Tuesday, January 21, 2025

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 


“Tuan Cakra, bisa kita bicara sebentar? Ada beberapa penawaran bisnis yang ingin saya sampaikan ke Anda,” pinta Nona Mang begitu ia sudah berada di hadapan Cakra.

”Apa hanya Tuan Cakra yang diajak untuk membicarakan bisnis di perjamuan ini, Nona?” tanya salah seorang pria paruh baya yang sedang berbincang bersama Cakra.

”Tentu tidak,” jawab Nona Mang sambil tersenyum manis. ”Tentunya kita semua ingin menjadi partner bisnis yang sustainable dengan Galaxy World. Bukankah begitu?”

”Perusahaan Nona Mang men-supply 70% energy di kota ini. Pastinya akan berperan besar pada operasional Galaxy World,” ucap salah seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat Cakra.

Cakra hanya tersenyum tipis. ”Galaxy World sudah mendapatkan supply besar dari perusahaan energi di Arab Saudi. Jika ingin bekerja sama dengan Galaxy, bekerjasamalah dengan perusahaan-perusahaan kontraktor yang sudah lebih dahulu membersamai kami. Aku juga tidak mengurus kerjasama bisnis. Semua diurus oleh Direktur Pengembangan Bisnis. Kalian bisa langsung ajukan kerjasama dengan beliau.”

”Tapi Tuan Cakra adalah pemilik Galaxy World. Apa pun yang Tuan Cakra perintahkan, tentu akan dituruti oleh semua orang-orang Tuan Cakra. Apakah kami benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bekerjasama dengan Galaxy World?” tanya salah seorang lagi yang ada di sana.

”Selalu ada kesempatan. Tapi bukan aku yang mengurusnya. Aku sudah membayar mahal orang lain agar mereka bekerja untukku. Aku tidak ingin repot mengurus kerjasama bisnis kecil-kecilan seperti ini,” sahut Cakra.

Nona Mang langsung menatap kesal ke arah Cakra. ”Sialan! Bisa-bisanya dia meremehkan para pengusaha yang ada di sini,” batinnya. ”Sebesar apa bisnis Galaxy sampai menganggap kami sebagai bisnis kecil-kecilan?

Cakra menatap tajam ke arah Nona Mang. ”Galaxy World memiliki penghasilan 500 Kuadriliun US Dollar setiap tahunnya. Mana mungkin kami menganggap perusahaan dengan pendapatan 5 Milyar per tahun sebagai perusahaan besar yang layak untuk bersanding dengan perusahaan kami.”

Nona Mang membelalakkan matanya dan menelan saliva dengan susah payah. Ia berusaha menghitung  berapa banyak kekayaan yang dimiliki oleh pria tampan yang ada di hadapannya itu. ”Gila! Dia bener-bener penguasa dunia? Kenapa nggak gue aja yang jadi istrinya? Kenapa dia malah milih Chessy yang jelas-jelas anak yatim-piatu dan sangat miskin,” batinnya.

Sementara, semua orang yang ada di sana hanya saling pandang dan berusaha berkomunikasi lewat tatapan mata ketika mendengar jumlah penghasilan yang dimiliki oleh perusahaan Galaxy World. Tak ada satu orang pun yang berani mengeluarkan kata-kata. Mereka merasa tidak layak mengajukan diri sebagai partner bisnis Galaxy World karena penghasilan dari perusahaan mereka hanya bernilai milyaran per tahunnya.

”Kondisikanlah niatmu, Nona! Aku mau hadir ke sini karena istriku. Jika bukan karena dia, aku tidak akan muncul di tempat umum,” ucap Cakra sambil menatap tajam ke arah Nona Mang.

Nona Mang hanya terdiam sambil menahan kekesalan di dalam hatinya. Ia sangat mengagumi Cakra yang tampan dan kaya raya. Tapi ia juga sangat membenci sikap Cakra yang dingin, ketus, dan kejam.

Cakra hanya tersenyum sinis mendengar pergumulan di dalam hati Nona Mang. Ia memeriksa arloji yang ada di tangan kirinya. Sudah lebih dari empat puluh lima menit, Chessy tak kunjung muncul kembali di hadapannya. Membuat ia sangat mengkhawatirkan Chessy karena ia juga tidak mampu menangkap suara Chessy dari radius 5 kilometer.

Ke mana Chessy?” batinnya. ”Bukankah tadi aku masih bisa mendengarkan pembicaraan dia dan sahabatnya?

”Tolong ...!” seru Arabella sambil melangkah memasuki ballroom tempat perjamuan bisnis tersebut.

Cakra langsung memutar kepalanya begitu ia mendengar suara Arabella muncul dari salah satu pintu ballroom. Ia bisa melihat luka dan darah yang mengucur di lengan Arabella.

Tanpa pikir panjang, Cakra langsung berlari menghampiri Arabella. ”Di mana istriku?”

”Dia dibawa pergi sama orang yang nggak kami kenal. Aku sudah berusaha nolong dia. Tapi ... penjahar itu melukaiku dan aku nggak bisa melawan,” jawab Arabella lirih sembari menatap wajah Cakra.

”ALVARO ...!” teriak Cakra sekuat tenaga.

Alvaro yang berjaga di luar ruang ballroom bersama anggotanya, langsung berlari menghampiri Cakra begitu mendengar teriakan dari adik sepupunya itu.

”Ada apa, Cak?” tanya Alvaro.

”Kamu tidak menjaga isriku?”

”Bukannya dia di dalam sama kamu?” balas Alvaro.

”Dia pergi keluar bersama wanita ini sementara aku sibuk membicarkan bisnis dengan banyak orang di sini,” jawab Cakra. ”Kenapa kamu biarkan istriku jauh darimu?”

”Aku nggak tahu keluarnya dari mana. Dari pertama datang, dia selalu sama kamu,” sahut Alvaro.

”Aku tidak ingin kita berdebat berlama-lama. Cepat temukan istriku!” perintah Cakra.

Alvaro mengangguk.

”Minta anak buahmu yang lain untuk memeriksa sistem keamanan di gedung ini!” perintah Cakra lagi.

Alvaro mengangguk. Ia segera memberikan komando kepada anak buahnya agar bergerak cepat sesuai perintah Cakra.

Cakra segera melangkah keluar bersama Alvaro untuk mencari keberadaan istrinya. Ia harap, para penjahat yang menculik istrinya itu masih berada dalam jangkauannya.

Arabella tersenyum sinis sambil menatap punggung Cakra yang bergerak pergi. ”Rasain lo, Chess! Gue nggak akan biarin lo hidup bahagia dan pamer kebahagiaan di depan gue. Gue yakin kalau saat ini Chessy sudah dibawa keluar dari kota Jakarta,” batinnya.

Cakra langsung menghentikan langkahnya begitu ia mendengar suara isi hati Arabella. Lengannya menahan tubuh Alvaro agar tidak melangkah leih dahulu meninggalkannya.

”Kenapa, Cak!” tanya Alvaro penasaran.

”Tangkap wanita itu!” perintah Cakra sambil menunjuk tubuh Arabella.

Alvaro mengangguk. Ia segera memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menyeret Arabella keluar dari tempat pesta tersebut.

Arabella membelalakkan matanya mendengar perintah Cakra. ”What the hell? Gue juga korban di sini. Kenapa kalian malah mau nangkap gue, hah!?” serunya pada beberapa pria bertubuh kekar yang menghampirinya.

”Ini perintah,” sahut salah seorang pria yang ada di sana.

”Kalian nggak lihat tangan gue luka kayak gini, hah!? Bukannya ditolongin, malah mau nangkap gue? Manusia nggak punya hati!” seru Arabella kesal.

”Bawa dia ke rumah sakit dan jangan dilepaskan sampai aku menemukan istriku!” perintah Cakra.

Empat orang anak buah Alvaro mengangguk dan segera menjalankan perintah dari Cakra.

”Gila kalian, ya!” sentak Arabella. Ia menoleh ke dalam ballroom dan menatap Nona Mang yang berdiri sangat jauh darinya. Ia ingin meminta pertolongan pada atasannya itu. Tapi anak buah Cakra sudah lebih dulu menyeretnya keluar dari gedung tersebut.

”Cak, kamu yakin kalau dia terlibat dalam kasus penculikan Chessy?” tanya Alvaro sambil menatap wajah Cakra begitu.

”Kamu masih meragukanku?” tanya Cakra balik.

”Nggak. Cuma masih heran aja. Bukannya dia sahabat baik istrimu. Tangan dia juga luka parah karena nolongin Chessy. Bisa jadi ...”

”Aku paling benci manusia penuh sandiwara!” sambar Cakra.

Alvaro terdiam. Ia langsung mengerti maksud dari Cakra dan memeriksa ponsel untuk mengetahui hasil kerja anak buahnya yang ia perintahkan mengecek CCTV gedung tersebut.

”CCTV di gedung ini sengaja dimatikan saat kejadian, Cak. Semua CCTV mati. Artinya, penculikan ini sudah direncanakan sebelumnya dan mereka mengetahui sistem keamanan di gedung ini tidak terlalu baik,” ucap Alvaro.

Cakra terdiam sambil mengedarkan pandangannya ke arah luar gedung. ”Kalau begitu, kamu cek CCTV yang berseberangan dengan gedung ini dan juga CCTV jalan. Periksa semua nomor kendaraan yang keluar-masuk gedung ini dan kepemilikannya. Cepat!” perintahnya lagi.

Alvaro mengangguk. Ia bergegas menuruti perintah Cakra dan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk memeriksa seluruh CCTV terdekat dan memeriksa kepemilikan setiap kendaraan yang lewat melalui data kepolisian yang terintegrasi.

Cakra terdiam sambil memejamkan mata untuk menangkap suara-suara yang kemungkinan berhubungan dengan istrinya. ”Aku pasti menemukanmu, Chessy. Maafkan aku yang lalai menjagamu.

 

(Bersambung ...)

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas