BAB 119 – Lalai Menjagamu
“Tuan Cakra, bisa kita bicara sebentar? Ada
beberapa penawaran bisnis yang ingin saya sampaikan ke Anda,” pinta Nona Mang
begitu ia sudah berada di hadapan Cakra.
”Apa hanya Tuan Cakra yang diajak untuk
membicarakan bisnis di perjamuan ini, Nona?” tanya salah seorang pria paruh
baya yang sedang berbincang bersama Cakra.
”Tentu tidak,” jawab Nona Mang sambil tersenyum
manis. ”Tentunya kita semua ingin menjadi partner bisnis yang sustainable dengan
Galaxy World. Bukankah begitu?”
”Perusahaan Nona Mang men-supply 70% energy di
kota ini. Pastinya akan berperan besar pada operasional Galaxy World,” ucap
salah seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat Cakra.
Cakra hanya tersenyum tipis. ”Galaxy World sudah
mendapatkan supply besar dari perusahaan energi di Arab Saudi. Jika ingin
bekerja sama dengan Galaxy, bekerjasamalah dengan perusahaan-perusahaan
kontraktor yang sudah lebih dahulu membersamai kami. Aku juga tidak mengurus
kerjasama bisnis. Semua diurus oleh Direktur Pengembangan Bisnis. Kalian bisa
langsung ajukan kerjasama dengan beliau.”
”Tapi Tuan
Cakra adalah pemilik Galaxy World. Apa
pun yang Tuan Cakra perintahkan, tentu akan dituruti oleh semua orang-orang Tuan
Cakra. Apakah kami benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bekerjasama
dengan Galaxy World?” tanya salah seorang lagi yang ada di sana.
”Selalu ada kesempatan. Tapi bukan aku yang
mengurusnya. Aku sudah membayar mahal orang lain agar mereka bekerja untukku. Aku
tidak ingin repot mengurus kerjasama bisnis kecil-kecilan seperti ini,” sahut
Cakra.
Nona Mang langsung menatap kesal ke arah Cakra. ”Sialan!
Bisa-bisanya dia meremehkan para pengusaha yang ada di sini,” batinnya. ”Sebesar
apa bisnis Galaxy sampai menganggap kami sebagai bisnis kecil-kecilan?”
Cakra menatap tajam ke arah Nona Mang. ”Galaxy
World memiliki penghasilan 500 Kuadriliun US Dollar setiap tahunnya. Mana
mungkin kami menganggap perusahaan dengan pendapatan 5 Milyar per tahun sebagai
perusahaan besar yang layak untuk bersanding dengan perusahaan kami.”
Nona Mang membelalakkan matanya dan menelan saliva
dengan susah payah. Ia berusaha menghitung
berapa banyak kekayaan yang dimiliki oleh pria tampan yang ada di
hadapannya itu. ”Gila! Dia bener-bener penguasa dunia? Kenapa nggak gue aja
yang jadi istrinya? Kenapa dia malah milih Chessy yang jelas-jelas anak yatim-piatu
dan sangat miskin,” batinnya.
Sementara, semua orang yang ada di sana hanya
saling pandang dan berusaha berkomunikasi lewat tatapan mata ketika mendengar
jumlah penghasilan yang dimiliki oleh perusahaan Galaxy World. Tak ada satu
orang pun yang berani mengeluarkan kata-kata. Mereka merasa tidak layak
mengajukan diri sebagai partner bisnis Galaxy World karena penghasilan dari
perusahaan mereka hanya bernilai milyaran per tahunnya.
”Kondisikanlah niatmu, Nona! Aku mau hadir ke sini
karena istriku. Jika bukan karena dia, aku tidak akan muncul di tempat umum,”
ucap Cakra sambil menatap tajam ke arah Nona Mang.
Nona Mang hanya terdiam sambil menahan kekesalan
di dalam hatinya. Ia sangat mengagumi Cakra yang tampan dan kaya raya. Tapi ia
juga sangat membenci sikap Cakra yang dingin, ketus, dan kejam.
Cakra hanya tersenyum sinis mendengar pergumulan
di dalam hati Nona Mang. Ia memeriksa arloji yang ada di tangan kirinya. Sudah
lebih dari empat puluh lima menit, Chessy tak kunjung muncul kembali di
hadapannya. Membuat ia sangat mengkhawatirkan Chessy karena ia juga tidak mampu
menangkap suara Chessy dari radius 5 kilometer.
”Ke mana Chessy?” batinnya. ”Bukankah tadi
aku masih bisa mendengarkan pembicaraan dia dan sahabatnya?”
”Tolong ...!” seru Arabella sambil melangkah
memasuki ballroom tempat perjamuan bisnis tersebut.
Cakra langsung memutar kepalanya begitu ia
mendengar suara Arabella muncul dari salah satu pintu ballroom. Ia bisa melihat
luka dan darah yang mengucur di lengan Arabella.
Tanpa pikir panjang, Cakra langsung berlari
menghampiri Arabella. ”Di mana istriku?”
”Dia dibawa pergi sama orang yang nggak kami
kenal. Aku sudah berusaha nolong dia. Tapi ... penjahar itu melukaiku dan aku nggak
bisa melawan,” jawab Arabella lirih sembari menatap wajah Cakra.
”ALVARO ...!” teriak Cakra sekuat tenaga.
Alvaro yang berjaga di luar ruang ballroom bersama
anggotanya, langsung berlari menghampiri Cakra begitu mendengar teriakan dari
adik sepupunya itu.
”Ada apa, Cak?” tanya Alvaro.
”Kamu tidak menjaga isriku?”
”Bukannya dia di dalam sama kamu?” balas Alvaro.
”Dia pergi keluar bersama wanita ini sementara aku
sibuk membicarkan bisnis dengan banyak orang di sini,” jawab Cakra. ”Kenapa
kamu biarkan istriku jauh darimu?”
”Aku nggak tahu keluarnya dari mana. Dari pertama
datang, dia selalu sama kamu,” sahut Alvaro.
”Aku tidak ingin kita berdebat berlama-lama. Cepat
temukan istriku!” perintah Cakra.
Alvaro mengangguk.
”Minta anak buahmu yang lain untuk memeriksa
sistem keamanan di gedung ini!” perintah Cakra lagi.
Alvaro mengangguk. Ia segera memberikan komando
kepada anak buahnya agar bergerak cepat sesuai perintah Cakra.
Cakra segera melangkah keluar bersama Alvaro untuk
mencari keberadaan istrinya. Ia harap, para penjahat yang menculik istrinya itu
masih berada dalam jangkauannya.
Arabella tersenyum sinis sambil menatap punggung
Cakra yang bergerak pergi. ”Rasain lo, Chess! Gue nggak akan biarin lo hidup
bahagia dan pamer kebahagiaan di depan gue. Gue yakin kalau saat ini Chessy
sudah dibawa keluar dari kota Jakarta,” batinnya.
Cakra langsung menghentikan langkahnya begitu ia
mendengar suara isi hati Arabella. Lengannya menahan tubuh Alvaro agar tidak
melangkah leih dahulu meninggalkannya.
”Kenapa, Cak!” tanya Alvaro penasaran.
”Tangkap wanita itu!” perintah Cakra sambil
menunjuk tubuh Arabella.
Alvaro mengangguk. Ia segera memerintahkan
beberapa anak buahnya untuk menyeret Arabella keluar dari tempat pesta
tersebut.
Arabella membelalakkan matanya mendengar perintah
Cakra. ”What the hell? Gue juga korban di sini. Kenapa kalian malah mau nangkap
gue, hah!?” serunya pada beberapa pria bertubuh kekar yang menghampirinya.
”Ini perintah,” sahut salah seorang pria yang ada
di sana.
”Kalian nggak lihat tangan gue luka kayak gini,
hah!? Bukannya ditolongin, malah mau nangkap gue? Manusia nggak punya hati!”
seru Arabella kesal.
”Bawa dia ke rumah sakit dan jangan dilepaskan
sampai aku menemukan istriku!” perintah Cakra.
Empat orang anak buah Alvaro mengangguk dan segera
menjalankan perintah dari Cakra.
”Gila kalian, ya!” sentak Arabella. Ia menoleh ke
dalam ballroom dan menatap Nona Mang yang berdiri sangat jauh darinya. Ia ingin
meminta pertolongan pada atasannya itu. Tapi anak buah Cakra sudah lebih dulu
menyeretnya keluar dari gedung tersebut.
”Cak, kamu yakin kalau dia terlibat dalam kasus
penculikan Chessy?” tanya Alvaro sambil menatap wajah Cakra begitu.
”Kamu masih meragukanku?” tanya Cakra balik.
”Nggak. Cuma masih heran aja. Bukannya dia sahabat
baik istrimu. Tangan dia juga luka parah karena nolongin Chessy. Bisa jadi ...”
”Aku paling benci manusia penuh sandiwara!” sambar
Cakra.
Alvaro terdiam. Ia langsung mengerti maksud dari
Cakra dan memeriksa ponsel untuk mengetahui hasil kerja anak buahnya yang ia
perintahkan mengecek CCTV gedung tersebut.
”CCTV di gedung ini sengaja dimatikan saat kejadian,
Cak. Semua CCTV mati. Artinya, penculikan ini sudah direncanakan sebelumnya dan
mereka mengetahui sistem keamanan di gedung ini tidak terlalu baik,” ucap
Alvaro.
Cakra terdiam sambil mengedarkan pandangannya ke
arah luar gedung. ”Kalau begitu, kamu cek CCTV yang berseberangan dengan gedung
ini dan juga CCTV jalan. Periksa semua nomor kendaraan yang keluar-masuk gedung
ini dan kepemilikannya. Cepat!” perintahnya lagi.
Alvaro mengangguk. Ia bergegas menuruti perintah
Cakra dan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk memeriksa seluruh CCTV
terdekat dan memeriksa kepemilikan setiap kendaraan yang lewat melalui data
kepolisian yang terintegrasi.
Cakra terdiam sambil memejamkan mata untuk
menangkap suara-suara yang kemungkinan berhubungan dengan istrinya. ”Aku
pasti menemukanmu, Chessy. Maafkan aku yang lalai menjagamu.”
(Bersambung ...)
0 komentar:
Post a Comment