Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Tuesday, February 4, 2025

Perfect Hero Bab 55: Si Ganteng Galau

 


Yuna bersiap untuk makan malam. Ia menyangka akan pergi ke sebuah restoran mewah. Ternyata, Yeriko mengajaknya ke salah satu villa mewah milik Lutfi.

 

Yeriko membawa Yuna naik ke atap villa. Dari atap villa bergaya Eropa-Jawa itu, ia bisa melihat pemandangan kota yang berhiaskan lampu-lampu. Saat langit cerah, taburan bintang di langit membuat suasana semakin romantis.

 

“Hei ...!” sapa Lutfi saat Yuna dan Yeriko muncul.

 

Yeriko langsung merangkul kedua sahabatnya.

 

“Halo ... Kakak Ipar!” sapa Lutfi sambil merentangkan tangannya ingin memeluk Yuna.

 

Yeriko langsung menghadang tubuh Lutfi agar tidak bersentuhan dengan Yuna.

 

“Nggak usah peluk-peluk!” dengus Yeriko.

 

“Astaga! Pelit banget. Cuma peluk doang. Lagian ini kan pelukan sebagai kakak-adik.”

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Lutfi. “Aku wakilin,” bisiknya sambil menepuk-nepuk pundak Lutfi.

 

“Huft, kenapa laki-laki satu ini pelit banget?” celetuk Lutfi sambil melirik ke arah Yuna.

 

Yuna hanya tersenyum kecil melihat sikap Yeriko.

 

“Eh, kenapa murung terus?” tanya Yeriko sambil menghampiri Chandra yang duduk di kursi.

 

“Lagi galau dia,” sahut Lutfi sembari mengambil beberapa botol bir.

 

“Galau kenapa?” tanya Yeriko.

 

“Apa lagi yang bikin dia galau kalau bukan itu,” jawab Lutfi sambil duduk di sebelah Chandra.

 

Chandra hanya melirik sinis ke arah Lutfi dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia langsung menenggak bir yang sudah ada di tangannya.

 

“Kalau kayak gitu terus, hubungan kalian nggak akan pernah melangkah maju. Kenapa nggak coba cari yang lain?” tanya Yeriko.

 

Chandra bergeming sambil menatap gelas birnya yang sudah kosong. “Nggak tahu, Yer. Aku sama dia sudah lama tunangan. Sifatnya masih nggak berubah.”

 

“Ah, sudahlah. Masih ada banyak cewek di dunia ini. Dia itu nggak begitu baik. Masih suka sana-sini. Daripada sakit hati terus, mending cari yang lain!” sahut Lutfi sambil menggoyang-goyangkan alisnya menatap Lutfi.

 

“Apa bisa semudah itu? Soal hati, mana bisa dipaksakan. Lagian, ini menyangkut hubungan keluarga juga.”

 

“Halah ... keluarga juga nggak bisa maksakan kalau memang kalian itu nggak bisa saling mencintai. Kalo dia nggak sayang sama kamu, kamu juga nggak bisa memaksakan diri kan?”

 

“Emangnya kenapa sama hubungan kalian?” tanya Yuna sambil menatap Chandra.

 

“Si Chandra ini masih ngotot mempertahankan pertunangannya sama Amara. Udah jelas kalau Amara itu bukan cewek baik-baik. Kamu bayangin aja, udah tunangan tapi dia masih suka jalan sama cowok lain,” cerocos Lutfi.

 

“Lut, belum tentu mereka ada hubungan serius. Bisa aja kan memang cuma temenan. Lagian, aku juga nggak punya banyak waktu buat nemenin dia happy-happy.”

 

“Nah, ini nih yang bodoh banget. Walau cuma teman, nggak seharusnya kan sedekat itu? Aku rasa, mereka itu lebih dari temen. Kita udah beberapa kali mergokin dia jalan sama cowok.”

 

Chandra bergeming. Ia mulai mempertimbangkan hubungannya dengan Amara yang semakin rumit. Sifat Amara yang angkuh dan egois, tidak akan pernah bisa membuat hubungan mereka menjadi baik. Sekalipun, ia telah mengalah dan merendahkan dirinya sendiri.

 

“Mmh ... aku sih emang nggak begitu kenal sama Amara,” tutur Yuna. “Tapi, waktu pertama kali ketemu dia, aku ngerasa kalau dia bukan wanita yang baik.”

 

“Nah, Kakak Ipar aja bilang begitu. Kesan pertama aja udah buruk, Lut. Buka mata hati kamu, dong!” seru Lutfi. “Suka sama cewek cuma karena cantiknya doang,” celetuknya kemudian.

 

“Apa bedanya sama kamu?” sahut Chandra.

 

“Beda, dong! Walau banyak kenalan cewek cantik, nggak ada yang aku seriusin. Lagian, jatuh cinta cuma bikin hidup berantakan. Bawa happy aja! Kayak Yeriko, nggak pernah ngumbar hubungan mereka, tapi langsung nikah.”

 

Yeriko dan Yuna tersenyum menanggapi ucapan Lutfi.

 

“Kamu sendiri, kapan mau nikah?” tanya Yeriko.

 

“Eh!? Aku!? Tenang aja! Aku pasti nikah. Aku udah punya calon,” jawab Lutfi.

 

“Siapa?” tanya Yeriko dan Chandra bersamaan.

 

“Ciyee ... kepo! Ada, deh.”

 

“Halah ... palingan cuma bohongan aja!” sahut Chandra.

 

“Beneran. Aku sih nggak mau ngumbar calonku. Soalnya, dia itu cewek yang spesial. Aku takut, kalian berdua bakalan naksir kalau lihat dia.”

 

“Nggak mungkin lah. Kita berdua udah punya pasangan masing-masing.”

 

“Bisa aja, kan. Kalian tetep mau sama yang lebih cantik.”

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko. “Kalau ada yang lebih cantik dari aku, apa kamu bakal selingkuh?”

 

Yeriko tertegun mendapat tatapan tajam dari mata Yuna. “Eh!? Enggak.”

 

“Kalian ini penyuka wanita cantik, kamu nggak berniat nambah istri kan?” dengus Yuna.

 

“Nggak, Sayangku,” jawab Yeriko sambil merangkul pundak Yuna. “Aku cuma punya satu istri seumur hidupku.”

 

“Ciyee ...!” goda Lutfi dan Chandra bersamaan.

 

“Kalau mau mesra-mesraan nggak di depan kita juga kali. Kita mau mesraan sama siapa? Kasihan Chandra kan?”

 

“Yee ... aku atau kamu?” sahut Chandra.

 

“Kamu lah.”

 

“Bukannya kamu yang nggak punya pasangan?”

 

“Kamu punya pasangan, tapi berasa jomlo. Hahaha.”

 

“Ngece!” Chandra langsung merangkul leher Lutfi dan menjepitnya erat.

 

“Aduh, Chan! Sakit! Sakit! Sakit!” seru Lutfi. “Uhuk ... uhuk! Kamu mau matiin aku ya!?”

 

“Orang kayak kamu emang harus dimusnahkan, Lut!”

 

“Sudah, sudah! Nggak usah berantem lagi!” pinta Yuna. “Mending kita makan. Kasihan kan makanannya kalo dianggurin?”

 

Lutfi dan Chandra menghentikan candaannya. Mereka akhirnya memilih untuk makan bersama demi menghormati Yuna dan Yeriko.

 

“Yer, kenapa kamu ganti mobil?” tanya Lutfi.

 

“Nggak papa, pengen ganti aja.”

 

“Weleh-weleh, mobil kita udah samaan. Kapan kita balapan?”

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko sambil mendelik.

 

“Ehem ...!” Yeriko pura-pura memperbaiki kemejanya sambil menyenggol kaki Lutfi. Ia memberi isyarat untuk tidak membuat Yuna marah.

 

“Wah, kalian suka balapan?” tanya Yuna.

 

“Iya. Kadang-kadang sih,” jawab Lutfi.

 

“Balapan liar?” tanya Yuna.

 

Lutfi mengangguk sambil tersenyum.

 

Yeriko langsung menendang kaki Lutfi lebih keras lagi.

 

“Aw ...! Sakit, Yer! Kenapa sih?” seru Lutfi. “Kakak Ipar aja nggak keberatan kalau kita balapan. Iya kan, Kakak Ipar?”

 

Yuna tersenyum sambil menahan amarah. “Nggak, kok. Nggak keberatan.”

 

“Mmh ... gitu dong! Baru istri yang baik,” puji Lutfi sambil mengunyah makanannya.

 

Chandra mengamati tiga orang yang ada di depannya. Ia sudah bisa membaca situasi yang akan terjadi setelah ini.

 

“Kayaknya, bakal ada perang dingin,” bisik Chandra ke telinga Lutfi.

 

“Kok bisa?”

 

“Hitung sampai tiga!” bisik Chandra. “Satu ... dua ... tiga ...”

 

“Jadi, kamu beli mobil baru cuma buat balapan doang?” tanya Yuna sambil menatap kesal ke arah Yeriko.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam, ia bangkit sambil berkacak pinggang. “Kamu tahu nggak sih kalau balapan itu bahaya? Apalagi balapan liar. Kamu beli mobil baru cuma buat balapan sama Lutfi. Aku nggak ngerti deh jalan pikiran kamu. Aku pikir, kamu itu udah dewasa. Ternyata masih aja kekanak-kanakkan kayak gini! Harusnya kamu tahu mana yang baik dan mana yang enggak!” omel Yuna.

 

Chandra dan Lutfi tersenyum kecut melihat Yeriko yang tak berdaya di hadapan Yuna.

 

“Gara-gara kamu, nggak bisa jaga omongan!” bisik Chandra di telinga Lutfi.

 

“Huft ...!” Lutfi menghela napas. Ia bangkit dan menghampiri Yuna. “Kakak Ipar, bukan dia yang salah. Aku yang salah karena biasanya memang aku yang ngajakin dia balapan.”

 

“Sama aja!” sentak Yuna. “Kalian itu sama-sama salah. Lagian, apa sih enaknya balapan? Nggak tahu apa kalo itu bahaya?”

 

“Tahu, Kakak Ipar. Janji, nggak akan balapan lagi!” ucap Lutfi sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

 

“Beneran!?”

 

Lutfi menganggukkan kepala.

 

“Awas kalau sampai balapan!” dengus Yuna.

 

Yeriko dan Lutfi langsung mengelus dada, mereka merasa sangat lega saat diselamatkan oleh nada dering yang keluar dari ponsel Yuna.

 

Yuna terus menggerutu pelan sambil meraih ponselnya. Ia melihat nama Jheni yang ada di layar ponselnya. Ia langsung menjawab panggilan telepon dari Jheni.

 

“Halo ...! Kenapa, Jhen?” tanya Yuna begitu ia menjawab panggilan telepon dari Jheni.

 

“Kamu kenapa?” tanya Yuna panik saat mendengar suara tangisan Jheni.

 

Yeriko, Chandra dan Lutfi langsung menoleh ke arah Yuna. Mereka bisa melihat wajah Yuna yang begitu khawatir.

 

Yuna semakin panik karena tangis Jheni yang semakin keras dan tidak mengatakan apa pun. Perasaannya semakin tak karuan. “Jhen, kamu kenapa sih?” tanya Yuna dengan bibir bergetar.

 

(( Bersambung ... ))


Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas