Saturday, February 8, 2025

Perfect Hero Bab 65 : Tetap Cinta | a Romance Novel by Vella Nine

 


Bibi War masuk ke dalam kamar, ia tersenyum bahagia melihat Yuna dan Yeriko yang sedang berpelukan dan kembali akur.

 

“Bibi ...?” sapa Yuna sambil melepas pelukannya.

 

Bibi War tersenyum ke arah Yuna. Ia melangkahkan kakinya mendekati Yuna sembari memberikan semangkuk kecil sup jahe untuk memulihkan tubuh Yuna.

 

“Minumlah sup jahe buatan Bibi. Biar badan Mbak Yuna enakan.”

 

“Makasih, Bi!” ucap Yuna sambil mengambil mangkuk dari tangan Bibi War.

 

Bibi War mengangguk dan bergegas keluar dari kamar.

 

“Sini! Biar aku suapin,” pita Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku bisa sendiri.” Yuna langsung meminum sup jahe buatan Bibi War dan menghabiskannya. Ia merasa lebih bersemangat setelah mendengar kalimat yang menenangkan dari mulut Yeriko.

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Lain kali, jangan menyiksa diri sendiri seperti ini lagi!” pintanya.

 

“Bukannya kamu yang udah bikin aku kayak gini?” sahut Yuna. “Semalaman kamu nggak pulang, nggak balas pesan, nggak jawab telepon. Kamu ke mana aja?”

 

“Aku diajak Lutfi ke bar.”

 

“Bukan sama cewek itu?”

 

Yeriko menghela napas. “Cemburunya masih berlanjut?” tanyanya sambil menatap tajam ke arah Yuna.

 

Yuna menggigit bibir bawahnya.

 

“Sudahlah. Kata dokter, kamu nggak boleh stress. Jangan berpikir terlalu jauh!”

 

“Tapi aku selalu kepikiran kalau kamu ...”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Aku akan selalu ada di dekat kamu. Kita akan selalu bersama walau banyak badai menerpa hubungan kita. Kamu tahu, sainganku juga bukan orang yang mudah.”

 

“Maksud kamu?”

 

“Aku tahu. Lian, mantan pacar kamu itu masih selalu deketin kamu. Sekarang, datang lagi si Andre, teman masa kecil yang juga suka sama kamu diam-diam. Satunya CEO Wijaya Group, satunya lagi CEO perusahaan internasional. Kamu pikir, akan mudah bersaing dengan mereka?”

 

Yuna tertawa kecil mendengar ucapan Yeriko.

 

“Kenapa malah ketawa?”

 

“Kamu cemburu?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Beneran nggak cemburu?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

Yuna tersenyum kecil. “Aku sama Lian, sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Dia juga sudah mau nikah sama sepupuku. Kalau Andre, dia memang teman baikku sejak kecil. Kami udah seperti saudara. Dia nggak pantas buat dicemburui atau pun dijadikan saingan.”

 

Yeriko mengangguk-anggukkan kepala. “Aku harap begitu.”

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Muka kamu kelihatan jelek banget. Nggak tidur semalaman?”

 

“Sama kayak kamu.”

 

Yuna tersenyum. “Aku nggak akan bisa tidur kalau nggak ada kamu di sampingku.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Kalau gitu, tidurlah!” pintanya sambil membantu Yuna berbaring kembali.

 

Yuna mengangguk kecil. “Kamu temani aku tidur!” pintanya manja.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala. Ia naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelah Yuna. Ia tidak langsung memejamkan mata. Ia mengambil ponsel dan langsung menelepon Riyan.

 

“Nggak mau tidur?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko yang masih sibuk dengan ponselnya.

 

“Sebentar, aku telepon Riyan dulu.” Yeriko menarik tubuh Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Oh.” Yuna tersenyum sambil membenamkan wajahnya di dada Yeriko.

 

“Halo ...!” sapa Riyan begitu panggilan telepon Yeriko tersambung.

 

“Halo ...! Yan, bisa atur ulang semua jadwal meeting hari ini? Aku nggak bisa ngantor, Yuna sakit.”

 

“Siap, Bos!”

 

Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia menjatuhkan kepalanya di atas bantal. Ia mengecup kening Yuna yang sudah terlelap di dalam pelukannya.

 

Baru saja memejamkan mata, ponsel Yuna berdering. Yeriko langsung membuka mata dan meraih ponsel Yuna. Ia tidak ingin waktu istirahat Yuna terganggu karena dering ponsel yang terus berbunyi. Ia langsung mengangkat telepon dari salah satu teman kantor Yuna.

 

“Yun, jam segini belum masuk kenapa?” tanya Selma lewat panggilan telepon.

 

“Yuna sakit, ini suaminya.”

 

“Hah!? Sakit apa?”

 

“Demam tinggi dan sempat pingsan.”

 

“Oh ... oke. Aku sampaikan ke bos. Semoga dia cepat sembuh, ya!”

 

“He-em.”

 

Panggilan telepon langsung ditutup. Yeriko menatap layar ponsel Yuna sejenak dan langsung menonaktifkan ponsel tersebut. Ia juga mematikan ponselnya. Ia tidak ingin ada orang lain yang mengganggu waktu istirahat Yuna.

 

Di lantai bawah, tak diduga Rullyta datang untuk mengunjungi anak dan menantunya. “Bi, Yeriko sama Yuna ke mana? Mereka masih kerja?”

 

“Tidur, Bu.”

 

“Jam segini tidur?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Rullyta mengernyitkan dahi.

 

“Mbak Yuna lagi sakit. Semalaman nggak tidur, gitu juga sama Mas Yeri.”

 

“Sakit? Kenapa nggak kabarin saya?”

 

“Cuma demam. Itu juga karena mereka ada masalah.”

 

“Masalah apa?”

 

Bibi War menghela napas. “Kata Mbak Yuna, Mas Yeri nyuekin dia. Dia kelihatan sedih banget. Nggak mau makan dan terus nunggu Mas Yeri pulang sampai pagi.”

 

“Pagi? Dia nggak pulang semalaman?”

 

Bibi War menggelengkan kepala. “Dia baru pulang sekitar jam setengah empat subuh.”

 

“Anak itu ... bener-bener keterlaluan!” Rullyta melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Ia membuka lebar pintu kamar Yeriko yang sudah setengah terbuka. Ia melihat Yeriko dan Yuna sedang terlelap sambil berpelukan.

 

Rullyta tersenyum melihat kemesraan keduanya. “Untunglah sudah berbaikan.” Ia tidak tega membangunkan putera dan menantu kesayangannya itu. Ia lebih memilih untuk turun ke bawah dan berbincang dengan Bibi War.

 

“Bi, apa mereka sering berantem?” tanya Rullyta.

 

“Baru ini mereka bertengkar cukup serius.”

 

“Sebenarnya, masalah mereka apa, Bi?”

 

“Kayaknya sih karena sama-sama cemburu, Bu.”

 

“Cemburu?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Apa Yeriko cemburu dengan pria lain? Ternyata, dia terlalu impulsif sampai bisa bikin Yuna sakit.”

 

Bibi War tersenyum. “Tapi ... Bibi senang melihat mereka. Mas Yeri kelihatan sangat mencintai Mbak Yuna. Mas Yeri nggak pernah pacaran, begitu menikah, dia jadi sangat penyayang dan banyak berubah.”

 

Rullyta tersenyum. “Saya juga merasa dia sudah banyak perkembangan. Kehadiran Yuna memang selalu menghidupkan suasana. Dia gadis yang baik, lucu dan perhatian. Saya selalu rindu candaannya dia.”

 

“Iya, Bu. Semenjak dia ada di rumah ini, rumah ini menjadi lebih hidup.”

 

Rullyta tersenyum senang. Ia meraih kertas undangan yang tergeletak di atas meja. “Ini undangan dari mana, Bi?” tanyanya.

 

“Kurang tahu, Bu. Sepertinya, temannya Mas Yeri.”

 

Rullyta memerhatikan undangan tersebut dan membukanya. “Wijaya Group?” ia mengernyitkan dahi. “Mereka mau datang ke pesta pertunangan CEO Wijaya Group?”

 

Bibi War menggelengkan kepala. “Bibi kurang paham.”

 

Rullyta tersenyum sambil menghela napas dan meletakkan undangan pertunangan itu ke atas meja. “Kalau gitu, saya pulang dulu!” pamit Rullyta. “Bibi nggak usah bilang ke mereka kalau hari ini saya ke sini!” pintanya sambil bangkit dari sofa.

 

“Baik, Bu.” Bibi War menganggukkan kepala.

 

Rullyta tersenyum dan bergegas keluar dari rumah Yeriko. Ia punya rencana yang sangat bagus untuk putera dan menantu kesayangannya itu.

 

Bibi War kembali ke dapur, ia membuatkan bubur ayam untuk Yuna. Saat majikannya bangun, Yuna bisa segera memakan bubur ayam buatannya.

 

“Bi, masak apa?” tanya Yeriko sambil mengucek matanya.

 

“Eh, Mas Yeri? Sudah bangun?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Buatin kopi ya!” perintahnya.

 

Bibi War menganggukkan kepala. “Bibi sudah belikan obatnya Mbak Yuna. Bibi juga buatkan bubur ayam untuk dia. Dia sudah bangun atau belum?” tanya Bibi War.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Dia masih tidur. Biarkan dia istirahat dulu! Nanti, biar aku bawa naik sendiri bubur dan obat untuk Yuna.”

 

Bibi War menganggukkan kepala dan bergegas membuatkan secangkir kopi untuk Yeriko.

 

Yeriko merebahkan tubuhnya di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Ia mengendus aroma ruangan yang tak asing lagi di hidungnya. “Bi, Mama habis dari sini?”

 

“Eh!? Kok, tahu?”

 

“Aroma parfum mama masih tertinggal di sini. Belum lama pergi?”

 

Bibi War tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia langsung menghampiri Yeriko sambil meletakkan secangkir kopi di atas meja, tepat di hadapan Yeriko.

 

“Dia tahu Yuna sakit?” tanya Yeriko.

 

“Tahu. Tadi, ibu sempat nengok ke kamar. Mas Yeri sama Mbak Yuna masih tidur.”

 

Yeriko langsung mengusap wajahnya. “Bibi nggak bilang kan masalah aku sama Yuna?”

 

Bibi War menggelengkan kepala.

 

“Syukurlah.” Yeriko menghela napas lega. “Kalau Mama sampai tahu, aku bisa diomelin habis-habisan.” Ia merasa sangat senang dan berharap bisa menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas