kecil sembari mengirimkan pesan godaan pada Jheni untuk segera menikah.

 

( You still have all of my ... You still have all of my ... You still have all of my heart ...)

 

Baru saja Yuna meletakkan ponselnya, nada panggilan telepon membuatnya kembali meraih ponselnya.

 

Yuna mengernyitkan dahi melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Yuna menggigit bibirnya. Ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Andre. Ia baru saja berbaikan dengan Yeriko.

 

Yuna ragu-ragu menjawab panggilan telepon dari Andre. Ia membiarkan panggilan telepon tersebut mati begitu saja. Panggilan kedua, Yuna baru menjawab telepon dari Andre.

 

“Halo ... kenapa Ndre?” tanya Yuna pura-pura ceria.

 

“Nggak papa. Kamu lagi di kantor atau nggak?”

 

“Nggak. Aku di rumah.”

 

“Nggak kerja?”

 

“Lagi nggak enak badan, Ndre.”

 

“Kamu sakit?”

 

“He-em. Cuma demam, kok. Sekarang udah enakan.”

 

“Kok bisa sampai demam? Kemarin nggak ada hujan, nggak mungkin karena kehujanan kan?”

 

“Nggaklah. Aku cuma kecapean dan kurang tidur. Semalam, aku ketiduran di dalam bathtub.”

 

“Kamu nih ada-ada aja, Yun. Aku jenguk kamu boleh nggak?” tanya Andre.

 

“Hah!?”

 

“Kenapa?”

 

“Aku udah baik-baik aja. Cuma demam biasa. Udah sehat ini. Nggak perlu dijenguk. Kayak apa aja.”

 

“Yah, sebagai teman ... nggak ada salahnya kan aku peduli?”

 

“Iya. Tapi aku udah baik-baik aja, kok. Besok juga udah masuk kerja lagi.”

 

“Oh ... mmh ... Yun!” panggil Andre lirih.

 

“Ya. Kenapa lagi?”

 

“Apa kamu menikah karena beneran mencintai suami kamu?”

 

“He-em,” sahut Yuna sambil menganggukkan kepalanya.

 

“Apa dia juga cinta sama kamu?”

 

“Banget! Dia itu tampan, penyayang dan peduli banget sama aku.”

 

“Kenapa kamu bisa sampai kecapean?”

 

“Mmh ...”

 

“Jujur, Yun!” pinta Andre. “Kamu menikah dengan Yeriko. Semua orang di kota ini kenal siapa Yeriko Sanjaya Hadikusuma. Dia laki-laki yang terkenal sangat kaya. Kalau dia beneran sayang sama kamu. Kenapa dia membiarkan kamu bekerja sampai kecapean?”

 

Yuna menghela napas mendengar pertanyaan Andre. “Ndre, aku kerja karena keinginanku sendiri. Awalnya, dia sempat ngelarang aku buat kerja. Tapi ... aku bener-bener bosan di dalam rumah sendirian. Apa kamu tega lihat aku mati kesepian?”

 

“Hahaha.” Andre tergelak mendengar ucapan Yuna.

 

“Andre! Kamu bener-bener seneng kalau lihat aku menderita!?” dengus Yuna.

 

“Hahaha. Lebih seneng lagi kalau kamu jadi janda,” sahut Andre sambil tertawa.

 

“Jahat banget, sih!?” celetuk Yuna sambil mengerucutkan bibirnya.

 

“Bercanda, Yun. Gitu aja baperan!”

 

“Bercandanya nggak lucu!” seru Yuna. Ia langsung menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. “Eh, udah dulu ya! Ada suamiku datang. Bye-Bye!”

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko yang masuk ke kamarnya sambil membawa nampan berisi bubur dan obat untuk Yuna.

 

“Telepon sama siapa?” tanya Yeriko.

 

“Andre yang telepon.”

 

“Oh.”

 

Yuna mengerutkan dahinya. “Kamu nggak marah lagi?” tanya Yuna sambil mengamati wajah Yeriko.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Makan dulu! Habis makan langsung minum obat,” pintanya.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko tersenyum dan mulai menyuapi Yuna. “Andre ngomong apa aja?” tanyanya.

 

“Nggak ngomong apa-apa. Cuma ngolokin doang,” jawab Yuna.

 

“Ngolokin?” Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Dia itu emang kelihatan ganteng dan sok cool. Tapi, nggak ada yang tahu kalau dia usil dan ngeselin banget. Kayak kutu, pengen banget aku pites-pites!” ucap Yuna geram.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. Ia merasa lebih baik Yuna banyak bicara seperti ini ketimbang melihat wanita kesayangannya itu terbaring lemah di atas tempat tidur. “Masih lebih baik melihatmu bercerita tentang pria lain daripada melihatmu terbaring lemah di atas tempat tidur,” bisik Yeriko sambil menyuapkan makanan ke mulut Yuna.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas